02

Andra mengembuskan napas lega saat melihat Margaretha yang sudah kembali tertidur lelap. Yang membuat Andra sedari tadi tersenyum adalah Margaretha tertidur sembari menggenggam tangannya erat. Sangat susah dilepaskan. Padahal Andra sudah merasa cukup pegal karena berada dalam posisi yang sama lebih dari satu jam.

Dengan gerakan perlahan, Andra melepaskan tangan Margaretha. Lalu turun dengan gerakan hati-hati agar tidak membangunkan gadis itu. Persis seperti seorang ibu yang tidak ingin anaknya terbangun. Setelahnya, Andra berjalan mengendap keluar dari kamar tersebut.

Andra pun kembali duduk bersandar di sofa ruang tamu. Menghirup napas dalam dan mengembuskan secara perlahan. Dia pun mengambil ponsel miliknya dan membuka kunci layar. Tiba-tiba, rahang Andra mengetat saat melihat tampilan CCTV yang terpasang di tempat tersembunyi.

"Ternyata dia sudah tahu tempat tinggal Margaretha. Kurang ajar!" Andra mendes*hkan napas secara kasar untuk sedikit mengurangi emosi yang hampir menguasainya. Otaknya berpikir keras. Mencari cara di manakah tempat yang aman untuk Margaretha saat ini.

Ketika pikirannya sedang sedikit kacau, ponsel Andra berdering dan dengan segera dia menerima panggilan tersebut saat melihat nama Eldrick tertera di layar.

"Hallo, Yah."

"Ndra. Kenapa suaramu seperti orang terburu-buru?" tanya Eldrick heran.

"Yah, dia sudah tahu tempat tinggal Margaretha. Bahkan, dia barusan meneror Margaretha dengan menakutinya lewat kaca jendela kamar," terang Andra. Dia tidak mau berbicara basa-basi lagi.

"Kalau begitu. Kita harus bergerak cepat. Bagaimana kalau kalian tinggal di sini saja? Ayah tidak mau terjadi apa-apa dengan nona muda." Suara Eldrick terdengar penuh kekhawatiran.

"Tidak!" tolak Andra cepat. "Aku tidak mau kalau sampai mereka tahu Ayah masih hidup. Aku tidak mau Ayah terluka," imbuhnya.

"Tapi, Ndra ...."

"Sudahlah, Yah. Nanti biar aku pikirkan kalau sudah tenang. Sekarang aku mau tidur."

"Kalau begitu, selamat tidur. Jangan lupa jaga diri kalian baik-baik dan selalu kabari Ayah kalau ada apa-apa," nasehat Eldrick.

"Baik, Yah. Selamat istirahat."

Panggilan itu pun terputus. Setelahnya Andra memejamkan mata dan berusaha tertidur meskipun pikirannya seperti sedang perang.

***

Plak!

Bug!

Seorang lelaki berbadan kekar jatuh tersungkur karena mendapat tamparan dan pukulan di tubuhnya. Dengan gerakan cepat dia segera bangun sebelum mendapatkan pukulan lagi.

"Bodoh! Kalian benar-benar bodoh! Menghabisi satu gadis aja tidak becus!" umpat lelaki bertopi koboi dengan luka codet di pipinya.

"Maaf, Bos. Tapi gadis itu memiliki penjaga yang sangat jeli." Lelaki yang barusan tersungkur itu menjawab.

"Penjaga? Siapa?" tanya lelaki bertopi tadi.

"Saya belum tahu, Bos," jawabnya ketakutan. Dia mundur beberapa langkah agar bisa menghindar jika mendapat serangan tiba-tiba dari bosnya.

"Bodoh!" umpatnya lagi. Tangannya naik hendak menampar lagi, tetapi gerakannya terhenti saat seseorang memanggilnya dari ambang pintu.

"Bos Janu."

Lelaki bertopi itu menoleh. Menatap anak buah yang sedang berjalan mendekat dengan tergesa. Tatapannya begitu menyelidik hingga membuat anak buahnya sedikit beringsut.

"Bos, semalam aku sudah mendatangi rumah gadis itu. Ternyata anjing penjaganya berada di sana," ucap anak buah yang bernama Wibisono itu.

"Anjing penjaga?" Kening Janu mengerut dalam.

"Ya, lelaki yang selalu bersama gadis itu," terang Wibisono mulai terlihat tenang.

"Jangan bilang kamu juga gagal, Bison!" Suara Janu menggelegar di ruangan itu.

"Kurang lebih begitu, Bos. Tapi aku akan berusaha lagi," ucap Wibisono, tersenyum seolah tidak berdosa. Janu mendengkus kasar, anak buahnya yang satu ini memang tergolong sengklek jika sedang biasa. Akan tetapi, di suasana genting dia bisa saja berubah menjadi manusia yang menyeramkan dan paling kejam di antara seluruh anak buah Janu.

"Kupegang ucapanmu! Kalau sampai kamu gagal menghancurkan gadis itu maka aku tidak akan segan-segan memotong lehermu!"

"Astaga." Wibisono memegang lehernya sembari bergidik ngeri. Membayangkan lehernya benar-benar dipotong oleh Janu. Melihat tingkah Wibisono, Janu justru berdecih kesal. Lelaki itu benar-benar pintar bersandiwara.

"Kalau begitu, apa pun caranya kalian harus bisa membawa gadis itu ke hadapanku baik dalam keadaan hidup ataupun tidak!" perintah Janu.

"Bos, kenapa sih tidak sejak dulu aja, bunuh gadis itu. Kenapa bos justru melepaskan dia," protes Wibisono menghentikan gerakan kaki Janu yang hendak melangkah ke kamar. Janu berbalik dan menatap tajam ke arah anak buah kurang ajarnya itu.

"Kamu pikir aku tega menyakiti dia? Ingat, Bison! Aku juga punya seorang putri!" timpal Janu tegas.

"Lalu kenapa sekarang Bos ingin menghabisi dia?" Pertanyaan Wibisono berhasil menyudutkan Janu.

"Bisakah mulutmu jangan terlalu kurang ajar? Jika terus saja berisik maka aku tidak akan segan-segan mengurungmu di gudang yang penuh kecoak!" ancam Janu. Kali ini Wibisono benar-benar bergidik ngeri. Dibalik sikap kejamnya, dia paling takut dengan kecoak. Hewan yang sangat menjijikkan menurutnya.

Setelah Wibisono benar-benar diam, Janu pun kembali melangkah ke kamar dan langsung ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Janu berdiri di depan kaca besar yang terletak di sana. Menatap pantulan wajahnya. Tiba-tiba rahangnya terkepal erat dan memukul kaca itu hingga pecah.

"Arrggh!! Sampai kapan pun aku akan membencimu meski kamu sudah mati di tanganku, Anjani! Dan tunggu saja setelah ini putrimu dengan Affandra si pengkhianat itu akan menyusul kalian. Hahaha." Janu tergelak keras, seperti orang gila. Bahkan, tangannya yang terluka pun tidak dia rasakan sama sekali.

"Hallo," sapa Janu saat baru keluar kamar mandi dan mendengar ponselnya berdering.

"Papa kenapa belum ke sini?" Suara dari seberang telepon berhasil membuat amarah Janu sirna.

"Papa baru selesai mandi, Sayang. Setelah ini Papa akan ke rumah sakit. Tunggu sebentar ya." Suara Janu terdengar sangat lembut. Berbeda jauh saat berbicara dengan anak buahnya tadi.

"Baiklah. Kalau sampai Papa terlambat satu menit saja. Maka Papa harus mendapat hukuman," rajuknya. Janu pun tergelak dan mengiyakan. Setelahnya panggilan itu pun terputus begitu saja.

"Dasar anak manja," gumam Janu. Bibir lelaki itu tersenyum getir saat menatap foto putrinya yang memenuhi layar ponselnya.

Terpopuler

Comments

Cici_sleman

Cici_sleman

nahhhh pertanyaan itu yg ad dlm otak ku tadi

2024-02-10

0

𝐀⃝🥀senjaHIATᴳ𝐑᭄⒋ⷨ͢⚤🤎🍉

𝐀⃝🥀senjaHIATᴳ𝐑᭄⒋ⷨ͢⚤🤎🍉

ternyata masa lalu markonah penuh misteri

2022-10-09

0

DeeDE

DeeDE

Siapa jatidiri markonah?

2022-09-16

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!