15

"Dasar Bodoh!" umpat Janu, wajahnya memerah dipenuhi amarah.

Wibisono yang saat ini sedang duduk di depan Janu pun hanya bisa menghela napas panjang mendengar umpatan demi umpatan Janu kepada seseorang di seberang telepon. Bahkan, saking marahnya Janu sampai membanting ponsel tersebut ke lantai hingga pecah.

"Kenapa, Tuan?" tanya Wibisono.

Janu menghempaskan tubuhnya ke kursi dan memijat pelipis untuk mengurangi rasa sakit yang membuat kepalanya terasa berdenyut sakit. "Agnes hilang."

Kedua mata Wibisono sontak terbuka lebar dan menatap bosnya dengan tatapan tidak percaya. "Menghilang?"

"Ya, dia diculik," sahut Janu pasrah.

"Siapa yang menculik nona muda," gumam Wibisono berusaha menerka.

"Mana aku tahu! Kalau aku sudah tahu siapa orangnya, sudah pasti aku akan membunuhnya! Berani sekali dia menyentuh putriku!" Janu menggebrak meja untuk meluapkan amarahnya, sedangkan tubuh Wibisono terjengkit karena terkejut mendengar gebrakan tersebut.

"Kita ke rumah sakit sekarang dan lihat siapa yang sudah kurang ajar membawa putriku pergi!" Janu beranjak bangun dan berjalan lebar keluar dari ruangan tersebut, Wibisono pun mengikut di belakang lelaki itu tanpa mengucap sepatah kata pun.

Setibanya di rumah sakit, Janu langsung masuk ke ruangan Agnes, dan memukul kencang dua anak buah yang sedang berdiri di sana, memang menunggu kedatangan Janu. Dua orang itu hanya pasrah dan meringis kesakitan menerima pukulan itu.

"Bagaimana bisa kalian sangat teledor!" bentak Janu. Kembali melayangkan pukulan ke wajah mereka.

"Ma-maaf, Tuan. Nona Muda menyuruh kami membeli sesuatu, dan saat kami kembali, beliau sudah tidak ada." Salah satu di antara mereka menjawab dengan gemetaran karena takut. Janu hendak kembali memukul mereka, tetapi Wibisono segera melarang dan langsung mengajak lelaki itu untuk ke ruang CCTV dan melihat siapa yang sudah membawa Agnes.

Janu kembali menggeram saat melihat Andra mengajak Agnes masuk ke mobil bahkan tanpa perlawanan sama sekali. Wibisono yang melihat itu hanya menggeleng, tidak menyangka kalau mereka bisa berbuat seperti itu. Setelahnya, Janu mengajak Wibisono untuk kembali ke rumah.

***

Brak!

Margaretha terkejut saat mendengar bunyi pintu didobrak kencang padahal dirinya baru saja hendak terlelap. Melihat Janu masuk ke ruangan itu dengan raut penuh amarah membuat Margaretha bergidik ngeri.

"Arrggh." Margaretha mengerang saat Janu sudah menampar wajahnya hingga terasa memanas. Margaretha menangis tak bisa mengusapnya karena tangannya masih terikat ikat pinggang milik Wibisono.

Janu tersenyum puas saat melihat leher Margaretha yang penuh dengan tanda kepemilikan hasil ciptaan Wibisono. "Ternyata kamu bernapsu juga dengan wanita seperti ini," ucap Janu menatap Wibisono setengah menghina.

Bukannya tersinggung, Wibisono justru terkekeh santai tanpa peduli pada bosnya yang saat ini sedang dipenuhi amarah. "Bos, justru gadis seperti dia yang aku cari."

Cih!

Janu meludah lalu mencengkeram kuat dagu Margaretha dan merem*snya hingga Margaretha merintih kesakitan. Janu tidak peduli dan tetap menatap Margaretha penuh benci.

"Kalau sampai anjing penjagamu itu menyakiti putriku maka aku tidak akan segan-segan membunuhmu!" bentak Janu. Makin menguatkan cengkraman tangannya.

"Kenapa kamu tidak bunuh aku saja sekarang? Seperti kamu membunuh papa mamaku." Margaretha berusaha memberanikan diri. Dia justru sudah bersiap jika harus mati saat ini.

"Hahahah berani sekali kamu menantangku!" Janu melepaskan cengkraman tangan itu secara kasar lalu tergelak keras hingga membuat Margaretha merinding saat mendengar tawa lelaki itu. "Kamu yakin tidak takut jika aku membunuhmu sekarang juga?"

"Untuk apa aku takut? Justru itulah yang bisa buat aku bahagia. Sudah cukup aku menderita selama ini." Tatapan Margaretha tampak sayu. "Kamu sudah merenggut kebahagiaan orang lain hanya karena buta cinta. Membuat hidupku hancur berantakan. Harus hidup tanpa orang tua. Berjuang sendirian di dunia yang kejam ini."

Janu terdiam mendengar ucapan Margaretha. Menatap gadis yang saat ini tampak penuh kesedihan. Dalam hati kecil Janu terbesit sedikit rasa iba, tetapi dia berusaha menepisnya dan menatap benci ke arah Margaretha. Putri dari Anjani dan Affandra yang sangat dia benci.

"Kamu pikir aku akan iba kepadamu? Cih! Tidak akan!" Janu tersenyum miring. Namun, dia terdiam saat melihat Margaretha yang justru sedang tersenyum simpul ke arahnya.

"Untuk apa aku mencari simpati padamu? Kepada manusia yang jelas-jelas tidak memiliki hati nurani. Dan aku tahu sekarang kalau kamu bukanlah manusia, tapi hanya iblis yang berwujud manusia." Margaretha menggerutukkan giginya dan menatap benci ke arah Janu. Dia pun hanya diam saat tamparan Janu lagi-lagi mendarat di pipinya. Ada rasa getir yang Margaretha rasakan dan dia yakin kalau sudut bibirnya sudah berdarah saat ini.

"Dasar gadis sialan!" umpat Janu saking kesalnya.

"Kamu mencintai putrimu, bukan?" tanya Margaretha. Tersenyum sinis ke arah Janu.

"Tentu saja!" balas Janu. Menatap Margaretha yang sekarang terlihat sangat tenang.

"Bagaimana kalau ada hal buruk yang menimpa putrimu? Atau bisa jadi dia mati dan meninggalkanmu selamanya—"

"Bangsat! Jaga bicaramu!" sela Janu geram.

"Hahaha. Aku tahu kamu pasti sangat ketakutan kehilangan putrimu. Melihat dia sakit saja kamu sudah sangat cemas apalagi kalau dia mati." Margaretha mulai sulit mengendalikan dirinya sendiri.

"Aku tidak akan membiarkan siapa pun menyentuhnya!" Janu terlihat gelisah. Khawatir akan terjadi hal buruk kepada Agnes.

"Kamu sayang pada putrimu, dan sangat khawatir dia terluka sedikit saja. Coba kamu bayangkan apa yang kamu rasakan saat kehilangan orang yang kamu sayang. Bagaimana perasaanmu seandainya putrimu dibunuh? Sakit, bukan?" Air mata Margaretha mengalir. Ucapannya membungkam mulut Janu seketika.

"Seandainya kamu tahu betapa sakitnya hati aku saat harus kehilangan kedua orang tuaku sekaligus. Seandainya kamu bisa merasakan betapa sakitnya kehilangan orang yang kita sayang padahal kita masih sangat membutuhkan kasih sayang orang tuanya. Seharusnya kamu bisa merasakan itu. Bayangkan saja jika itu yang terjadi pada putrimu," ucap Margaretha menatap Janu lekat.

"Aku tidak akan membiarkan hal itu terjadi!" Janu bangkit dan hendak melangkah pergi dari sana. Dia tidak ingin tergoda dan merasa kasihan jika terus mendengar ucapan Margaretha.

"Kamu harus ingat kalau karma itu berlaku. Siapa yang menanam dia yang akan menuai, dan doa orang yang teraniaya akan lebih mudah untuk dikabulkan!" teriak Margaretha. Menghentikan langkah Janu yang sudah sampai di ambang pintu.

🤪🤪

Hai, adakah yang merindukan aku 🙈🙈🙈

Terpopuler

Comments

siti fatimah

siti fatimah

kangen.... belibu libu kangen ma othor....... mpe mo samperin mo k rumah mo tanya kok up date nya lemoooooonggggggg

2022-09-12

0

nurcahaya

nurcahaya

dan emang bner do'a org yg terdzolimu pasti bakal terkabul
sabar ya Etha ,yakinlah bahwa bila bantuan bakal datang menjemput dan menyelamatkan dirimu

2022-09-12

0

❤️⃟Wᵃf🤎⃟ꪶꫝ🍾⃝ͩDᷞᴇͧᴡᷡɪͣ𝐀⃝🥀ᴳ᯳

❤️⃟Wᵃf🤎⃟ꪶꫝ🍾⃝ͩDᷞᴇͧᴡᷡɪͣ𝐀⃝🥀ᴳ᯳

astaghfirullah... aku esmosi geregetan di episode ini dan bab ini. campur aduk. sedih nangis, marah. sampai bacanya suaraku keras HP sampek aku pencet remes. ya Allah. good bikin readers ikut terhanyut dalam cerita ini. 😭😡😠🤣🤣

2022-09-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!