Telah mengobrol cukup lama, Margaretha kembali ke ruangannya. Bahkan, dia mengantar Agnes terlebih dahulu ke ruangannya yang berjarak beberapa ruangan darinya. Ketika Margaretha masuk ke ruangan, bersamaan dengan Andra yang baru saja datang. Napas lelaki itu terengah-engah. Margaretha yang melihat pun menjadi terheran.
"Lu kenapa?" tanya Margaretha. Menghentikan kursi rodanya menuju ke samping brankar.
"Aku nyariin kamu. Bisakah kamu jangan pergi-pergi!" omel Andra. Raut wajah lelaki itu tampak sangat khawatir.
"Gue hanya ke taman. Seharusnya lu tahu siapa yang pergi-pergi terus." Margaretha berbicara santai, tetapi mampu membuat Andra merasa tersindir. Ya, memang dirinya sering pergi karena ada urusan yang sangat mendesak.
"Aku bantu kamu naik." Andra hendak membopong Margaretha, tetapi gadis itu langsung menolak dan memilih untuk naik sendiri. Andra pun berjaga di samping gadis itu. Khawatir jika kembali terjatuh karena tidak bisa menopang tubuhnya.
"Lu bisa bantu gue?" Margaretha menatap Andra penuh harap.
"Bantu apa?"
"Gue pengen pulang. Gue enggak mau di sini terus. Lagian, luka sekecil ini sangat biasa buat gue."
"Jangan kira—"
"Gue enggak butuh penolakan. Kalau lu enggak mau, gue bakal bilang sendiri ke suster dan uang lu bakalan gue ganti pas udah kerja nanti." Margaretha menyela ucapan Andra begitu saja.
Tidak ada yang dilakukan Andra selain menghela napas panjang menghadapi sikap keras kepala Margaretha. Dia pun tidak menolak dan pergi ke luar untuk mengurus sekaligus meminta izin agar Margaretha diperbolehkan pulang. Setelah semua urusan selesai, senyum Margaretha tampak semringah saat Andra membereskan barang-barangnya dan mengatakan kalau sudah mendapat izin.
Selama dalam perjalanan ke rumah kontrakan, Margaretha dan Andra hanya diam di dalam mobil taksi. Kondisi Margaretha yang masih sakit membuat Andra tidak tega mengajak gadis itu naik sepeda motor. Ketika telah sampai di halaman rumah kontrakan, Margaretha segera masuk dengan dibantu oleh Andra.
"Istirahatlah. Biar aku siapkan makan malam dan ada hal yang sangat penting yang akan aku katakan padamu," suruh Andra. Margaretha menatap lelaki itu dengan kening mengerut dalam, tetapi Andra justru mendes*hkan napasnya secara kasar ke udara.
"Lu mau ngomong apa?" tanya Margaretha saking penasarannya.
"Nanti saja. Kamu juga akan tahu. Lebih baik sekarang kamu istirahat atau aku akan membawamu ke rumah sakit lagi," ancam Andra.
Margaretha mendecakkan lidah dan menatap Andra penuh kekesalan, sedangkan yang ditatap seolah tidak peduli. Setelah Margaretha merebahkan tubuhnya. Andra pun bergegas pergi ke dapur.
"Kenapa tuh anak rasanya aneh banget," gumam Margaretha saat pintu kamar sudah tertutup rapat. Dia menatap langit kamar dengan pikiran yang menerawang. Selalu berada di dekat Andra membuat Margaretha merasa nyaman. Namun, sebisa mungkin gadis itu menahan agar perasaannya tidak jatuh pada lelaki itu.
"Jangan ngimpi, Mar! Lu sama Nona Cia tuh kagak ada bandingannya." Margaretha mengembuskan napas kasarnya.
Perhatian gadis itu teralihkan pada suara ponsel yang berdering. Dengan segera dia mengambil dari tas selempang dan segera menerima saat melihat nama Zety tertera di layar.
"Markonah!"
Margaretha menjauhkan ponselnya karena suara Zety begitu melengking. "Astaga, Suk! Lu mau bikin gue budeg?" ucapnya ketus.
"Biarin! Lu ke mana sih, Mar? Tadi pagi gue ke kontrakan kenapa lu kagak ada?"
"Gue habis interview."
"Interview di mana?"
"Di perusahaan lah, tapi gue gagal." Margaretha tergelak. Menertawakan dirinya yang sudah berani berbohong.
"Kok bisa?"
"Ya bisa, Suk. Lu ngapain ke kontrakan?"
"Nyari lu. Kangen."
"Astaga. Suketi ... Suketi." Margaretha menggeleng. Mereka pun mengobrol banyak hal sampai tidak terasa satu jam berlalu dan Zety mengakhiri panggilan tersebut.
Baru saja selesai bertukar suara dengan sahabatnya, Margaretha mengalihkan pandangannya ke pintu dan melihat Andra yang masuk dengan membawa nampan yang berisi makanan. Bahkan, dengan telaten Andra menyuapi Margaretha.
"Gue udah kenyang." Margaretha menahan tangan Andra agar sendok berisi nasi itu tidak lagi masuk ke mulutnya.
"Ini terakhir." Andra memaksa, tetapi Margaretha menggeleng sembari mengusap perutnya yang kenyang.
"Gue udah kenyang banget. Lu mau perut gue meledak," rengek Margaretha. Andra tersenyum saat mendengarnya. Dengan santainya Andra justru memasukkan nasi tersebut ke dalam mulutnya sendiri, sedangkan Margaretha melongo saat melihatnya.
"Ndra, lu mau ngomongin apa?" tanya Margaretha sangat penasaran.
Andra meletakkan piring ke nampan, lalu menatap Margaretha lekat hingga membuat gadis itu salah tingkah. "Kamu janji tidak akan terkejut?"
"Jangan bikin gue takut, Ndra!" Margaretha berbicara penuh kecemasan.
"Tidak." Andra menghirup napasnya dalam. "Mar ... kamu tahu 'kan kalau Ayah Eldrick sudah menyuruhku untuk menjagamu, sedangkan aku tidak bisa dengan bebas berada di sampingmu. Untuk itu aku dan ayah sepakat untuk membuat sebuah keputusan yang aku sendiri tidak yakin kamu bersedia."
"Memang keputusan apa?" Margaretha menatap Andra penuh selidik.
"Mar ... kalau kamu mau, kita akan menikah besok."
"Me-menikah?" Kedua mata Margaretha melebar mendengar ucapan Andra yang sangat mengejutkan. "Lu jangan gila!"
"Mar, dengerin dulu. Dengan menikah, kita bisa tinggal satu rumah dan aku bisa menjaga kamu sepenuhnya."
"Ndra, kalau emang lu terpaksa, lebih baik lu kagak usah jagain gue lagi. Gue bisa jaga diri sendiri."
"Tidak, Mar. Aku udah janji sama Ayah untuk selalu jaga kamu. Bagaimanapun juga, orang tuamu adalah orang yang sangat berarti untuk ayah," ujar Andra. Menatap Margaretha penuh keyakinan.
"Tapi, Ndra. Gue belum yakin."
"Kamu tenang saja, Mar. Aku udah urus semuanya soal berkas pernikahan kita. Semua sudah selesai jadi kita tinggal akad besok pagi."
"Candaan lu kagak lucu, Ndra!" Margaretha menggeleng tidak percaya. Dirinya menjadi teringat dengan pesan Patricia kala itu. Mungkinkah berkas pernikahan yang dimaksud adalah pernikahannya dengan Andra.
"Aku tidak bercanda, Mar. Aku serius. Tapi kamu tenang saja. Meskipun kita sudah menikah nanti, aku tidak akan meminta hakku sebagai seorang suami, dan kamu pun tidak wajib harus bersikap sebagai seorang istri. Kita tetap seperti ini saja. Aku tidak mau kamu terkekang." Andra menggenggam tangan Margaretha erat. Bibir Margaretha pun tersenyum mendengar ucapan Andra.
"Dan kalau kita tidak cocok nanti, serta kamu sudah aman maka aku siap menceraikanmu. Aku akan membuatmu bebas memilih pendamping hidup—siapa pun itu," ucap Andra dengan suara berat. Memudarkan senyum Margaretha seketika. Gadis itu segera menarik tangannya cepat dan memalingkan wajah karena tidak ingin Andra tahu kalau dirinya sedang menahan air mata saat ini.
🤪🤪🤪🤪
Thor! Kenapa gue gemes sama Andra! pengen gue cium!
Ya ya ya! Othor sadar kalau Othor emang nggemesin kok 😂😂
kayaknya Othor butuh kopi nih 🙈
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
Vi
Thor kasi ilustrasi nya markonah MA c Andra dong??? d novel sblomnya kan d kasih ilustrasi nya Rasya, pandu & zaenab, tapi c harganya rngga,. nah ni c Suketi & kiano jg g d kasih jd kurang greget aja gtu Thor. kan biar adil gtu klo d kasih smua ilustrasi para tokohnya..
2022-09-10
0
Dwi Aafiyah Imtinan
yaelah thorr kejam banget dirimu
markonah kan suka sama Andra
kok Andra bilang begitu
2022-09-07
0
nurcahaya
duh nyeseknya markonah dipart ini.
diajak terbang tapi langsung dijatuhkan,rasanya hatiku ikut nyut2an karna baper Ama markonah yg pandai nyembunyiin smua rasa dihatinya😔😔😔😔
2022-09-04
0