07

"Minumlah obatmu sebelum demam," perintah Andra yang sejak tadi sudah duduk di samping Margaretha.

Tidak berbicara apa pun, Margaretha hanya mengambil obat yang sudah disediakan, meminumnya dan kembali tidur. Andra yang melihat itu pun menjadi terheran sendiri. Sikap Margaretha benar-benar berubah.

"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Andra khawatir.

"Gue mau tidur." Margaretha memejamkan mata dan menjawab ketus. Sungguh dirinya masih merasa malas saat teringat kedekatan Andra dengan Patricia.

"Baiklah. Selamat tidur dan aku akan berjaga di sini." Andra masih tetap duduk di tempatnya, sedangkan Margaretha hanya diam dan terus memejamkan mata.

Efek obat yang diminum membuat Margaretha yang awalnya hanya berpura-pura akhirnya benar-benar tertidur lelap. Senyum Andra mengembang saat mendengar dengkuran halus dari gadis itu. Dengan memberanikan diri, dia mengusap lembut puncak kepala Margaretha.

Andra masih tidak menyangka jika bisa dipertemukan dengan Margaretha. Orang yang memang dicarinya atas perintah Eldrick. Pergi ke kota hanya untuk mencari keberadaan Margaretha, Andra pun mencari pekerjaan untuk menyambung hidupnya. Dia tidak menyangka, kesalahan tidak sengaja yang membuat Rasya menyuruhnya bekerja di tempat Gatra pun, pada akhirnya membuat Andra menyadari kalau sahabat Rasya yang juga bekerja di restoran Gatra adalah Margaretha—gadis yang dia cari selama ini.

"Yah, apa ini nona muda?" tanya Andra. Menunjukkan foto Margaretha yang sedang bekerja di restoran. Eldrick yang saat itu sedang duduk santai pun segera meraih ponsel Andra untuk melihatnya. Kening Eldrick sampai mengerut dalam saat mengamati foto tersebut, dan sepersekian detik selanjutnya senyumnya mengembang saat menyadari kalau itu Margaretha yang dicarinya.

"Ya. Dia Nona Muda Etha. Dari mana kamu dapat foto ini, Ndra?" tanya Eldrick begitu menuntut jawaban.

"Aku bekerja di restoran yang sama dengannya." Andra tersenyum puas. Apalagi saat melihat wajah Eldrick yang tampak semringah.

"Syukurlah. Aku tidak menyangka kalau Nona Muda sudah sedewasa ini sekarang." Eldrick duduk bersandar dan menatap langit-langit ruangan dengan nanar. Matanya basah saat teringat kejadian dulu. Kejadian yang benar-benar menciptakan kepedihan teramat dalam untuknya.

"Ndra, maukah kamu sejak saat ini menjaga nona muda?" pinta Eldrick. Beralih menatap putra angkatnya yang juga sedang menatap ke arahnya.

"Baiklah, Yah. Meskipun gadis itu cukup menyebalkan." Andra menjawab sedikit bermalasan.

"Memangnya kenapa?" tanya Eldrick heran.

"Berisik, Yah. Apalagi kalau sedang bersama gengnya. Sudah melebihi pasar," ucap Andra sebal, sedangkan Eldrick terkekeh saat melihat raut wajah Andra.

Dua orang itu pun saling mengobrol banyak hal. Terutama soal masa lalu Margaretha. Hati Andra berdesir saat Eldrick kembali menceritakan soal masa lalu orang tua Margaretha yang ditembak mati di depan gadis itu.

Ponsel Andra yang berdering seketika menyadarkan lelaki itu dari lamunannya. Andra segera merogoh ponsel dari saku celana dan berjalan pergi untuk menerima panggilan itu. Namun, satu menit kemudian Andra kembali masuk dan melihat Margaretha yang masih tertidur lelap. Sementara dia harus pergi saat ini juga. Andra bergegas ke ruangan perawat dan meminta salah satu dari mereka untuk mengatakan pada Margaretha saat gadis itu sudah terbangun nanti. Setelah perawat itu mengiyakan, Andra pun segera pergi dari sana.

Lima belas menit berlalu, Margaretha mengerjapkan mata. Tubuhnya merasa lebih baik setelah terlelap beberapa saat. Margaretha memindai seluruh ruangan tersebut dan merasa heran saat tidak melihat keberadaan Andra di sana.

"Anda sudah bangun, Nona?" Perawat yang membantu kemarin, datang dan tersenyum saat melihat Margaretha.

"Sudah, Sus." Margaretha menjawab lesu. Pikirannya masih berkecamuk dan penasaran ke mana Andra pergi.

"Nona, teman yang menjaga Anda sedang pergi karena ada urusan mendadak. Jadi, dia meminta saya untuk menemani Anda terlebih dahulu. Apakah Anda butuh sesuatu?" tawarnya sopan. Margaretha menggeleng cepat.

"Sus, saya ingin jalan-jalan sendiri di taman." Margaretha berbicara ragu.

"Biar saya temani, Nona."

"Tidak perlu. Saya mau sendiri, Sus. Saya janji tidak akan jauh-jauh." Margaretha memelas. Dengan berat hati perawat itu pun mengiyakan permintaan Margaretha. Hanya membantu Margaretha duduk di kursi roda karena kaki gadis itu masih terluka. Setelahnya, Margaretha melajukan sendiri kursi roda tersebut menuju ke taman yang berada di sana.

Setibanya di sana, Margaretha menghela napas panjang. Menghirup udara segar. Setidaknya ini lebih baik daripada harus terus rebahan di brankar. Pandangan Margaretha memindai sekitar dan terhenti pada sosok gadis yang duduk sendirian dan terlihat seperti sedang mengomel. Margaretha pun mendekatinya.

"Hai, Nona. Apa kamu baik saja?" sapa Margaretha saat sudah di samping gadis itu.

Agnes yang barusan sedang mengomel pun langsung terdiam dan menatap ke arah Margaretha. "Kamu siapa?"

"Bagaimana kalau kita berkenalan. Namaku Margaretha, panggil saja Etha." Margaretha mengulurkan tangannya dan tersenyum ke arah Agnes. Gadis itu langsung menyambutnya.

"Agnes," balasnya. Mereka berdua pun sama-sama saling melempar senyum.

"Aku lihat kamu sedang marah-marah sendiri. Apa ada sesuatu?" Margaretha memberanikan diri untuk bertanya.

"Aku lagi kesal sama papaku. Dia pergi ke luar kota selama seminggu tanpa mengajakku. Aku kesepian di sini," omel Agnes tanpa malu. Dalam hati Margaretha tertawa, untuk gadis seusia Agnes yang bahkan lebih tua dari Margaretha, sikap Agnes itu menunjukkan betapa manja dan kekanak-kanakannya gadis itu.

"Apa papamu tidak mengajak?" tanya Margaretha berusaha menahan tawa.

"Tidak. Dia hanya berjanji akan membelikan apa yang aku mau. Kamu tahu apa yang aku inginkan?" tanya Agnes seperti anak kecil. Margaretha menggeleng cepat dan masih berusaha menahan tawa. "Aku mau boneka Boba yang besar."

"Hahaha." Untuk kali ini tawa Margaretha meledak. Sungguh, mendengar permintaan Agnes yang seperti bocah kecil membuatnya tak bisa lagi menahan tawa, sedangkan Agnes mengerucutkan bibirnya kesal.

"Jangan tertawa atau aku akan mengadu pada papa dan dia akan memarahimu," ancam Agnes dan itu membuat Margaretha makin tertawa.

"Sebegitu manjanya kamu," cibir Margaretha, menggeleng karena tidak percaya dengan tingkah Agnes.

"Ya. Papa orang yang paling sayang padaku. Dia rela melakukan apa saja untukku meskipun harus bertaruh nyawa. Papa bilang, aku adalah permata hatinya dan nyawanya. Maka dari itu papa rela melakukan apa saja agar aku sembuh." Agnes berbicara lirih, sedangkan tawa Margaretha langsung meredam seketika.

"Beruntung sekali kamu memiliki papa sesayang itu," ucap Margaretha.

"Tentu saja. Papa adalah lelaki terbaik dan paling tulus yang sayang padaku. Bahkan, dia memperlakukanku seperti ratu," adunya.

Margaretha terdiam dan menghirup napasnya dalam-dalam. Hatinya terasa berdenyut saat mendengar ucapan Agnes barusan. Raut wajahnya pun mendadak sendu.

Seandainya papaku masih ada, aku yakin dia akan berlaku sama. Memperlakukanku seperti ratu dan menuruti apa pun keinginanku. Tenanglah di sana, Pa ... Ma.

🤪🤪🤪

Selamat pagi guys. Bab selanjutnya masih on proses ya.

Yuk sambil menunggu, mampir di karya sahabat Othor.

Terpopuler

Comments

nurcahaya

nurcahaya

betul itu,karna sekarang hanya tinggal seandainya....
yg kuat ya mar

2022-09-04

0

Endach Sukma

Endach Sukma

paling Margaretha dan Agnes saudara seibu....

2022-09-04

1

nisa

nisa

apa agnes msih soudara ama markonah y....🤔
lanjutt kk....

2022-09-04

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!