“Nih, untuk kalian.” Ella meletakkan sebungkus roti yang diberikan Albert tadi ke atas meja. Suasana kelas cukup riuh, karena kelas sudah usai dan waktunya pulang sekolah.
“Wow, roti Jeco. Kok nggak di makan?” tanya Maira. Dia sungkan untuk mengambil roti itu, karena melihatnya masih utuh, kotaknya belum dibuka oleh Ella.
“Udah kenyang,” jawab Ella singkat.
“Udah kenyang? Emang kamu makan apaan di UKS? Paling cuma teh manis sama biscuit kelapa,” balas Maira.
“Aku dibelikan nasi goreg kantin tadi,” kata Ella. Sebenarnya dia hanya memakan sebuah tahu goreng. Sisanya ia berikan pada petugas UKS. “Mending aku makan nasi goreng, daripada roti dari dia,” batin Ella. Entah kenapa dia kembali merasa kesa.
“Rugi banget, La. Lebih enakan roti Jeco lah, dibandingin nasi goreng kantin,” sahut Maira. “Eh, btw kamu ngapain dari tadi di UKS? Kirain udah pulang sama cowok cakep tadi,” lanjut Maira.
“Ngapain pulang? Mendingan aku bobok cantik di UKS. Ada TV dan AC lagi,” kata Ella.
“I-iya, sih. Tapi cowok itu siapa, sih? Aku nggak pernah lihat? Sepupumu, ya?” bisik Maira.
Ella kembali cemberut mendengar pertanyaan dari Maira. Ingatannya berputar ke saat-saat Albert mengusap rambutnya. “Aku nggak akan mengubah keputusanku.” Kalimat Albert tersebut berputar-putar di telinga Ella, membuat hatinya pecah berkeping-keping.
“Oh iya, aku baru ingat. Kita ada tugas dari Bu Ovy, disuruh bikin prakarya dari kain batik.” Maira mengalihkan cerita, karena melihat Ella enggan menjawab pertanyaannya. Maira tidak ingin memaksa sahabatnya itu untuk bercerita.
“Gampang aja, sih. Tinggal beli aja di toko souvenir. Cari harga yang paling murah dan kualitasnya jelek, biar dikira kita bikin sendiri,” celetuk Naya, yang baru aja bergabung.
“Boleh juga tuh idemu,” ujar Ella sambil tertawa kecil.
“Ya udah. Pulang, yuk. Gak sabar nih, pengen rebahan,” ajak Naya.
“Kuy, lah,” sahut Ella dan Maira. Hari ini Ella berencana langsung pulang ke rumah dan mengurung diri di kamar ketika mamanya pulang. “Eh, ini roti untuk kalian berdua aja. Aku lagi nggak nafsu makan manis-manis,” ujar Ella.
Maira dan Naya saling berpandangan. “Kamu yakin? Dia sengaja belikan roti mahal untuk kamu, loh,” tanya mereka berdua.
“Iya, aku serius. Perutku lagi nggak enak untuk makan roti manis,” kilah Ella.
“Ya udah, deh. Besok-besok aku ganti traktir di kantin, deh,” sahut Maira disertai anggukan kepala Naya.
“Nggak usah. Kan aku dapat gratis, bukan beli pakai uang sendiri,” balas Ella.
***
“La, lihat tuh di gerbang.” Maira menunjuk ke arah gerbang sekolah dengan isyarat mata.
“Astaga!” seru Naya kaget.
Ella memandang ke arah gerbang. Dia menajamkan indera penglihatannya, untuk melihat apa yang dilihat Maira dan Naya barusan. Beberapa detik kemudian, raut wajah Ella merah padam.
“Hah, ya ampun. Ngapain lagi dia sini?” gerutu Ella dalam hati. “Guys, kayaknya barangku ada yang ketinggalan di kelas, deh,” ucap Ella berusaha kabur.
Sayangnya dia terlambat. kedua temannya sudah berjalan duluan dan mengobrol dengan supir ganteng yang menjemput Ella tersebut. Cowok itu sudah berganti dengan pakaian casual, membuat ketampanannya semakin terpancar. Maira dan Naya meminta maaf pada Albert, karena merasa tidak enak sudah membawa roti milik Ella.
“Ella!” seru Albert sambil melambaikan tangannya. Senyumnya yang manis, membuat para siswi terhipnotis melihatnya.
“Ugh, sial!” Ella tidak bisa kabur lagi. Dia terpaksa mendekati gerbang sambil memasang wajah masam.
“Gimana keadaanmu?” tanya Albert dengan suara lembut.
“Udah baikan,” jawab Ella jutek.
“Aku antar pulang, ya,” ujar Albert menawarkan diri.
“Nggak perlu. Aku bisa pulang sendiri. Siang-siang gini banyak angkot, kok,” jawab Ella.
Maira dan Naya mengerutkan kening, melihat interaksi antara Ella dan Albert. “Apa hubungan mereka berdua sebenanrnya?” pikir kedua siswi tersebut.
Albert tidak menyerah begitu saja ketika mendengar jawaban Ella. Pria itu berjalan mendekati Ella. “Kamu nggak punya ongkos pulang, kan? Mau jalan kaki sampai rumah?” bisiknya di telinga gadis itu.
Ella bisa mencium dengan jelas, wangi parfum sang majikan. Wajahnya memerah, menahan rasa malu dan kesal.
“La, aku duluan, ya. Udah dijemput kakakku, tuh,” ucap Naya, memecah rasa canggung Ella.
“Aku juga pulang duluan, ya. Bus aku udah datag,” ucap Maira pula. Kedua temannya itu semakin merasa canggung melihat kedekatan antara Albert dan Ella.
“Fix, deh. Itu pasti pacar Ella,” pikir Naya dan Maira.
“Guys, jangan tinggalin aku. Please,” ujar Ella. Tapi kedua temannya itu tidak menoleh lagi ke belakang. Mereka meinggalkan Ella bersama pria yang menyebalkan.
Albert tersenyum tipis dan melirik ke arah Ella. “Mereka nggak dengerin kamu, tuh. Sekarang tinggal kita berdua di sini,” ujar Albert.
Ella memandang sekeliling. Benar aja, halaman sekolah itu sudah tampak sepi. Para siswa berada di halte bus depan sekolah. Sebagian lagi sudah dijemput pulang.
“Pulang bareng aku aja, kalau kamu nggak mau jalan kaki sejauh delapan kilometer,” sindir Albert. “Aku lapar, nih. Makan siang di mana kita?” kata pria itu lagi.
“Nggak usah sok akrab denganku!” Ella sudah berani membantah pria itu, karena tidak ada lagi yang memperhatikan mereka berdua. Remaja itu lalu pergi meninggalkan Albert yang masih tersenyum manis padanya.
(Bersambung)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 125 Episodes
Comments
Cancan
Hohoho... galak ya Neng. Tapi susah sih, mau baper tapi dianya calon papa tiri
2022-09-05
5