Mendadak Virral

Dering ponselnya membangunkan Daniel. Saat ini masih pukul empat. Nama Erwin tertera pada layar ponselnya sebagai pemanggil.

Dengan sebelah mata yang masih tertutup, Daniel menjawabnya.

[iya, Win.]

[Daniel, kau tiba-tiba jadi terkenal. Aku tahu, kau pasti tidak menyadarinya.]

Suara Erwin di seberang sana begitu bersemangat.

[Apa maksudmu? Aku tidak paham. Ayolah, pukul berapa ini. Lebih baik lanjutkan mimpimu.]

Daniel sedang berusaha mengumpulkan kesadarannya secara penuh.

[Daniel,  aku serius. Kau buka saja youtube, tiktok dan grup WA kelas kita bahkan hampir semua teman sedang membuat status whatsapp tentang dirimu. Wajahku hanya terlihat setengah, asem. Kau buktikan sendiri kalau tidak percaya.]

Daniel mulai memperhatikan layar ponselnya setelah suara Erwin menghilang.

SEORANG REMAJA TAMPAN TIDAK MALU BERJUALAN TISU DI PINGGIR JALAN.

Daniel terbelalak sembari mengucek kedua mata untuk mempertajam penglihatan.

Sebuah video pendek menggunakan latar musik K-POP, memuat foto-foto dirinya saat sedang menawarkan tisu kepada beberapa orang.

Video itu mendapat jutaan komentar dan belasan juta kali dilihat, serta telah dibagikan sebanyak ratusan ribu kali.

“Siapa yang kurang pekerjaan dan memotret orang lain sesuka hati? Ini namanya pelanggaran.” Gumam Daniel.

Beberapa komentar dibaca oleh Daniel dengan tangan bergetar ia menggenggam ponselnya. Membaca banyaknya pujian dan doa dari orang-orang baik untuknya terasa  sedikit menyenangkan, tapi juga menakutkan.

Padahal aku sudah mengenakan masker penutup mulut selama berjualan. Kenapa orang ini bisa menangkap gambarku saat membuka masker? Bagaimana kalau sampai bunda melihat ini? Pikiran Daniel benar-benar terganggu. Dia bisa terancam berhenti dari pekerjaannya jika bunda tahu dia berjualan dibawah terik matahari.

Ketika kekuatan nitizen benar-benar nyata. Daniel menjadi pusat perhatian seluruh warga sekolah yang benar-benar terkagum padanya.

Daniel tidak bisa bilang apa. Dia tidak mungkin menyangkal jika orang yang di dalam foto dan video adalah dirinya.

"Tolong jangan berlebihan. Aku bukan artis." menanggapi teman-teman yang sedang menggodanya.

Sepulang dari sekolah, Erwin dengan semangat yang meningkat berkali-kali lipat membonceng Daniel menaiki motor bututnya menuju halte yang menjadi tempat keduanya mengais rupiah.

Persis seperti dugaan Erwin, Daniel kini tengah dikerubungi banyak orang untuk membeli dagangan tisu darinya. Erwin tinggal melipat kedua tangan bak seorang juragan yang sedang memperhatikan karyawannya bekerja dengan giat. Erwin tersenyum bangga, teman yang baru dikenalnya itu ternyata pembawa rejeki halal untuknya.

Pukul lima lebih tiga puluh menit, dagangan tisu ludes terjual.

"Win, apa Kau gila? Dari mana datangnya tisu-tisu itu? Aku bahkan tidak sempat beristirahat."

Daniel mengeluhkan kelakuan Erwin yang rupanya menyediakan stok dagangan lima kali lipat banyaknya dari pada kemarin. Erwin dengan kejamnya membiarkan Daniel melayani pembeli sendirian.

"Tenang bro, usaha tidak akan menghianati hasil. Kau sudah bekerja keras dan saatnya kau menerima hakmu."

Tiga lembar uang pecahan lima puluh ribu diserahkannya pada Daniel.

Tubuh penuh keringat, wajah Daniel yang kemerahan akibat pancaran sinar mata hari yang terpapar langsung mengenai kulitnya, hanya mendapatkan seratus lima puluh ribu rupiah. daniel ingin mengeluh, tapi inilah hidup yang harus ia syukuri.

"Ayolah karyawanku satu-satunya, waktunya kita pulang. Tapi kita singgah sebentar beli beras, ya..." Erwin tidak sabar untuk pulang ke rumah membawa sekarung beras yang dinanti-nantikan keluarganya di rumah.

"Tidak perlu memberiku beras. Uangkan saja." jawab Daniel, membuat Erwin meng-roll bola matanya ke atas.

"Bukan untukmu. Tapi untuk keluargaku di rumah. Kepedean sekali mentang-mentang artis."

Lelucon serius Erwin membuat Daniel terkekeh pelan.

Sampai di rumahnya Daniel melangkah dengan ringan.

Dua wanita sedang duduk melipat tangan memperhatikan kedatangannya.

"Wah wah wah! Artis dunia maya sudah pulang, Bunda. Tapi ada apa ini? Kenapa wujud nyata-nya amburadul begini?" Ezra mulai berkomentar, sekaligus mengompori bunda yang masih diam.

"Niel, sini duduk," Roze menepuk tempat disebelahnya.

"Mana setoran buat bunda?" Roze menadah tangannya di depan wajah Daniel, tanpa menoleh ke sisi dimana anaknya itu berada. Ezra mendelik tajam ke arah ibunya. Bukannya memarahi Niel, tapi malah meminta setoran.

Tiga lembar uang biru mendarat sempurna di atas telapak tangan bunda.

Kemarin tiga lembar pecahan sepuluh ribu, hari ini tiga lembar lima puluh? Kedua bola mata Roze membola.

"Kenapa? Bunda kaget? Doakan supaya besok aku membawa pulang uang merah ya Bun. Simpan itu dan jangan bagikan ke anak perempuan Bunda."

Karena rasa lelahnya, Daniel beranjak pergi untuk mandi, ingin cepat-cepat istirahat. tidak peduli tatapan menakutkan dari kakak perempuan yang baru saja ia singgung.

"Adik yang tidak sopan! Bun. Kenapa Bunda biarkan dia bekerja dan berkeliaran dengan bebas di luar rumah? bagaimana kalau teman-temanku melihat dan tahu kalau dia adikku? Aku bisa malu, Bun." desak Ezra pada sang Bunda.

"teman-temanmu tidak akan tahu kalau dia adikmu. Tenang saja Ezra ..."

"Bunda tidak tahu. Video dan foto-fotonya tersebar dikalangan sekolahku. Aku merasa jantungku akan copot saat orang-orang membicarakan dia. Aku malu punya adik yang berjualan dipinggir jalan."

Ezra juga beranjak pergi. Jiwa sensitifnya sangat cepat sekali mencuat akhir-akhir ini. Apa lagi jika mengingat wajah Nana Park yang selalu tersenyum setiap hari. Senyuman yang seolah mampu menyalakan api dalam hati Ezra.

.

.

Di rumah sakit. Roze baru saja tiba di ruangannya setelah lelahnya diperjalanan yang macetnya luar biasa saat pagi hari.

"Selamat pagi, Dokter!"

Setelah diberitahukan jika ada seseorang yang hendak mengunjunginya, Roze dengan santai meminta orang itu masuk karena mengira orang tersebut adalah orang tua pasiennya yang hendak berkonsultasi.

Siapa  sangka Jevander Park medatanginya sepagi ini.

"Ada apa?"

tanpa dipersilakan, Jevan duduk manis di atas kursi persis dihadapan Roze.

Kira-kira mau apa dia dan dari mana dia tahubaku disini?

"maaf, mungkin Anda salah masuk ruangan. Saya seorang dokter anak." ujar Roze, sopan, namun mengusir.

"Roze, aku ... hanya ingin melihatmu, itu saja."

Roze melihat kejujuran di wajah Jevan. Baiklah, tanggapi dia dengan benar, karena Jevan bukanlah seseorang yang harus ia musuhi, melainkan hanya seseorang yang berasal dari masa lalu dan kebetulan bertemu lagi.

"Kau ingin memastikan apa? Aku baik-baik saja seperti yang Kau lihat."

"Roze, aku ... sudah bercerai." Meski tidak menyangka akan mendengar kabar ini, Roze tetap terlihat biasa saja. "Kau pasti ingin menertawaiku, tapi itulah yang kualami."

Meninggalkanku begitu saja lalu ternyata kau tidak sebahagia yang kukira. Tuhan cukup adil terhadapku. Benar, rasanya Roze ingin menertawainya.

"Aku turut prihatin dengan kondisimu. Beginilah hidup, Jevan. Terkadang kita bahagia, terkadang kita kecewa. Semoga kau bisa mendapatkan pengganti yang lebih baik suatu saat nanti."

Tidak banyak yang bisa Roze ucapkan. Dia rasa sudah menanggapi Jevan dengan cukup baik.

"Pernikahanku tidak seperti yang Kau pikirkan, Roze. Aku hanya menolong sahabatku yang tengah mengandung saat itu, namun tidak mendapat restu dari kedua orangtuanya untuk menikahi kekasihnya yang sedang sakit-sakitan."

Sedikit tersentuh, jujur, Roze sedikit terkejut. Ternyata ... hidup memang memberi banyak cerita dan kisah.

"Putriku itu, ... bukan anak kandungku. Tapi, ibu dan ayahnya menitipnya padaku karena ayah kandungnya masih dalam pengobatan. Aku tidak mengerti mengapa harus mengatakan ini padamu, meskipun sudah terlamabat, aku hanya ingin kau tahu bahwa aku tidak berkhianat saat kita bersama."

Miris, Roze benar-benar merasa sedikit iba.

Baik, tidak ada salahnya bernostalgia dengan pria ini. Mungkin dia tiak punya tempat untuk bercerita. Anggap saja dia mantan terindah yang memberi bekas terlalu dalam.

"Aku percaya, Kau memang bukan penghianat, Jevan. Dan ... aku masih ingat dengan jelas alasan yang kau berikan sebelum pergi saat itu. Ya ... Aku benar-benar tidak marah lagi terhadapmu. Aku sudah memaafkanmu ketika ... Aku mendapatkan kebahagiaan yang jauh lebih besar dari pada memilikimu."

Mendengar ini, terlihat kelegaan tersirat di raut wajah Jevander Park, meskipun keadaan hatinya teriris begitu sakit.

Beberapa orang memang terlahir tidak beruntung. Seperti aku dan putra-putri kembarku. Kami terlahir tanpa kasih sayang ayah. Ayahku lebih memilih istri yang dicintainya dan tidak ada keinginan sedikitpun untuk membawaku bersamanya. Sedangkan anak-anakku, ayah mereka sedang merawat anak orang lain seperti anak kandungnya sendiri, tanpa mengetahui bahwa dia memiliki darah daging yang kini sudah besar. Tapi tidak apa-apa..

"Roze,"

"ya?"

"terima kasih Kau masih sudi mendengar kisahku. Aku ... Legah mendengar kau hidup bahagia. Kalau begitu ... aku permisi."

Roze mengangguk dengan wajah tenang.

"Silakan."

Roze berdiri ditempat untuk mengantar kepergian Jevan hanya dengan memandang langkah kaki pria itu.

.

.

Gimana gimana?

Besok lagi ya kan... Ingat, jan pelit😊

Terpopuler

Comments

Rusiani Ijaq

Rusiani Ijaq

tp di dunia nyata banyak kejadian itu, ketika 2 manusia bercerai dan meninggalkan anak maka seorang mantan istri akan berjuang menafkahi anak"nya dan seorang suami melalaikan kewajiban atas nafkah yg hrs diberikan kepada anak-anak tp Mala menafkahi dan memberikan kasih sayang nya PD anak" sambung nya.miris BKN, tp dunia pasti berbalas di akhirat nanti akan diminta pertanggungjawaban dan ketika saat itu tiba tak ada daya tuk membela diri.

2024-03-17

0

Sweet Girl

Sweet Girl

Jevan Khan tidak tahu klo kamu hamil, Roze...

2024-02-07

0

Sweet Girl

Sweet Girl

Cakep....

2024-02-07

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!