11

Margaretha terpaku saat menatap ruangan di mana dirinya berdiri saat ini. Di mana segala kenangan yang mampu memporak-porandakan hatinya kini kembali terbesit dalam ingatan. Tubuh Margaretha menggigil hebat hingga keringat mengalir membasahi dahinya. Di tempat itu, dia menyaksikan sendiri kedua orang tuanya pergi meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya.

Tanpa terasa air mata Margaretha lolos saat hatinya terasa berdenyut. Kepingan-kepingan kenangan yang telah lama dia pendam, seolah kembali mencuat dan bergabung menjadi satu kenangan utuh yang kembali membuka luka lama.

"Papa ... Mama," gumam Margaretha, bibirnya yang memucat tampak bergetar. Sekian lama dia berusaha menghapus segala kenangan menyakitkan, tetapi sekarang semua usahanya terasa sia-sia.

Margaretha terkejut saat mendengar suara tawa yang menggelegar dari arah tangga. Dia mendongak, menatap Janu yang saat ini sedang menatap ke arahnya. Bibirnya terlihat penuh kelicikan. Bukannya takut, Margaretha justru melayangkan tatapan menantang. Penuh kebencian.

Satu persatu langkah Janu menuruni tangga dan saat dirinya sudah berdiri tepat di depan Margaretha, lelaki itu langsung bertepuk tangan.

"Ternyata kamu sudah sebesar ini, Nona." Janu memindai seluruh tubuh Margaretha.

"Bajingan!" umpat Margaretha. Namun, sepersekian detik selanjutnya, Margaretha berteriak karena terkejut mendengar bunyi tembakan tiba-tiba dan sebuah vas bunga yang pecah berserakan di lantai.

"Hahaha. Hati-hati di sini, Nona. Berani saja kamu melawanku maka kita tidak akan tahu peluru siapa yang bisa mengenaimu." Janu tergelak hingga membuat tubuh Margaretha merinding. Gadis itu beringsut saat Janu berjalan mendekatinya dengan perlahan.

"Jangan mendekat!" Margaretha menahan langkah Janu dengan telapak tangannya. Lagi-lagi Janu tergelak apalagi saat melihat Margaretha yang ketakutan.

"Bagaimana, Cantik? Apa kamu mengingat tempat ini? Dulu tempat ini menjadi tempat terakhir orang tuamu dan sekarang bisa saja kamu akan ... menyusulnya." Janu berbalik. Berjalan menjauhi Margaretha. Kedua tangan lelaki itu masuk ke dalam saku celana, sedangkan Margaretha hanya terdiam dan menatap benci ke arah lelaki itu.

"Kalau kamu memang ingin aku pergi, maka bunuh saja! Aku siap!" teriak Margaretha menghentikan langkah Janu yang sudah cukup jauh darinya.

Janu berbalik dan tersenyum miring saat melihat Margaretha yang berpura-pura terlihat berani. "Tentu saja. Setelah ini kamu akan menyusul papamu yang pengkhianat itu. Tapi tidak semudah itu karena aku ingin Anjani dan Affandra menangis di neraka sana melihatmu hancur!"

"Katakan padaku! Apa salah dari papa dan mamaku! Kenapa kamu membunuh mereka!" teriak Margaretha. Memberanikan diri. Dia tidak takut mati dan menemui kedua orang tuanya, tetapi setidaknya dia pergi tidak menyimpan rasa penasaran lagi.

"Kamu ingin tahu apa kesalahan orang tuamu! Bukankah kamu tahu kalau seorang penggoda dan pengkhianat memang sangat cocok! Anjani si jal*ng dan Affandra si pengkhianat!"

"Jangan hina orang tuaku!" sela Margaretha tidak terima.

"Aku tidak menghina. Memang itulah faktanya! Orang tuamu tidak sebaik yang kamu kira," ucap Janu. Berjalan mendekati Margaretha lagi, tetapi kali ini Margaretha tetap berada di tempatnya tanpa menjauh sama sekali.

"Mamaku orang baik! Papaku juga orang baik!" bantah Margaretha. Menantang Janu hingga membuat lelaki itu terkekeh.

"Mana ada seorang wanita dikatakan baik-baik itu meninggalkan anaknya yang sakit-sakitan dan memilih pergi dengan lelaki lain! Mana ada orang yang rela merebut milik sahabatnya sendiri!" Suara Janu meninggi, tetapi tatapan lelaki itu tampak nanar. Margaretha terdiam saat melihat luka dari sorot mata lelaki itu. "Bertahun-tahun aku melimpahi Anjani dengan penuh cinta, tetapi dia justru pergi dengan lelaki brengsek!"

"Tapi bukan berarti kamu bisa sesukamu membunuh mereka. Bukan papaku yang brengsek, tapi kamu!" Margaretha dengan beraninya menunjuk wajah Janu penuh benci. "Tidak seharusnya kamu ...."

Ucapan Margaretha tercekat di tenggorokan saat lagi-lagi bunyi tembakan menggema di sana dan mengenai vas bunga masih utuh hingga pecah berantakan lagi. Tubuh gadis itu terlihat gemetaran, sedangkan Janu tergelak. Lelaki itu bertepuk tangan dan meminta anak buahnya untuk keluar dari persembunyiannya. Margaretha makin gemetaran saat melihat Wibisono yang tersenyum licik mendekat ke arahnya.

"Aku ingin dia mati secara perlahan," perintah Janu. Setelah itu, Janu hendak pergi, tetapi Wibisono menghentikan gerakan kaki lelaki itu.

"Anda tidak menemui nona muda, Tuan?" tanya Wibisono saat melihat Janu yang justru menuju ke arah tangga.

"Tidak. Aku sudah bilang akan pergi ke luar kota seminggu. Jangan banyak bicara, aku ingin kamu membunuh gadis itu secara perlahan. Kurung dia di gudang belakang," perintah Janu.

Wibisono pun mengangguk dan langsung menyeret Margaretha ke gudang belakang yang begitu pengap bahkan tanpa ventilasi udara sama sekali. Margaretha terbatuk-batuk saat debu yang menguar di sana masuk ke indera penciumannya. Bahkan, dengan teganya Wibisono menghempaskan tubuh Margaretha hingga membentur tembok.

"Bunuh aku saja!" pekik Margaretha. Percuma baginya saat ini jika hendak berusaha kabur, dia tidak bisa lagi melarikan diri.

Wibisono berjongkok di depan Margaretha dan mencengkeram kuat dagu gadis itu tanpa peduli pada Margaretha yang sudah meringis kesakitan. "Belum saatnya kamu untuk mati. Kita nikmati waktu-waktu terakhirmu. Hahaha."

Cih!

Tawa Wibisono mereda seketika dan langsung menggeram marah saat dengan beraninya Margaretha meludah ke arahnya. Raut wajah Wibisono mendadak garang dan tangan lelaki itu langsung mencekik leher Margaretha.

"Berani sekali kamu meludahiku, Jal*ng!"

"Sa-sakit," rintih Margaretha terbata karena napasnya yang mulai tercengal. Wibisono tersenyum puas saat melihat wajah Margaretha yang mulai memucat. Wibisono tiba-tiba melepaskan cekikannya, Margaretha pun segera meraup oksigen dalam-dalam.

"Sebelum kamu mati, mungkin kamu bisa menjadi pelampiasan hasratku yang sudah menggebu ini," ucap Wibisono sembari melepas kancing kemejanya, sedangkan Margaretha sudah sangat ketakutan.

Siapa pun, tolong aku.

Terpopuler

Comments

Arie Chrisdiana

Arie Chrisdiana

mangkanya toh sdh disuruh nunggu di dlm mobil kok ya ndak nurut klau sdh begini susah sendiri toh, jd org itu jgn terlalu kepo

2023-11-13

0

𝐀⃝🥀senjaHIATᴳ𝐑᭄⒋ⷨ͢⚤🤎🍉

𝐀⃝🥀senjaHIATᴳ𝐑᭄⒋ⷨ͢⚤🤎🍉

duuh kak ngeri amat nasib markonah😭

2022-10-09

1

Yurniati

Yurniati

lanjut thorr

2022-09-09

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!