Sebuah motor sport gede sedang melaju di tengah keramaian jalan, dikemudikan oleh seorang pria muda dengan seorang gadis kecil mengeratkan pelukannya dari belakang.
“Terus pegangan yang erat Ezra!”
“Oke, paman!” teriak anak itu dari balik punggung.
Tiba di sebuah kafe yang berada di area mall, Jungki meminta Ezra untuk duduk. Tentu saja anak itu menuruti.
“Paman, dimana ayah?”
“Sebentar, ya … kita tunggu sebentar lagi.”
Jungki dapat melihat kegugupan yang Ezra rasakan. Ekspresinya tampak sangat jelas. Ezra terus memainkan kuku pada jari-jari tangannya secara bergantian dan kedua matanya yang sibuk memantau ke semua arah.
“Itu ayahmu. Dia menuju kemari”
Ezra secara spontan melihat ke arah pandang paman Jungki. Matanya menyirat tajam menatap wajah Jevander dari jarak yang cukup jauh.
Dia orang yang sama di majalah milik Daniel. Jevander Park, benarkah orang ini ayahku? Ezra menatap tak percaya.
“Paman, dia tidak mungkin ayahku.” Ezra bersuara tanpa menggeser pandangannya sedikitpun.
“Paman berani bersumpah, dia benar ayahmu. Bersiaplah, paman akan perkenalkan kalian.”
“Tunggu! Tapi kenapa ayahku bersama anak-anak?” Ezra terlihat menyipitkan kedua matanya saat menatap dua anak yang datang bersama Jevander. Arven? Kenapa dia datang bersama Jevander Park? Apa mereka ayah dan anak? Mata Ezra bergantian beralih ke sosok anak perempuan yang mungkin saja seusia dirinya.
“Anak perempuan itu adalah putri ayahmu dan anak laki-laki itu keponakan ayahmu. Kalian bersepupu.” Jelas Jungki, sedapat mungkin menjelaskan keadaan sebelum Jevan benar-benar mendekat.
“Kalau begitu aku tidak tertarik lagi berkenalan dengannya. Aku tunggu paman di parkiran, segeralah batalkan pertemuan ini dan antar aku pulang.” Ezra bangkit dari duduknya kemudian beranjak dari sana.
“Ezra, Ezra! Kau mau kemana? Tunggu pamanmu ini!” Jungki pun menyusul anak itu membuatnya berpapasan dengan Jevan.
“Jungki, kau tidak melihat kedatanganku? Mau kemana?”
“Oh, bro, sorry, aku ada urusan mendadadak. Lain kali aku hubungi lagi.”
Jungki berlari menyusul keponakannya itu.
Aneh, dia yang mengajak bertemu tapi dia yang membatalkannya. Apa dia lupa aku ini orang sibuk? kesal Jevan dalam hati.
Tiba di area parkir, terlihat Ezra sedang bersandar di samping motor dengan wajah murung. Dengan gaya andalannya melipat kedua tangan di atas perut.
Jungki menghampirinya perlahan. Tanpa bertanya, Jungki sudah mengerti kenapa Ezra berubah murung. Ia pun berinisitaif membawa Ezra pulang dengan naik taxi saja karena takut membahayakan anak itu jika naik motor dalam situasi hati dan pikiran Ezra yang sedang tak aman saat ini.
.
Masih di mall, Jevan bersama Nana purtinya dan Arven keponakannya memutuskan untuk pergi menonton film di bioskop sebagai kado ulang tahun Arven.
“Daniel!” Arven tiba-tiba meneriaki nama seseorang. Arven melepas gandengan dari tangan Jevan kemudian menghampiri temannya, Daniel.
“Hai!” hanya sapaan itu yang terdengar dari mulut irit Daniel.
“Hai Tante, saya Arven, teman Daniel!” sapa Arven pula dengan senyum lebar kepada sosok yang ia tahu sebagai bunda orang yang selalu menjemput Daniel di sekolah. Namun, senyum sapa Arven memudar saat menyadari Bundanya Daniel tidak menjawab dan malah sedang menatap lurus kepada sosok Jevan, pamannya.
Daniel yang merasa sikap bunda yang tidak seperti biasanya juga merasa bertanya-tanya. Namun kebingungannya segera terjawab ketika ikut memandang ke arah pandang ibunya.
Orang ini? Kenapa dia datang bersama Arven? Daniel masih ingat dengan jelas dengan wajah orang bernama Jevan yang pernah terpampang di tabloid.
Terciptalah keheningan di tengah keramaian lalu lalang banyak orang.
“Daniel, kenalkan, ini pamanku dan sepupuku, Nana.” Arven memecah suasana, menyadarkan Roze maupun Jevan yang sedang melempar pandang dengan tatapan yang rumit untuk di jelaskan.
Roze ada di negara ini? di depanku sekarang?
Jevan tak bisa membohongi pikiran dan perasaannya. Bertemu kembali dengan Roze adalah hal yang diam-diam ia inginkan. Lalu bagaimana ini? apa yang harus ia lakukan? Apa yang harus ia katakan?
“Paman, ini Daniel dan bunda-nya.” Kembali Arven memperkenalkan.
Bunda? Jadi … dia juga sudah punya anak? Jevan menurunkan pandangan bertemu dengan sosok Daniel dengan sorot mata dingin anak laki-laki itu. Sakit? Ternyata rasanya sakit bagai di tusuk ribuan jarum, Jevan merasa napasnya yang terasa sesak seketika.
“Halo Arven,” Roze tersenyum lembut pada anak itu. “Senang berkenalan denganmu.” Di usapnya pundak Arven. Anak laki-laki itu tersenyum, tidak seperti Daniel yang stay dengan wajah datarnya.
Tanpa banyak basa-basi lagi, Roze pergi bersama Daniel setelah pamit kepada Arven. Padahal Arven sangat ingin menonton film kesukaannya bersama Daniel.
Baik Jevan maupun Arven, memandang kepergian Roze bersama Daniel.
Nana yang menyadari bahwa wanita dewasa itu adalah seseorang yang berarti di masa lalu ayahnya, ia mengerti akan tatapan sedih di mata ayahnya saat ini. Dipandangnya wajah Jevan dengan rasa kasihan.
.
.
Daniel maupun Roze tidak saling bicara sampai di parkiran keduanya langsung memasuki mobil untuk pulang. Masih terlihat jelas ketegangan di wajah Roze namun tak ada yang bisa Daniel katakana. Ia bahkan tak ingin menanyakan apapun.
“Ini Bun,” disodorkannya sebotol air mineral kearah ibunya yang baru saja menyalakan mesin mobil.
Daniel memang tidak banyak bicara, ia hanya lebih banyak bertindak.
“Niel, tidak ada yang ingin kamu tanyakan, Nak?” Roze mati-matian menahan air matanya. Entah kenapa rasanya sangat ingin menangis.
Daniel menggeleng pelan seperti biasa. Cueknya Daniel tambah menusuk kedalaman hati Roze. Ketenangan anaknya itu justru membuat piluh yang tak tertahankan.
“Niel,”
Diraihnya tubuh putranya itu, memeluknya sambil menangis sesegukan.
Seolah mengerti, Daniel menepuk-nepuk pundak ibunya tanpa mengatakan apapun. Menangis? Anak itu bahkan tidak meneteskan air mata sedikitpun.
“Niel,” Roze menangkup wajah anaknya itu memberinya tatapan dalam.
“Orang tadi, pamannya Arven, dia… dia … dia ayah kalian, sayang, dengarkan ini, bunda hanya akan mengatakannya sekali dan jangan beritahu kakakmu. Dia, Jevander Park, adalah ayahmu! Ayah kandung kalian!” Akhirnya, Roze menjelaskan kenyataan itu kepada putranya dengan air mata yang tak berhenti mengalir.
Daniel hanya diam.
Roze tidak menduga putranya ini tidak bereaksi apa-apa. Seorang ayah benar-benar tidak berpengaruh baginya.
“Aku tahu, bunda … aku sudah tahu dia ayah kami.”
Degg..
Roze dengan sigap mengusap air mata sambil sesekali menarik cairan hidungnya.
“Niel sudah tau? Tahu dari mana kamu, Nak?”
Tak ada lagi tangis, Roze merasa penasaran. Si pendiam ini benar-benar sesuatu. Bagaimana mungkin anak ini tidak ada reaksi apa-apa.
“Aku membaca namanya ‘Jevan’ di dokumen keluarga sebagai ayah kami.” Jawab Daniel. “Mulai sekarang, jangan membuat kak Ezra menunggu ayah lagi. Dengan tempramennya itu kakak akan marah besar kalau dia tahu yang sebenarnya tentang ayah. Kakak akan mengamuk kalau tahu ayah kami memiliki anak lain.” Lanjut Daniel.
“maafkan Bunda, Nak … bunda terpaksa mengatakan ayah sedang bekerja keras demi Darriel karena hanya itu alasan yang masuk akal. Bunda tidak tahu bagaimana menjelaskannya, sayang … Bunda tidak tega berterus terang jika kalian memang tidak memiliki ayah.” air mata Roze kembali menganak sungai, merasa kasihan terhadap anak-anaknya.
“Iya, aku tidak marah. Aku baik-baik saja. Bunda, aku tidak peduli siapa ayahku. Aku akan cepat besar dan mendapatkan uang banyak untuk membantu bunda membayar perawatan Darriel. Saat aku besar nanti bunda hanya perlu bernapas untuk hidup. Tidak perlu bekerja keras lagi. aku yang akan melakukan semuanya. Aku janji, Bunda …”
Bagi Roze, Daniel terlalu dewasa sampai mengatakan ini. Begitu pengertiannya anak ini, namun siapa yabg tahu kedalamann hatinya? Apa dia baik-baik saja?
.
.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Hera Puspita
😭😭😭😭😭😭😭
2024-08-10
0
Rusiani Ijaq
😭😭 aku terharu
2024-03-17
0
Sweet Girl
hmm so sweet Daniel...
2024-02-07
0