Margaretha terkejut saat Andra melepaskan jaket dan baju yang dikenakan. Lalu berjalan cepat mendekati Margaretha. Dalam hati Margaretha merasa yakin kalau Andra akan ikut menodai dirinya. Sama seperti apa yang dilakukan Wibisono. Margaretha pun hanya bisa menangis karena tidak memiliki tenaga untuk melawan sama sekali.
Namun, ternyata pikiran Margaretha terlalu buruk. Tidak seperti apa yang ada dalam pikiran Margaretha. Andra justru membantu melepaskan ikatan tangan Margaretha dan memakaikan baju miliknya ke tubuh Margaretha.
"Ndra." Suara Margaretha tertahan. Dia mendongak dan menatap Andra penuh memelas.
"Pakailah bajumu. Kita harus segera pergi dari sini." Andra dengan telaten memakaikan baju tersebut. Kemudian, membopong Margaretha keluar dari sana. Margaretha tidak menolak sama sekali. Dia hanya bisa diam dan bingung harus berbuat apa saat ini.
Ketika sampai di ruang tamu, Margaretha terkejut melihat betapa ramainya di sana. Bahkan, mereka sama-sama membawa pistol dan saling mengarahkan ke yang lain. Yang membuat Margaretha makin terkejut adalah kehadiran Agnes di sana. Margaretha pun memaksa untuk turun dari gendongan Andra.
"Agnes!" panggil Margaretha setengah berteriak. Dia bahkan berjalan cepat mendekati Agnes lalu saling berpelukan erat. Agnes pun membalas pelukan tersebut dan membuang pistol milik Janu secara sembarang.
"Etha! Aku tidak menyangka kalau kamu ada di sini." Agnes mengeratkan pelukannya. Jujur, dalam hati Agnes merasa sangat bahagia saat mengetahui kalau Margaretha adalah adiknya meskipun berbeda ayah.
"Bagaimana kamu bisa di sini?" tanya Margaretha heran. Dia menatap Janu dan yang lain secara bergantian.
"Aku ke sini untuk menyelamatkanmu. Lebih baik sekarang kamu pergi. Biar aku yang membalas mereka." Agnes berbicara yakin. Namun, Margaretha menggenggam tangan Agnes erat sembari menggeleng.
"Tidak! Aku tahu tubuhmu tidak baik-baik saja. Lebih baik sekarang kamu pulang, biar aku di sini. Seharusnya memang aku yang ada di sini, Nes." Margaretha menatap penuh memohon ke arah Agnes karena merasa tidak tega saat melihat napas Agnes yang masih tersengal. Margaretha yakin kalau Agnes sedang menahan rasa sakit saat ini.
"Agnes ...." Janu hendak mendekat, tetapi Agnes langsung melarang bahkan melayangkan tatapan tajam hingga membuat Janu bergeming di tempatnya. Mendengar suara Janu, dengan gerakan cepat Margaretha menarik tubuh Agnes dan menyembunyikan di belakang tubuhnya.
"Jangan sakiti dia! Kamu ingin membunuhku 'kan? Maka bunuh aku saja!" teriak Margaretha. Agnes terkejut saat mendengar itu dan langsung memeluk Margaretha dari belakang.
"Kalau kamu mati maka aku juga akan ikut mati bersamamu, Etha." Napas Agnes mulai tidak karuan.
"Tidak. Kamu tidak boleh berbicara seperti itu. Lebih baik sekarang kamu kembali ke rumah sakit. Biar Andra mengantarmu. Jangan sampai kamu terluka, Nes." Margaretha berbalik dan memegang kedua bahu Agnes. Dia bisa melihat dengan jelas wajah Agnes yang mulai memucat.
"Etha ... aku ... mau di sini denganmu."
"Nes, dengarkan aku. Papamu sekarang sedang di luar kota bukan? Kalau sampai dia mendengar kamu drop, aku yakin dia pasti akan sangat sedih. Jangan membuat papamu khawatir nantinya."
"Etha ...."
"Menurutlah apa kataku. Kalau kamu sayang sama papamu maka kamu harus selalu jaga kesehatan. Karena aku yakin, batinnya akan terluka saat melihat ratu di hatinya sakit seperti ini. Bukankah kamu bilang papamu sangat sayang padamu? Maka kamu harus membalas kasih sayangnya." Air mata Margaretha mengalir tanpa sadar, begitu juga dengan Agnes yang langsung memeluk Margaretha sangat erat.
Janu pun merem*s dada saat merasakan nyeri di sana. Ada desiran sakit ketika mendengar ucapan Margaretha yang seperti tamparan keras untuknya. Demi apa pun, Janu tidak mampu lagi menahan air mata agar tidak terjatuh.
"Sayangilah papamu selagi kamu masih bisa memeluknya, Nes. Karena aku pernah merasakan betapa sakitnya kehilangan kedua orang tua." Cairan bening makin mengalir deras seiring pelukan Agnes yang makin mengerat.
"Ma-maafkan papaku, Etha. Dia sudah berdosa besar padamu." Ucapan Agnes mulai terdengar putus-putus.
"Apa maksudmu?" tanya Margaretha. Melepas pelukan itu dan menatap Agnes penuh tanya.
"Sebenarnya, papaku ada di sini. Dia adalah papaku, Etha." Agnes menunjuk Janu. Melihat itu, sontak membuat Margaretha tercengang. Dia menatap Agnes dan Janu tidak percaya.
"Katakan yang jelas, Nes." Margaretha tidak sabar sekali.
"Aku juga baru tahu tadi kalau ternyata papaku lah yang sudah membunuh orang tuamu," terang Agnes. Margaretha sampai menutup mulut saking terkejutnya. "Dan aku juga baru tahu kalau ternyata kamu adalah ... adikku."
"Agnes!"
Janu dan Margaretha berteriak bersamaan saat melihat tubuh Agnes yang terkulai lemas tidak sadarkan diri. Dengan segera Janu membopong Agnes dan membawanya pergi ke rumah sakit. Margaretha yang masih terkejut dengan fakta itu pun memilih untuk pulang terlebih dahulu untuk menenangkan diri meskipun dia kepikiran Agnes.
"Kamu mau pulang ke mana?" tanya Andra saat sedang berada dalam perjalanan. Andra mengangguk, tetapi dia justru mengarahkan mobilnya ke rumah Bram.
"Markonah!" teriak Zety saat mobil Andra masuk ke halaman rumahnya. Margaretha menatap Andra kesal.
"Kenapa lu bawa gue ke sini? Bukankah gue udah bilang mau ke kontrakan aja."
"Di sini lebih aman untukmu. Setidaknya kamu tidak sendirian karena aku masih punya urusan yang belum selesai." Andra turun dari mobil dan mengajak Margaretha untuk turun.
Baru saja keluar dari mobil, Margaretha terkejut saat Zety memeluknya erat bahkan mereka hampir terjatuh bersamaan karena posisi Margaretha yang belum siap.
"Mar, gue khawatir banget sama lu," ucap Zety.
"Suk, maafin gue kalau nantinya gue bakal ngerepotin elu."
"Enggak! Lebih baik sekarang kita masuk. Lu butuh waktu istirahat."
Margaretha hanya menurut saat Zety mengajaknya masuk ke kamar tamu. Menyuruh gadis itu untuk tinggal di sana. Setelah Zety menyuruh Margaretha untuk membersihkan diri, Zety pun bergegas keluar untuk membuatkan teh panas untuk sahabatnya.
Sepeninggal Zety, Margaretha segera masuk ke kamar mandi dan menguncinya rapat. Margaretha membuka baju yang dikenakan satu persatu. Menatap jijik pantulan dirinya di cermin yang penuh sekali bercak merah kebiruan di sana. Jemari Margaretha mengusap perlahan sambil berderai air mata.
Seberapa besar pun usaha yang aku lakukan untuk membersihkan, diriku akan tetap kotor. Aku tidak akan pernah pantas untuk siapa pun. Aku kotor! Menjijikkan!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Yuli Yanti
thor masak apa sih ko bwang nya bnyk bgt😭😭😭😭😭😭😭
2022-10-17
0
𝐀⃝🥀senjaHIATᴳ𝐑᭄⒋ⷨ͢⚤🤎🍉
😭😭😭 kak jangan banyak banyak doong bawangnya
2022-10-09
0
Vi
markonah lebih nyesek Dr kisah Suketi...
2022-09-14
0