Program acara nomor 31: Marionette…
Pria muda yang menerima karangan bunga itu tertegun dan berpikir keras tanpa melepaskan pandangannya dari secarik kertas yang terselip pada karangan bunga.
Pria paruh baya itu telah mempertaruhkan hidupnya demi memberikan karangan bunga ini untuk putrinya.
"Ini penting baginya…"
Sebaiknya aku bergegas, katanya dalam hati. Setelah yakin pria paruh baya yang menitipkan karangan bunga itu aman dalam penanganan paramedis dan dibawa masuk ke dalam ambulans, pria itu segera berlari ke arah tangga dan bertanya pada siapa saja yang dilewatinya. "Ada yang tahu program acara Marionette?"
"Pertunjukannya sedang berlangsung di auditorium," jawab seorang wanita berpakaian balet seraya menunjukkan arahnya.
"Terima kasih!"
.
.
.
Marionette adalah judul tarian yang dibawakan berpasangan antara boneka marionette dengan dalangnya—Chéri Dutchskova dan Nina Vavolka.
Ketika sedang dikendalikan oleh sang dalang, marionette tiba-tiba bergerak semaunya hingga dalang dibuat panik dan kebingungan.
Marionette itu bergerak bebas dan berputar-putar dengan kegembiraan yang meluap-luap dan lama kelamaan marionette itu berbalik mendesak dalang dan mempermainkannya.
"Penari marionette itu seperti boneka sungguhan," komentar salah satu penonton di dekat pintu masuk.
Pria pembawa karangan bunga itu berdiri di depan pintu masuk dan mendengarkan seraya memperhatikan pertunjukan.
"Permainannya memang sangat menonjol. Gadis itu menghayati perannya dengan sungguh-sungguh," komentar penonton lainnya.
Pria tadi belum berkedip dan tidak bergeser sedikit pun dari tempatnya sejak ia memasuki auditorium. Hanya membeku di ambang pintu dan terpaku menonton pertunjukan.
Di tengah pertunjukan, insiden tak terduga tiba-tiba terjadi. Penari yang memerankan dalang tergelincir dan jatuh tertelungkup.
"Nina!" Chéri memekik panik dan menatap temannya.
"Aduh!" Guru mereka, perempuan paruh baya yang bersetelan resmi, menepuk dahinya. "Dia bicara di atas panggung," erangnya.
Nina tidak bisa bangun, Chéri membatin gusar. Apa tadi kepalanya terbentur?
"Dasar bodoh," Nina menggeram jengkel. "Bisa tidak pura-pura tidak tahu," katanya pada Chéri. Lalu beranjak dan menyelinap meninggalkan pertunjukan.
"Nina!" Chéri mulai kebingungan.
Bagaimana ini?
Semuanya sudah berantakan.
"Ayo, Chéri! Kamu juga turun!" Guru tari mereka memberikan isyarat dari sisi panggung.
Tidak, tunggu! Seketika Chéri mendapat gagasan. Kalau aku marionette sungguhan…
Chéri berputar dengan gerakan pelan dan kaku, lalu menghadap ke arah penonton dan menggerak-gerakkan tangannya ke atas dan ke bawah menirukan gerakan boneka kayu tanpa kendali, kemudian mengayunkan sebelah tangannya ke samping dan merentangkannya seperti palang kayu, lalu perlahan memiringkan tubuhnya hingga posisi berdiri sedikit miring menyerupai boneka kayu yang tergantung setengah roboh dan terombang-ambing, kemudian tak bergerak lagi.
Para penonton terkesiap dan menahan napas.
"Dia mau jatuh?" Penonton bertanya-tanya.
"Tidak, lihat itu! Dia berdiam diri dengan posisi seperti itu!"
"Sama sekali tidak bergerak seperti boneka kayu sungguhan!"
Aku hanyalah boneka kayu, Chéri berkata dalam hatinya. Mencoba untuk memusatkan konsentrasinya. Jika dalangku mencampakkanku, aku tidak lebih dari seonggok kayu.
Pria pembawa karangan bunga itu masih membeku, terpesona oleh sosok penari yang terkulai menyerupai boneka kayu sungguhan. Hanya dua-tiga gerakan, pikirnya. Tapi dia berhasil merebut hati para penonton.
Luar biasa!
Tapi daripada dia menjadi balerina, ia lebih cocok menjadi…
Tepuk tangan meriah pun menggelegar seiring berakhirnya musik pengiring.
Pria itu kemudian bergegas ke belakang panggung dan menerobos penjagaan para panitia.
"Hey!" Seseorang meneriakinya.
Chéri tengah membungkuk di depan meja rias dengan ekspresi putus asa. Ayah pasti kecewa, pikirnya sedih seraya membayangkan komentar pedas ayahnya.
"Kalau tarianmu seperti itu, Ayah tidak akan mengizinkanmu pergi ke Moskow!"
"Ayah benar-benar tidak datang," keluh adik perempuannya di bangku penonton.
"Ayah hanya terlambat," kata ibunya.
"Kasihan Kak Chéri," kata adik perempuannya yang lain.
"Nyonya Dutchskova," seorang pria berusia tiga puluh tahun menghampiri mereka.
"Ya?" Ibu Chéri menoleh dengan raut wajah bingung. Ia mengenal pria itu sebagai pejabat pemerintah yang bertugas di balai kota itu. Tapi dia tak pernah punya urusan dengan pejabat pemerintah.
"Saya mewakili panitia penyelenggara ingin memberitahukan," kata pria itu sedikit hati-hati. "Barusan ada yang menghubungi kami, katanya suami Anda jatuh di lobi. Sekarang sudah dibawa ambulans ke rumah sakit Palms of Pasadena!"
"Apa?" Ibu dan kedua adik perempuan Chéri memekik bersamaan seraya beranjak dari tempat duduknya masing-masing.
"Chéri!" Dua orang gadis dari panitia penyelenggara menghambur ke ruang ganti, tapi kehadiran pria asing di tempat itu membuat mereka berhenti di depan pintu.
"Siapa dia?" tanya salah satu dari mereka.
"Aku tidak tahu," jawab gadis yang satunya. "Tapi kalau dilihat dari pembawaannya, sepertinya dia sudah terbiasa berada di panggung."
"Kalau dua orang itu disorot lampu, mereka benar-benar kelihatan seperti boneka," komentar seorang penari yang mau keluar dari ruang ganti dan berpapasan dengan kedua panitia tadi.
Chéri belum menyadari situasi di sekelilingnya. Hati dan pikirannya masih gelisah memikirkan reaksi ayahnya.
"Apa kau sedang menunggu karangan bunga ini?" Pertanyaan pria asing itu menyentakkan Chéri dari lamunannya.
Pria itu menyodorkan karangan bunga gardenia yang dititipkan ayahnya di lobi tadi.
Chéri membeku menatap karangan bunga itu dengan ekspresi tak percaya. Tapi begitu ia mendongak menatap wajah pria yang menyodorkannya, ia terkesiap dan berdebar-debar.
Meski asing, ia masih ingat wajah yang terlihat seperti hasil pahatan seorang maestro dengan struktur tulang kuat dan garis wajah yang mengagumkan itu. Pria di koridor tadi, batinnya senang.
Mendapati pria itu berdiri di hadapannya dengan karangan bunga yang disodorkan padanya, tak elak membuat hatinya ikut berbunga-bunga.
Sesaat momen itu terasa seperti adegan romantis sepasang kekasih. Tapi kata-kata pria itu selanjutnya membuat hati Chéri seperti retak secara tiba-tiba.
"Ayahmu memintaku memberikan ini padamu," katanya. Dan perkataan selanjutnya lagi membuat Chéri merasa ditikam telak di ulu hatinya. "Tadi ayahmu jatuh di lobi. Paramedis sudah menanganinya dan sekarang ayahmu sudah dibawa ke rumah sakit Palms of Pasadena."
Chéri tercengang dengan tatapan nanar. Kesadarannya seperti timbul dan tenggelam dalam waktu bersamaan. Tubuhnya mendadak terasa ringan seolah jiwanya sedang berusaha melayang keluar.
"Ini pasti gara-gara aku," desisnya setengah tak sadar. "Gara-gara aku… ayah jadi memaksakan diri…"
"Hey! Are you okay?" Pria tinggi itu menangkap kedua bahunya ketika tubuh Chéri nyaris terjengkang ke belakang.
"Ma---maaf," Chéri tergagap dan menyadari, kemudian melepaskan diri dan berlari keluar tanpa menoleh lagi.
Pria itu memperhatikannya dengan raut wajah prihatin. Lalu menyusulnya keluar. Tapi tidak mengejarnya. Ia berjalan terburu-buru ke area parkir seraya mengeluarkan ponsel dari saku coat-nya dan menghubungi seseorang. "Cari tahu informasi tentang keluarga Dutchskovich di St Petersburg," perintahnya, kemudian mengakhiri panggilan setelah orang di line teleponnya mengatakan sesuatu.
Ia menyelipkan ponselnya kembali ke dalam saku, kemudian menyelinap ke dalam mobilnya dan bergegas meninggalkan balai kota.
Sementara itu, di rumah sakit Palms of Pasadena…
Nyonya Dutchskovich terduduk lemas dengan wajah tertelungkup dan tersengak-sengak di tepi brankar, di sisi tubuh suaminya yang tak bergerak.
Kedua putrinya berdiri di belakangnya sambil terisak dan berpelukan.
BRUAK!
Pintu ruangan terbanting membuka, Chéri menyeruak masuk dengan napas tersengal, kemudian tercekat dengan wajah pucat. Pemandangan di depannya menjelaskan situasi yang tidak diharapkannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 87 Episodes
Comments
Lee
aku mampir di sini thor
2022-10-31
1
Nusan
Jiah mentong
2022-09-18
0
tintakering
cerita yg menarik thor...👍
2022-09-08
2