"Kak Ezra ... tenangkan dirimu. Jangan begini. Kak Daniel bisa berubah jelek jika kepalanya sampai tergores." Dariel menyikapi situasi yang terjadi dengan kepala dingin dan tenang. Ia tidak mampu membentak seperti ibunya.
"Anak nakal! Kau jelaskan semuanya sekarang!" Ezra melepas injakan kakinya setelah memberi tendangan terakhir ke tubuh saudara kembarnya itu.
"Jangan menuduhku tanpa bukti." Daniel mencoba untuk mengelak. Seingatnya, surat perjanjian dengan perusahaan itu ia titipkan pada Erwin sang manejer muda itu.
"Bunda, Darriel, lihatlah ini. Anak ini mencoba menghianati kita bertiga."
Lagi-lagi Daniel apes hanya karena sebuah gambar. Sudah beredar luas sebuah foto moment dimana dia berjabat tangan dengan Jevander Park pasca penandatanganan dokumen kerja sama.
Erwiiiin! Dasar orang itu! bisa-bisanya dia menyebarkan moment itu. Tunggulah, aku akan memarahimu Erwin!
Pagi ini berubah sedikit lebih tegang. Keempat penghuni rumah minimalis itu berkumpul di ruang tengah.
Jika ada masalah dalam keluarga ini, setiap orang memiliki hak untuk bersuara dan yang lain wajib mendengarkan.
Meski ikut kesal pada abangnya, tapi perhatian dan tindakan kasih sayang tetap nomor satu. Darriel dengan inisiatif mencarikan pereda nyeri untuk wajah abangnya yang membekas akibat kelakuan kakak perempuan kasarnya itu. Mengambil es batu yang ia bungkus dengan kain serbet.
"Daniel, jelaskan situasi ini." titah sang bunda.
“Bunda, ijin kan aku yang pertama bicara.” Darriel mengangkat satu tangan untuk memperoleh hak istimewa untuk bicara.
Roze mengangguk mengiyakan Darriel tapi tatapan matanya terus tertuju pada Daniel yang hanya bisa setengah menunduk seperti orang tak berdaya.
“Kakak, baru tujuh jam lalu kau mengingatkanku tentang kesepakatan kita untuk melupakan tentang ayah. Lalu apa ini? Kau berencana menemuinya diam-diam? Kau ingin diam-diam berada di dekat dia? Astaga! Aku tidak mempercayaimu lagi, Kak. Aku kecewa terhadapmu. Kau berlagak tidak peduli ayah tapi kau-“ Darriel tak mampu meneruskan kalimatnya. Ia juga tidak menyangka Daniel sepicik ini.
“Apa kau bahagia bisa berjabat tangan dengan Jevan Park? Bagaimana? Apa tangannya terasa halus? Dasar penghianat!” Ezra terus saja melancarkan kemarahannya melalui kata-kata sindiran.
Daniel hanya diam mendengarkan semua tuduhan sambil mengompres wajahnya dengan es batu yang dia terima dari Darriel.
“Daniel, bicaralah.”
Perintah sang bunda membuat Daniel mengatur posisi duduknya yang sudah benar.
“Aku tahu kalian akan protes. Tapi aku melakukan ini bukan untuk mendekatinya. Itu tidak benar sama sekali. Kami hanya sebatas bekerja sama.”
“Alasan! Yang kudengar banyak pihak mengejar-ngejarmu. Kenapa malah memilih perusahaan orang itu?”
Pluk!
Ezra melempar kulit kacang rebus dan mengenai kepala Daniel.
“Ezra, cukup. Di sini bunda mau mendengar penjelasan Daniel. Kalau mau marah silakan ke kamarmu!”
Roze wajib juga membentak kalau sudah berurusan dengan Ezra.
Daniel pun melanjutkan penjelasannya, termasuk beberapa tawaran dari pihak agensi yang ingin merekrutnya, namun ia tolak dengan alasan dirinya bukan artis yang membutuhkan agensi dan juga mengingat tanggung jawabnya sebagai seorang siswa, Daniel tidak ingin hanya disibukkan dengan dunia itu.
Daniel menjelaskan semuanya tanpa terlewat satu pun termasuk alasan kuat ia menerima kerja sama ini.
“Sok pahlawan. Apa kau kira kau ini tulang punggung keluarga? Aku tidak peduli dengan jantung sehat. Aku sangat senang kalau harus berangkat ke surga lebih awal.”
Darriel tampak masih sangat kesal.
“Riel, pergilah ke kamar. Kesehatanmu bisa memburuk kalau marah-marah.”
Mengiyakan perintah sang bunda, Darriel beranjak. Lagi pula dirinya sudah puas mengeluarkan isi pikirannya.
“Daniel, bunda senang kau berpikir dewasa. Tapi Nak, kau akan terus bertemu dengannya. Hatimu bisa saja terluka saat melihatnya dan bunda, bunda akan merasa sangat bersalah, Nak.”
“Kenapa aku harus terluka? Apa bunda tidak mengenal bagaimana aku? Aku bukan orang yang akan menghabiskan energi untuk orang yang tidak penting bagiku.”
Roze tidak tahu harus mengatakan apa lagi. Kembali membahas tentang topik ini membuat hatinya sedih karena beberapa hal.
Tidak pernah ia sangka bahwa putra-putrinya ini seperti memiliki dendam terhadap ayah mereka. Air matanya meleleh keluar begitu saja, membuat dua anaknya bingung, hingga Ezra mengambil sikap lebih dulu.
“Bunda, jangan sedih. Bunda, aku minta maaf atas sikapku terhadap Daniel. Bunda, sekarang aku mengakui Daniel sangat hebat.”
Sadar dirinya hanya menjadi beban keluarga selama belasan tahun hidupnya, Ezra akhirnya meminta maaf. Ia sangat menyesal karena tidak satu kali pun dia terpikir untuk membantu keuangan keluarga, padahal dirinya lahir lebih dulu sebagai seorang kakak perempuan yang sedianya akan ikut memikirkan masa depan dua adiknya.
“Kalian bertemu ayah lagi, itu membuat bunda sangat sedih. Kalian tahu siapa ayah kalian tapi tidak bisa memilikinya. Bunda sangat sedih tiap kali memikirkan itu,”
“Berhenti menyebutnya ayah kami. Kami tidak punya ayah. Bunda, aku sudah pernah bilang jika kehadiran ayah tidak penting.”
Ucapan Daniel semakin menusuk perasaan Roze. Kesedihan tak terbendung ia rasakan.
“Daniel, sini duduk dekat bunda.”
Anak itu mendekat.
Roze memeluk dua anaknya yang sudah tumbuh besar itu. “Sayang, bunda tidak ingin kalian membenci ayah. Bunda pernah mengatakan bahwa ayah tidak bersalah terhadap kalian. Dia hanya memilih hidup dengan baik dan bunda bukanlah pilihan yang tepat untuk dia.”
Itulah yang membuat aku sangat marah. Jevan Park membuang bunda dan aku tidak bisa terima itu. Bunda, tenanglah! Sakit hati bunda, aku yang akan membalasnya.
Ezra tetaplah Ezra yang berhati dingin.
“Bunda, ternyata Bunda sering memeluk mereka di belakangku?”
Darriel datang dan tak mau ketinggalan, memeluk ibunya itu dari belakang.
“Bunda, bahkan jika seluruh dunia meninggalkan Bunda, kami tidak akan pergi.” ucap Daniel.
“ya, sayang... kalian memang yang terbaik.” bagaimana mungkin Roze tidak tersentuh ketika putra putrinya sudah pandai menyusun kalimat yang mengharukan.
.
Ulang Tahun sekolah bersamaan dengan hari ayah sedunia yang bertepatan dengan hari ini. Tidak heran jika para ayah diundang untuk menghadirinya.
Ezra hampir saja terlambat, karena drama penganiayaan yang sudah ia mulai pagi tadi.
“Lia!” suara Arven memanggilnya dari belakang. Terpaksa Ezra menoleh. Teman sekelasnya itu datang dengan seorang paman. Dan di samping mereka juga ada Nana yang juga datang bersama ayahnya.
“Hai, Lia!” Nana menyapa dengan ramah.
Ezra hanya bisa menelan perasaannya sendiri.
“Lia, kamu datang sendiri? Di mana ayahmu?” Nana bertanya karena tidak tahu menahu.
Kenapa aku merasa ... anak ini mirip sekali dengan Roze?” Jevan membatin.
Ezralia yang dipanggil dengan nama Lia ini hanya membisu.. Sebelum rasa sakit hati itu bertambah, Ezra buru-buru pergi.
"Nana, Kau lupa, ayahnya sudah tiada."
Nana mebekap mulutnya. Jujur, ia sangat takut menyinggung perasaan orang lain..
.
50 tahun sudah sekolah berbasis internasional ini berdiri. Di ulang tahun keemasannya ini tentu memberi kebanggaan tersendiri di hati tiap orang yang terlibat didalamnya.
Jevander Park tidak sabar menantikan penampilan putrinya yang akan mewakili seluruh siswa untuk membaca pidato serta puisi yang ditujukan kepada seluruh ayah di dunia.
Sekaranglah waktunya. Nama Nana Park dipanggil untuk maju ke podium. Semua orang bertepuk tangan menyambutnya. Namun, ... Apa ini? Yang muncul bukanlah gadis itu melainkan seorang siswi lainnya.
Pihak MC sedikit menjelaskan bahwa telah terjadi pergantian penampil karena suatu situasi tak terduga terjadi.
Jevan berbisik pada Arven memintanya untuk mengecek keadaan Nana di belakang panggung.
Pidato mulai dibacakan. Karena fokusnya teralihkan, Jevan tIdak mendengar siswi ini memperkenalkan diri. Jelas siswi itu menyebutkan nama lengkapnya, Ezralia Moza. Sayang, Jevan melewatkannya.
Pidato selesai dan lembar terakhir adalah bait demi bait puisi untuk ayah yang ditulis sendiri oleh Nana Park.
AYAH, KAU ADALAH CINTA PERTAMAKU.
AYAH, KAU ADALAH PELINDUNGKU.
Membaca dua baris saja, siswi itu membuat jeda.
Semua orang tampak tegang kecuali para guru memberi ekspresi wajah bahagia.
Siswi itu kemudian kembali membaca.
TAPI AYAH, KAU BAHKAN TIDAK MENYAKSIKAN KELAHIRANKU.
AYAH, AKU PERNAH MENUNGGUMU SELAMA TUJUH TAHUN SEJAK KELAHIRANKU.
PENANTIAN LAMAKU KAU HANCURKAN DENGAN MENGGANDENG TANGAN KECIL MILIK ANAKMU YANG LAIN.
AKU, SANGAT MEMBENCIMU, AYAH!
Degh!
Jevan berubah salah tingkah seolah puisi itu ditujukan padanya. Ia merasa siswi yang dipanggil Lia ini seakan sedang menatap dirinya dengan dingin.
Ezralia Mozaaaa!!.
Salah seorang guru berdiri ditempat dan menancapkan tatapan membunuh ke arah Ezra.
Memang tidak mudah menggantikan penampilan orang lain tapi, puisi macam apa ini? Geramnya dalam hati.
“Mohon maaf hadirin sekalian, saya tiba-tiba ditunjuk dan saya rasa tidak wajar jika membaca puisi yang ditulis dari hati seseorang untuk ayahnya. Terima kasih!”
Ezra pergi. Perasaannya cukup puas melihat kekecewaan di wajah Jevan Park yang gagal menyaksikan kebolehan putri kebanggaannya.
Selain itu, ada kepuasan tersendiri di hati Ezra karena di depan mata mantan ayahnya itu dia boleh mengatakan ‘ayah I hate you! dengan berani.
.
.
Abis bestie...
Ezra, kamu bikin aku deg degan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Zazirotun Nikmah
aku mampir kak karya mu bess
2024-09-07
1
Hera Puspita
setiap bab ada banjir air mata 😭😭😭😭
2024-08-10
0
Rusiani Ijaq
aku pendukung mu Azra 💪
2024-03-17
0