18

"Kamu kenal Markonah?" tanya Rasya menatap Agnes tidak percaya. Namun, kening Agnes justru mengerut saat mendengar pertanyaan Rasya.

"Markonah siapa?" tanya Agnes bingung.

"Maksudku Margaretha." Rasya meralat ucapannya. Agnes mengangguk sembari membulatkan bibir tanda paham.

"Kita berteman saat bertemu di rumah sakit. Saat aku dan dia sama-sama dirawat."

"Dirawat? Kapan?" Kali ini, Zety yang bertanya tidak sabar. Sama sekali tidak bisa mengingat kapan Margaretha dirawat di rumah sakit karena setahu dia, sahabatnya itu selama ini baik-baik saja.

"Beberapa hari yang lalu," jawab Agnes.

Ketiga sahabat Margaretha pun langsung melayangkan tatapan yang begitu menuntut ke arah Andra yang saat ini sudah terlihat gugup. Andra memalingkan wajah dan membuat mereka makin menatap curiga.

"Ndra!" Suara Zety setengah membentak. Andra yang mendengar itu pun menghela napas panjang dan mengembuskan secara kasar.

"Ya. Margaretha yang menyuruhku untuk menyembunyikan semuanya dari kalian. Dia kecelakaan saat mau interview," sahut Andra pelan.

"Lu jahat, Ndra!" Zety menatap Andra kecewa.

"Aku hanya mengikuti perintah Margaretha." Andra masih membela diri.

"Sudahlah. Jangan berdebat karena ini bukan waktunya kita untuk berdebat. Sekarang, lebih baik kita segera menyusun rencana untuk menyelamatkan Margaretha." Pandu berusaha menengahi. Mereka pun akhirnya sama-sama menutup rapat mulutnya.

"Aku akan membantu kalian," cetus Agnes. Tatapan mereka pun mengarah kepada Agnes yang saat ini sedang tersenyum dan raut wajahnya tampak serius.

"Apa yang bisa kamu lakukan? Paling juga kamu hanya bisa menangis dan merengek kepada papamu itu," ucap Andra menghina. Agnes bersidekap dan langsung melirik sinis ke arah Andra.

"Jangan meremehkanku!"

"Kita buktikan saja." Andra membalas tatapan Agnes tak kalah sinis.

Eldrick pun melerai perdebatan mereka dan langsung menyusun rencana bersama untuk bisa menyelamatkan Margaretha. Agnes pun mendengar dengan seksama.

***

"Ke mana putriku." Janu mengacak-acak rambutnya karena terlalu khawatir dan gelisah dengan keadaan Agnes. Dia sudah berusaha mencari ke tempat di mana biasa melihat Andra dan Margaretha, tetapi tidak ada satu pun tanda-tanda keberadaan Agnes. Bahkan, semua anak buah Janu juga tidak bisa menemukannya. Janu terus mencoba menghubungi ponsel Agnes, tetapi nomor tersebut sampai sekarang tidak bisa dihubungi sama sekali.

"Kalau sampai terjadi apa-apa dengan putriku maka aku tidak akan pernah memaafkan kalian!" Janu memukul tembok untuk meluapkan kekesalannya. Sungguh, dia mengutuk siapa pun yang sudah berani menculik Agnes. Baru saja memejamkan mata, Janu langsung tersentak saat teringat ucapan Margaretha. Kekhawatiran makin dia rasakan saat pikiran buruk membayanginya. Bagaimana jika Agnes mengalami apa tanya dialami oleh Margaretha sekarang.

Janu pun bergegas ke gudang untuk melihat keadaan Margaretha. Janu pikir, Wibisono sedang sibuk menggagahi gadis itu. Akan tetapi, Janu justru melihat Margaretha sedang tertidur meringkuk dengan tangan terikat dan belum memakai baju. Hanya celana panjang dan bra yang gadis itu kenakan.

Langkah Janu sangat pelan mendekati Margaretha karena khawatir akan membangunkan gadis itu. Dia pun berjongkok di samping Margaretha dan menatapnya dalam. Janu merasa kasihan dan tidak tega, tetapi saat melihat wajah Margaretha yang sangat mirip dengan Affandra membuat lelaki itu mengepalkan tangan. Menatap Margaretha penuh benci bahkan tanpa sadar menepuk pipi cukup kencang bahkan lebih seperti tamparan untuk Margaretha.

Tubuh Margaretha terjengkit karena terkejut dan ketika membuka mata, Margaretha mengembuskan napas kasar saat melihat Janu yang sedang menatap ke arahnya.

"Enak sekali kamu tidur!" Janu berbicara setengah membentak dan kembali merem*s dagu Margaretha. Jika tadi Margaretha meringis kesakitan, tetapi tidak kali ini. Gadis itu justru terlihat sangat tenang. Tidak ada sedikit pun ketakutan yang terlihat dari raut wajah Margaretha.

"Kenapa kamu belum juga membunuhku?" tanya Margaretha menantang.

"Kamu yakin sudah siap untuk mati?" tanya Janu, makin menguatkan cengkraman tangannya.

"Untuk apa aku takut mati? Justru itu yang aku inginkan. Aku bisa bertemu papa dan mamaku. Tidak harus kesepian di dunia ini," ucap Margaretha dengan entengnya. "Kalaupun aku mati saat ini, tidak ada yang menangisi kepergianku apalagi sampai merasa kehilangan. Tapi, kamu bayangkan saja jika putrimu itu yang mati di tangan mereka? Aku yakin duniamu akan hancur saat itu juga! Arrggh!"

Margaretha mengerang saat Janu mencengkeram kuat bahkan membuat dagu Margaretha sampai berdarah karena terkena kuku Janu. Lalu lelaki itu menghempaskan secara kasar hingga kepala Margaretha tertoleh ke samping.

"Jaga bicaramu! Kamu tidak berhak berbicara seperti itu!" bentak Janu. Merasa geram setelah mendengar ucapan Margaretha.

"Aku hanya berbicara faktanya saja. Kamu juga akan merasakan apa yang aku rasakan sekarang dan kamu akan tahu betapa sakitnya kehilangan orang yang kita sayang dan berharga dalam hidup kita." Margaretha berbicara tanpa rasa takut sedikit pun.

"Argghhh!!! Dasar sialan!"

Janu kembali ke luar ruangan. Jika terus-terusan di dalam maka yang ada dirinya akan makin stres karena ucapan Margaretha yang mampu membuat hatinya terasa diombang-ambing. Ketika hendak pergi untuk mencari Agnes, langkah Janu terhenti di ruang tamu saat mendengar ponselnya yang berdering. Dia segera merogoh saku celana dan tanpa menunggu lama menerima panggilan tersebut saat melihat nama Agnes tertera di layar.

"Hallo, Sayang. Kamu di mana?" tanya Janu tidak sabar.

"Papa, kapan pulang dari luar kota. Aku sudah sangat merindukan Papa." Suara rengekan Agnes dari seberang telepon membuat Janu sedikit bernapas lega.

"Besok papa akan pulang, Sayang. Kata anak buah papa kamu kabur dari rumah sakit. Katakan pada papa di mana kamu sekarang?" Janu berbicara selembut mungkin agar Agnes tidak curiga.

"Aku bosen di rumah sakit terus. Jadi, aku jalan-jalan aja sendiri, Pa. Sekarang aku sedang dalam perjalanan ke rumah Mama Anjani. Lama sekali aku tidak ke sana."

"A-Apa!" Janu tercengang mendengar ucapan Agnes.

"Kenapa Papa seperti sedang sangat kaget?"

"Ti-tidak, Sayang. Papa cuma khawatir kamu pergi ke rumah Mama Anjani sendirian. Kalau begitu biar anak buah papa segera menyusul. Kamu sudah sampai mana?" Janu benar-benar merasa sangat gugup.

"Tidak perlu, Pa. Aku sudah sampai di depan pintu gerbang. Nanti saja biar mereka menjemput ke sini setelah aku puas bermain di rumah mama," celoteh Agnes.

Janu pun melangkah lebar naik ke lantai atas, dan mematikan panggilan tersebut agar Agnes tidak mendengar suara langkah kakinya yang terburu. Ketika telah sampai di lantai dua, Janu terdiam saat melihat sebuah mobil hitam berhenti di depan pintu gerbang.

"Astaga." Janu mengusap wajah kasar dan bingung apa yang harus dilakukannya saat ini.

🤪🤪

sepertinya Othor butuh kopi biar semangat ngetik 😂😂

lanjut gak nih?

lanjut lah, Thor! Masa kagak!

Terpopuler

Comments

nurcahaya

nurcahaya

wah.....rasakan Janu karna tim bala bantuan Etha bakal menyerbu dan mnyerang dirimu.
apalagi mereka juga punya umpan buat menang kapmu

2022-09-14

0

Wati Simangunsong

Wati Simangunsong

kercapp jga nie agness

2022-09-14

0

Reni Dannie

Reni Dannie

saat sedang menggebu2 tiba2 cerita bersambung

rasanya lh melayang trs d jatuhkan, beuuuhhnj

2022-09-14

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!