Zifa melangkah menuju ke mobil, Elia sudah tersenyum dan menyambutnya. Zifana juga tersenyum kemudian duduk di belakang bersama dengan Elia.
Sedangkan Mama Amel kini berjalan dan duduk di samping Pak Sopir.
"Oma, kenapa oma cembelutt? Nanti oma jadi jelek lo," sambut Elia saat omanya yang baru saja naik mobil itu mendudukan bokongnya.
Mama Amel kini menatap cucunya dengan tenang. Sebenarnya dia memang sangat kesal, tapi di depan Elia dia tidak boleh menampakkan itu.
"Oma tidak cemberut, Oma bahagia kok, lihat" jawabnya sambil memperlihatkan senyuman indah dan juga deretan gigi putihnya.
"Selius?" tanya Elia lagi.
"Ya," jawabnya.
"Oma dan mama tidak beltengkal kan?" tanya gadis kecil itu lagi seolah memastikan.
Mama Amel membelalakkan matanya. Netranya menatap Zifana yang kini hanya menahan tawa, dia tau wanita paruh baya yang belum memperkenalkan dirinya itu sebenarnya sangat sebal. Sangat sebal kepadanya. Namun, Zifana yakin wanita paruh baya itu juga enggan merusak suasana hati Elia yang bahagia dengan menunjukkan kekebalanmya.
Yakan, semua orang menginginkan yang terbaik untuk gadis kecil itu. Zifana menghela napas dalam dalam. Berapapun gajinya untuk menjadi pengasuh Elia, akan dia terima.
"Mana mungkin Oma bertengkar dengan Mama Nak, ada ada saja cucu oma yang cantik ini. Bukankah begitu Ma?" ucap Mama Amel yang kini mengarahkan pandangannya ke arah Zifana.
Zifana mengangguk pelan, Mama Amel tersenyum. Elia tampak bahagia dan menganguguk juga.
Pak supir segera melajukan mobil setelah mama Amel memasang sabuk pengamannya. Mereka menikmati perjalanan pulang menuju ke sebuah Mansion mewah keluarga Milantama.
Selang beberapa menit, sampailah mereka di depan Mansion mewah itu. Zifana tampak terpukau. Mansion ini dua kali lipat, bahkan tiga kali lipat dari rumahnya. Ini adalah mansion yang biasa dimiliki keluarga kaya raya seperti keluarga MRD. Lantas, apa memang keluarga ini juga sama tenarnya dengan keluarga MRD.
Elia turun dari mobil, Mama Amel juga sama. Namun.
Zifana masih terdiam di tempat. Semua ini mengingatkan dirinya pada kemewahan yang dia miliki dulu. Kemewahan yang saat ini hilanglah sudah diambil papa dan kakaknya.
Zifana memejamkan matanya, fikiranya melayang jauh mengingat sesuatu.
Zifa, kakek dan nenek memberikan ini padamu. Tapi berjanjilah untuk tidak memberitahukan apapun pada papa dan kakakmu. Suatu saat nanti. Jika kamu sudah besar dan sukses. Ambil berkas ini pada Tuan Wilan. Dia adalah sahabat Kakek. Kakek menyimpan sesuatu untukmu disana.
Zifana menghela napas panjang, bayangan kakek dan neneknya yang sangat menyayanginya kini berada di pelupuk mata. Bahkan saat ini usianya sudah 23 tahun. Dan sampai saat ini apa yang menjadi pesan kakeknya dulu belum dia lakukan. Air mata Zifana mengalir deras.
Apa saat ini waktu yang tepat untuk mencari sahabat kakeknya? Apa yang kakeknya titipkan? Kenapa tidak pada papanya dan juga kakaknya? Apa sebenarnya yang terjadi pada keluarganya dulu? Zifana menekan hatinya kuat kuat. Dia tak mau cengeng, dia tak mau sedih. Dia mengusap air matanya.
"Mama, kenapa? Apa mama tidak mau masuk?" Elia membuyarkan lamunan Zifana. Kini Zifana keluar dari mobil.
"Maaf sayang mama melamun," ucapnya.
"Mama aku ke kamal dulu ya sama mbak Nur. Nanti mama ke kamal aku ya," ucap Elia yang sudah disambut oleh pelayan.
"Siap sayang," ucap Zifana. Elia menapaki anak tangga menuju pintu utama.
Mama Amel melirik ke arah Zifana dan tersenyum.
"Kau terpesona dengan rumah ini?" tanya Mama Amel. Zifana tersenyum singkat.
"Tentu saja Nyonya, orang miskin seperti saya pasti takjub dengan kemewahan yang disuguhkan ini," jawabnya, dia tak ingin dihina. Dia tau rasanya sakit. Makanya dia merendah sebelum di rendahkan oleh Mama Amel yang menganggap dirinya itu hanya orang rendahan.
"Kau bisa tinggal disini dengan segala peraturan yang ada. Nanti putraku yang akan menjelaskan semua padamu, sekarang masuklah. Pelayan akan mengantarkanmu ke kamarmu," ucap Mama Amel sambil berlalu menaiki anak tangga demi anak tangga. Para pelayan berjejer rapi menyambut dirinya.
Zifana mengikuti langkah wanita paruh baya itu dan kini berhenti di ruang tamu.
"Semuanya berkumpul," ucap Mama Amel pada kepala pelayan. Kepala pelayan kemudian memanggil semua anak buahnya yang kurang lebih ada sepuluh orang itu.
"Sudah Nyonya," ucapnya.
"Bi Marni, dan semua yang ada di sini. Perkenalkan, nama dia adalah..." Mama Amel menghentikan ucapannya karna dia memang belum mengenal nama Zifana.
"Zifana," ucap Zifana.
Deg
Mama Amel tampak terpesona, nama yang cantik. Secantik orangnya. Apa benar benar orang miskin? Sebenarnya dia juga hanya menebak tanpa mencari tau. Kini Mama Amel yang semula terpesona tampak mengalihkan pandangannya dan menatap ARTnya lagi. Tak mau saja jika Zifana tau tentang keterpesonaannya.
"Namanya Zifana, dia adalah mama asuh Nona Elia. Kalian layani dia, cukupi apa yang menjadi kebutuhannya, tapi saat Nona Elia ada. Jika tidak, kalian bisa memintanya membuat sendiri, karna sebenarnya dia juga sekedar pelayan yang juga digaji sama seperti kalian," ucap Mama Amel.
Deg
Zifana tampak memejamkan matanya, dari owner sebuah butik dan perusahaan besar, sekafanga hanya pelayan? Benar sekali dia hanya pelayan. Tapi tak papa, untuk sementara sebelum dia mendapatkan pekerjaan lain. Baginya pelayan juga lebih baik dari pada seorang pencuri. Mungkin ini adalah hukuman karna kesombongannya dulu.
Zifana mencoba menahan air mata, kini dia tersenyum dan menganggukan kepalanya menatap ke arah beberapa pelayan.
"Salam kenal mbak," ucapnya.
"Salam kenal Nona Zifa," jawab mereka.
"Kalau begitu antar dia ke kamar tamu, kamar yang ada di sebelah kamar Nona Elia, setelah itu kalian bisa bubar." ucap mama Amel dan diangguki oleh kepala pelayan.
Mama Amel melangkah pergi, Zifana diantar oleh seorang pelayan menuju ke kamarnya.
"Silahkan Nona," ucap pelayan sambil membuka pintu. Zifana mengerutkan dahinya.
"Panggil aku Zifa saja mbak," ucap Zifana.
"Tapi saya tidak Enak," ucapnya.
Bagi pelayan itu Zifa tidak cocok menjadi pelayan. Mungkin ada yang disembunyikan majikannya. Karna memang wajah dan penampilan Zifa sangat cantik dan enak dipandang. Bahkan, kamar tamu juga tidak sembarang orang bisa masuk. Bukankah Zifa bukan orang sembarangan?
"Kenapa begitu, kita sama saja," ucap Zifana. Pelayan itu hanya tersenyum.
"Tidak apa apa Nona, kalau begitu saya pamit Nona," ucap pelayan itu.
"Mbak namanya siapa?" tanya Zifana.
"Marni nona," jawabnya dan berlalu.
Zifana masuk ke dalam kamar itu setelah mbak Marni turun. Netranya menatap takjup pada kamar mewah yang dia tempati itu. Dia merebahkan badanya yang terasa lemah dan letih.
Apa yang terjadi dalam hidupnya? Mencoba keluar dari masalah malah terjebak pada masalah yang baru. Astagfirullah.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 99 Episodes
Comments
Novi Melisa
kalau menurut aku, tuan wilan sahabat kakek zifana, pasti kakek Delon
benar g yaa 😅😅
2022-12-18
1
Maria Lamur
sabar zifana, semuanya akan segera membaik.
2022-10-26
0
nurcahaya
sabar neng, dunia sekarang mungkin lgi menguji dgn mnjungkir balikan duniamu
2022-09-11
1