“Makan di Restoran Nusantara aja, yuk. Kamu bisa bebas memilih menu di sana,” ajak Albert.
“Aku nggak lapar,” jawab Ella ketus. Dia membuang wajahnya ke arah kiri, menghindari pandangan Albert yang duduk di kursi kemudi.
Ella terpaksa pulang bersama Albert setelah berjalan sejauh lima ratus meter dari sekolah. Cuaca yang berubah tiba-tiba, membuat Ella basah kuyup akibat kehujanan. “Kenapa hari ini nggak ada yang mendukunku, sih?” umpat Ella dalam hati.
“La, perut kamu nggak bisa bohong. Aku bisa mendengar suara cacingmu menangis histeris dari sini. Apalagi badanmu basah kuyup karena hujan,” kata Albert.
Ella tidak menyahut. Kedua telapak tangannya bertangkup menahan rasa dingin. Bibirnya terasa kaku dan membeku.
“Udah, deh. Nggak usah sok ngambek kayak anak-anak gitu. Tadi aja kmu udah hampir pingsan ‘kan di sekolah? Roti yang aku belikan saja kamu kasih kepada teman-temanmu,” kata Albert lagi.
Pria itu lalu membelokkan mobilnya ke deretan ruko, lalu berhenti di depan sebuah toko pakaian. Tanpa banyak bicara, Albert lalu turun dari mobil dan membeli pakaian untuk Ella.
“Nih, ada handuk dan baju. Kamu bisa ganti didalam kamar mandi toko itu. Aku udah meminta izin tadi.” Albert menyodorkan sebuah tas plastic pada Ella.
“Nanti aku ganti uangnya,” kata Ella sambil menerima pemberian Albert tersebut. Dia tidak bisa menolaknya, karena tubunya sudah tidak nyaman mengenakan seragam basah.
...🥀🥀🥀...
Ella mengeluarkan handuk dari dalam kantong plastic tersebut. “Hah!” Gadis itu terkejut, melihat satu set pakaian dalam berwarna cokelat, terselip di dalamnya.
“D-dia membelikan aku ini?” Ella mengangkat benda berwarna cokelat itu keluar dari dalam plastik. “Dia pikir ukuranku sebesar ini? Dasar pria mesum!” gerutu Ella.
Untung saja pakaian dalam Ella tidak basah. Dia hanya perlu mengelap tubuhnya, dan mengganti seragamnya dengan dress canti berwarna lilac yang dibelikan Albert tadi.
“Udah selesai?” kata Albert ketika Ella keluar dari toko.
“Kamu nungguin aku di sini?” ujar Ella sewot.
“Iya, aku takut kamu kabur,” bisik pria itu.
“Loh, gimana aku mau kabur? Tas sekolah aku kan ada di dalam mobil. Itu harta berharga bagiku,” celetuk Ella.
Plak! “Astaga, bodoh banget sih aku,” batin Albert sambil menepuk keningnya sendiri.
“Nih,” Ella mengembalikan kantong plastic bermerk toko itu pada Albert. Seragam sekolahnya yang basah, dia pisahkan di tempat lain.
“Apa ini? Kok dikembaliin?” tanya Albert bingung.
“Dasar cowok mesum. Ukuran punyaku nggak sebesar ini. Bisa kedodoran kalau aku memakainya,” kata Ella.
Albert mengintip isi plastic itu untuk memahami maksud ucapan Ella. “Fix, otakku ketinggalan setengah di rumah hari ini,” umpat Albert, meratapi kebodohannya sendiri.
...🥀🥀🥀...
Albert mengemudikan mobilnya di jalan utama ibukota. Suasana tampak lengang, tidak terlihat kemacetan seperti biasanya. Hujan mengguyur bumi semakin deras. Seluruh lapisan langit, tampak berwarna kelabu. Untung saja Albert membelikan dress panjang untuk Ella, sehingga gadis itu tidak merasa kedinginan.
“Jujur aja, deh. Kamu jemput aku ke sekolah, pasti ada niat lain, kan?” celetuk Ella, memecah keheningan di antara keduanya.
“La, aku datang ke sekolah beneran cuma untuk nganterin makan siang kamu, kok. Bukan yang aneh-aneh,” jawab Albert.
“Bohong banget,” cibir Ella. Biasanya kamu juga nggak pernah memperhatikan aku, apalagi sampai datang ke sekolah,” sindir remaja berkulit cerah.
“Aku sering kok datang ke sekolah kamu, La. Makanya Pak Guru nggak banyak tanya padaku,” kata Albert dalam hati.
“Kok diam? Noh, nggak bisa jawab, kan?” Ella menyeringai lebar.
“Hah, iya, deh,” ujar Albert pura-pura mengalah. Dia memanfaatkan situasi ini untuk bernegosiasi dengan Ella.
“Aku datang ke sini, karena mama kamu sangat mengkhawatirkanmu. Dia bilang kamu mengurung diri di kamar dan nggak makan dari kemarin. Apa kamu nggak kasihan sama mama?” ujar Albert dengan sengaja.
Pria itu melirik ke kiri, untuk melihat ekspresi Ella. Menurut Albert, lebih baik menunjukkan sikap tegas di depan gadis keras kepala ini, daripada memberi tahu seberapa pedulinya dia terhadap Ella.
“Kasihan? Kenapa aku harus kasihan sama mama, cuma kerna nggak punya pasangan? Memangnya saat ini ada yang kasihan sama aku? Nggak kan?” balas Ella. Pandangannya lurus ke depan, menatap aspal yang basah terkena hujan.
Albert menarik napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. “Benar-benar kepala batu nih anak. Susah banget mengubah pola pikirnya,” ujar Albert dalam hati.
“Gini ya, La. Kamu tahu, kan? Mama kamu itu bekerja keras siang malam, demi menyekolahkan kamu di tempat yang baik,” kata Albert.
“Tentu aja aku tahu. Sejak papa meninggal, mama selalu bekerja siang dan malam. Sampai kami jarang ketemu dan mengobrol,” sahut Ella.
“Makanya aku nggak pernah minta macam-macam. Pakai HP seken model jadul aja aku nggak masalah,” lanjut gadis itu. “Jadi maksudnya aku harus balas budi pada mama, dengan merelakan kalian menikah?” lanjut Ella dengan wajah masam.
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments