“Astaghfirullah, Ella. Itu udah keterlaluan!” Om Ganendra berdiri, dan menarik lengan Ella. “Ayo kita ke ruang tengah. Kita bicara berdua,” ucap pria itu.
“Nggak perlu!” Ella melepaskan tangannya dari genggaman Om-nya tersebut, lalu berlari ke kamar. Brak! Remaja tujuh belas tahun itu membanting pintu kamar, hingga rumah berdinding kayu itu bergetar.
“Maafkan saya,” ucap Ghina pada Albert dan ibunya.
“Nggak apa-apa, Ghina. Ini bukan salahmu. Ella pasti sangat terkejut dengan kedatanganku. Aku mengerti perasaannya,” ujar Albert. “Aku rasa Ella butuh waktu untuk menenangkan diri. Sekarang kami pamit undur diri dulu,” lanjut pria muda berwajah tampan dengan rambut hitam dan mata biru itu.
“Ah, kenapa tidak makan dulu? Saya sudah menyiapkan hidangan untuk makan malam bersama?” ujar Ghina merasa bersalah pada tamunya.
“Tidak usah. Aku akan semakin merasa bersalah kalau kita makan bersama, sedangkan Ella sedang bersedih di kamar,” tolak Albert dan ibunya.
“Tapi aku sudah memasak banyak hari ini,” ucap Ghina dengan rait wajah kecewa.
“Gimana kalau dibungkus aja, biar bisa makan di rumah,” usul Galena.
“Oh, boleh juga. Terima kasih, Nak,” sahut ibunda Albert.
...🥀🥀🥀...
“Nak, kamu sudah tidur?” Ghina mengetuk pintu kamar putrinya. “Nak? Mama mau bicara sebentar.” Ghina memanggil putrinya berulang kali, namun tetap tidak ada jawaban.
“Apa dia udah tidur, ya?” pikir Ghina. Wanita itu lalu membalikkan badan, hendak menuju ke kamarnya.
Ceklek! Tiba-tiba pintu kamar terbuka. Ella muncul mengenakan piyama. Riasan di wajahnya telah dibersihkan. Matanya tampak bengkak karena menangis.
“Sayang, Mama pikir kamu udah tidur,” ucap Ghina dengan lembut.
“Jangan pura-pura baik padaku, Ma. Aku benci mendengarnya,” sahut Ella dengan ketus.
“Ke mana anak Mama yang manis dan sopan, ya?” Ghina tampak sedih.
“Kok pake tanya? Kan Mama sendiri yang membuatku begini?” balas Ella dengan nada lebih tinggi. “Katakan padaku dengan jujur, apa yang kalian sembunyikan?” tanya Ella.
“Mama nggak ada sembunyikan apa-apa dari kamu, Nak,” ucap Ghina. Wanita itu hendak mengusap rambut putrinya. Namun Ella menepisnya dengan cepat. “Ayo kita ke ruang tengah dan bicara di sana,” ajak Ghina dengan suara parau.
“Nggak usah! Kita ngobrol di sini aja,” tolak Ella. “Kalau emang nggak ada masalah, terus apa ini? Kenapa Mama mau menikah lagi? Apa kata teman-temanku nanti kalau mereka tahu? Apa kata para tetangga di sini?” Ella menghujani Ghina dengan rentetan pertanyaan.
Ghina menahan air matanya agar tidak tumpah. “Nak, nggak ada pernikahan yang tiba-tiba,” bisiknya lirih. “Mama hanya ingin memberikan yang terbaik untuk keluarga kita,” kata Ghina.
“Terbaik? Menikah dengan berondong kaya raya, menurut Mama hal yang terbaik?” sindir Ella. “Apa Mama nggak takut digunjingkan tetangga nanti?”
“Pernikahan ini ‘kan dilaksanakan baik-baik. Jadi kenapa harus malu?” balas Ghina.
“Oh, jadi Mama langsung setuju gitu aja? Aku nggak punya calon adik dari pria itu ‘kan di situ?” Ella menunjuk ke arah perut mamanya.
“Astaga, Nak. Apa yang kamu pikirkan? Mama bukan orang yang seperti itu!” Ghina mulai marah.
“Ya jadi apa dong alasannya? Emangnya laki-laki di dunia ini cuma dia? Kenapa harus sama dia?” Ella tidak terima dengan keputusan mamanya.
“Ya karena dia yang berani meminang Mama,” balas Ghina pula.
“Albert memang ganteng. Dia cowok mapan dan mandiri. Tapi umurnya baru dua puluh lima tahun. Sedangkan Mama?” jelas Ella.
Ghina menghela napas dalam-dalam. Sudut matanya mulai basah. Benteng pertahanan yang dia buat dari tadi, perlahan mulai runtuh.
“Bukan begitu, Ella. Seperti yang dikatakan Albert tadi, dia yang duluan menyukai Mama dan berniat meminang. Mama tidak memintanya,” jelas Ghina. Dia berusaha mengatur emosinya agar tidak meledak.
“Tapi Mama mau, kan? Buktinya, dia sampai datang ke sini bersama ibunya. Mama pasti sudah tahu tujuannya datang kemari. Padahal Mama bisa saja menolaknya. Mama ‘kan punya pilihan,” kata Ella, menyerang mamanya bertubi-tubi.
“Kalau kamu nggak setuju ya udah, nggak apa-apa. Tapi jangan membentak-bentak Mama seperti ini,” tegur Ghina dengan nada tinggi. Selama ini dia mengenal Ella sebagai anak yang santun, lembut dan hormat sama orang tua.
“Mama yang duluan bikin aku kesal dan kecewa,” kata Ella. Air mata mengalir di pipinya yang halus, tanpa seizinnya.
“Maafkan Mama, Nak. Mama belum bisa menjadi ibu yang baik untuk kamu.” Air mata Ghina pun tumpah. Wanita itu berusaha memeluk putri tunggalnya tersebut, tetapi Ella mengelak dengan cepat.
Gadis belia itu sama sekali tidak iba melihat sang ibu menangis. Dia justru merasa benci dan jijik. “Jadi lamaran ini ditolak, kan? Aku sama sekali nggak setuju,” kata Ella dengan tegas.
“Nak …” Ghina menyeka air matanya.Dia menatap Ella dengan penuh harap.
“Oh, jadi Mama masih mau nego? Mama pikir aku bakal mengizinkan?” sindir Ella. Ghina hanya menghela napas panjang.
“Dia itu majikan kita, Ma. Mama bekerja sebagai asisten rumah tangganya. Orang pasti akan berpikir yang bukan-bukan, kalau Mama menikah dengannya,” Ella terus melontarkan isi hatinya.
“Turunkan nada bicaramu, Ella! Ini Mama kamu, bukan temanmu! Nggak pantas kamu bicara seperti itu pada Mama!” Ghina menepuk dadanya dan berbicara lantang pada putrinya. “Dari tadi Mama bicara dengan lembut padamu, tapi kamu selalu membalas dengan nada lebih tinggi.”
Emosi Ghina sudah tidak tertahankan. Bahunya terlihat naik turun, karena napasnya yang terasa sesak. “Memangnya salah kalau Mama menikah lagi?”
“Jelas salah, kalau dia orangnya!” jerit Ella. “Mama bisa pilih orang lain yang seumuran dengan Mama, kan?”
“Tapi hanya dia yang mau melamar Mama yang tua dan banyak kekurangan ini.” Ghina terus membela diri.
“Pokoknya aku nggak setuju!” Bruk! Ella membanting pintu kamar, hingga dinding papan rumah itu bergetar kuat.
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
kalea rizuky
lagian ne emaknya gatel uda tua gk tau diri sh pantes anaknya marah
2024-12-26
0
Helena Rusliana
sudah tua dan banyak kejurangan mau aja dilamar Brondong dasar gx tahu diri dan gx tahu umur
2023-01-30
0
Alfarossa
Seru nih. Auto Fav deh
2022-09-01
5