Keinginan Ezra

Roze POV

Hari-hari berlalu dengan baik, aman tanpa masalah apapun. Hal yang kutakutkan nyatanya tidak terjadi. Dugaanku ternyata tidaklah benar. Aku telah curiga ada yang mendatangi sekolah anakku dan dengan sengaja membuat putraku membeli sebuah majalah yang didalamnya terpampang wajah ayah kandungnya.

Bukannya aku bermaksud untuk tidak mengatakan apapun tentang ayah mereka kepada dua anakku, tapi akau merasa ini tidak mudah untuk membuat mereka mengetahui tentang orang itu. beda halnya dengan Dariel, aku berusaha melakukan apapun untuknya. Dia sangat ingin tahu siapa ayahnya, maka kuberitahukan. Aku melihatnya dari sudut seorang pasien yang memiliki keinginan dan harapan. Satu yang tidak bisa kulakukan untuknya adalah membawa ayahnya itu ke hadapannya. Aku tidak punya kemampuan melakukan hal itu.

Tapi Darriel, dia anak yang pengertian. Dengan melihat berita tentang ayahnya saja sudah membuatnya bisa menyimpulkan sendiri apa yang terjadi, menyimpannya dalam hati tanpa banyak bertanya padaku.

Aku tidak ingin anak-anakku terluka jika mereka mengetahui ayahnya baik-baik saja dengan dunianya sendiri, tanpa melihat ada mereka anak-anaknya.

Aku penasaran bagaimana reaksi Jevander kalau tahu aku telah mengandung anak-anak itu. Tapi sudahlah, waktu sudah lama berlalu. Terlebih lagi, aku tahu dia sudah menikah.

.

Di Rumah, si kembar sedang asik mengerjakan PR. Kedua anak itu ditemani oleh seorang wanita setengah baya yang mereka panggil dengan nama bi Ina. Tugas Bi Ina adalah memasak dan membantu pekerjaan rumah sekaligus menemani si kembar.

Ezra sepertinya baru teringat akan sesuatu. Perlahan ia mengendap mencari majalah milik Niel yang waktu itu membuat ia tak bisa berkonsentrasi karena sibuk memikirkan paman yang bernama Jevan.

Karena lagi serius belajar, Niel tidak melihat aksi kakak nakalnya.

Ezra membolak-balikkan majalah itu tapi tidak lagi menemukan lembaran yang memuat wajah orang itu.

"Mana dia? Apa Niel merobeknya? Untuk apa?"

Ezra merasa marah.

"Danieeelllll!" Ezra berteriak nyaring.

"Ada apa lagi?" Sahut Niel, santai.

"Dimana lembaran yang ada wajah paman itu? Kau merobeknya?" Tuduh Ezra tanpa basa-basi.

"Untuk apa mencarinya? Itu tidak penting." Acuh Niel.

"Ihhhhhhh! Kau ini, dasar anak nakal."

Bruaakkk.

Ezra menghempas majalah itu mengenai kepala adik kembarnya.

"Auuuuuu. Sakit!" Daniel mengelus bagian kepalanya yang terasa sakit.

Ezra berlari keluar rumah menuju taman kompleks yang tidak jau dari tempat tinggalnya.

Anak itu menangis disana. Ia juga bingung kenapa dia harus menangis hanya karena seseorang yang tidak ia kenali.

"Hei! Kenapa menangis?"

Seseorang duduk di samping Ezra. Anak itu menoleh.

"Bukan urusan orang dewasa." Jawabnya.

"Kau bertengkar dengan siapa?"

"Mau tau aja. Bunda bilang tidak boleh berbicara dengan orang asing. Pergi sana," usirnya tak ramah.

Keponakanku satu ini sangat tidak sopan.

"Mau ini?"

Orang itu menyodorkan sebungkus ice cream.

"Apa paman ini ayahku?" Ezra bertanya dengan raut wajah murung.

"Ayah? Enak saja. Aku belum pernah buat anak."

"Lalu? Kenapa paman peduli? Paman menyukai bundaku?" Tuduh Ezra.

(Hei! Aku ini adiknya bundamu).

"Panggil saja aku paman. Aku, adalah teman ayahmu."

"Teman ayah? Jangan berbohong."

"Kau ingin tahu siapa ayahmu?"

Ezra menatap curiga.

"Benarkah paman adalah teman ayah?"

"Ssuuuuut! Tapi ini rahasia kita berdua. Jangan beritahu bundamu. Kau bisa janji?"

"Bisa, paman. Aku ingin bertemu ayah. Bisa paman antar aku ke tempatnya?" Ezra memang tak kenal basa-basi.

"Tentu saja. Dengan senang hati."

.

Jevander POV.

Sudah satu minggu aku meninggalkan dan tinggal di negara asal ibuku ini, bersama putriku, Nana. Selama ini, ibuku masih stay bersama kami berdua.

Putriku tidak mudah beradaptasi. itu sebabnya ia tidak mudah mendapatkan teman di sekolah barunya. Anak ini sangat pendiam dan tidak akan memulai obrolan. Tidak hanya itu, Nana tidak akan merespon orang lain dengan mudah.

"Daddy!" Nana berjalan ke arahku memegang selembar foto ditangannya.

"Daddy! Siapa dia?" Ia perlihatkan foto itu padaku.

Foto ini memang milikku. Kenangan saat aku bersama mantan kekasihku di Amrik. Wanita yang bersamaku ini adalah cinta pertamaku tapi dia juga adalah wanita yang telah kutinggalkan tanpa perasaan. Bukan sekali, tapi aku sudah dua kali mencampakkan dia.

'Roze Moza' itulah namanya. Dia mungkin sangat membenciku. Aku berharap dia hidup dengan bahagia. Wanita ini, aku masih diam-diam merindukannya.

Aku meninggalkan dia bukan karena tidak cinta. Tapi ... statusnya sebagai putri seseorang yang bergelut di dunia hitam, membuatku merinding. Inilah aku, seorang pria yang sangat menyayangi kedua orangtuaku. Aku rela menyakiti diriku sendiri, mematahkan hatiku sendiri karena takut mereka akan kecewa dengan pilihanku.

Apa aku menyesal telah mencampakan Roze? Aku sangat menyesal. Aku terus menyesalinya dalam diam.

Saat aku sedang suntuk, kesepian atau sedang lelah dari pekerjaan, aku kerap memandang foto ini. Lembar foto yang memuat wajah bahagiaku bersamanya. Bebanku seketika menghilang saat melihat dan mengingat kebersamaan kami dulu. Roze memang energi positif dalam hidupku. Namun sayang, aku menyia-nyiakannya.

Aku kembali menatap putriku. "Hei girl, ini teman baik daddy, sayang."

“Dad, buat dia jadi mommy Nana. Nana suka dia.” Apa maksud anak ini? Dia ingin Roze jadi ibunya?

Batinku gelisah memikirkannya. Ada rasa penasaran di hatiku. Sedang dimana wanita itu sekarang? Apa dia bahagia dengan hidupnya? Hah! Memangnya kenapa kalau dia tidak bahagia? Aku akan muncul sebagai penyelamat? Aku sama sekali tidak berhak.

.

.

Roze POV.

Aku termasuk ibu yang selalu memantau perkembangan serta perubahan pada diri anak-anakku.

Hari ini aku melihat perubahan drastis pada putriku. Mulutnya yang suka mengoceh dengan berbagai kemarahan, kini sangat berbeda dari biasanya.

Ezra-ku terlihat sangat kalem, ramah dan sabar. Kemana jiwa bar-bar putriku? Siapa yang telah mengambilnya? Biasanya tiada hari tanpa bertengkar dengan Niel dan bahkan mengomeliku saat terlihat salah dimatanya.

"Bun,"

Dia mendekatiku seraya menyapa dengan nada kalemnya.

"Iya, sayang?"

"Aku ingin bertemu dengan ayah."

Deg.

Ada apa dengan putriku? Dia tiba-tiba mengatakan ingin bertemu ayahnya.

"Ezra ... tidak bisa bertemu ayah. Ayah kamu tidak berada di negara ini. Ayah di tempat yang jauh, Nak." Jelasku, dengan tenang. Takut kalau-kalau dia akan mengomel jika kutanggapi dengan kalimat menekan.

(Bunda berbohong! Paman bilang ayahku ada di kota ini. Aku akan menemui ayah tanpa sepengetahuan bunda.)

Putriku terlihat sedang berkata-kata dalam hatinya. Tapi aku tidak tahu apa yang sedang ia pikirkan dan katakan.

"Untuk apa ketemu ayah segala, kurang kerjaan."

Suara putraku, Niel, nyeletuk.

"Niel, kau tidak ingin bertemu ayah?" Putriku menghampiri adik kembarnya yang sedang serius memberi makan ikan ****** di aquarium mini miliknya.

"Aku tidak memginginkan ayah." Jawab Niel, acuh.

Bagus. Niel sudah benar. Dia tidak membutuhkan sosok ayah selagi ada aku. Bunda yang juga bisa menjadi ayah bagi mereka.

Ezra terdiam. Anakku tidak menyuarakan apapun lagi. Jiwa kalem masih merasukinya. Entah apa yang ia pikirkan, yang pasti ... dia sedang memikirkan keberadaan ayahnya.

Mengetahui Ezra merindukan ayahnya, membuatku mengingat masa kecilku tanpa ayah, ayah yang aku rindukan detik demi detik. Namun, pria itu bahkan tidak pernah lagi datang menjumpaiku, membuat aku terluka sangat dalam.

Jadi, lebih baik untuk mereka tidak mengenal ayahnya sama sekali dari pada bertemu lalu hanya akan sakit hati.

Aku tidak ingin sakit yang pernah kurasakan tertoreh dihati putriku.

Aku mengenal ayahku, tapi aku tidak bisa bersamanya. Dia hanya datang dan pergi begitu saja tanpa berniat mengajakku, menikmati kebersamaan sebagai ayah dan putrinya.

Saat aku berumur 7, aku pernah dilarikan ke rumah sakit gara-gara terjatuh dari sepeda saat mengejar mobil yang membawa pergi ayahku. Selama aku sakit ayah tidak datang mengunjungiku.

Ibuku akhirnya berterus terang bahwa ayahku memiliki keluarga yang ia sayangi. Sedalam apapun aku menginginkan ayahku, aku tetap tidak bisa menggapainya.

Aku, sangat membenci ayahku sampai saat ini.

Aku memutuskan tidak akan pertemukan putriku dengan ayahnya. Setidaknya, kebencian tidak tumbuh dalam dirinya seperti yang aku rasakan.

.

.

Bersambung.....

Bestoy! Jan lupa dukungannya yak...🥰 maaciii😁

Terpopuler

Comments

Hera Puspita

Hera Puspita

air mata nya jatuh sendiri 😭😭😭

2024-08-10

0

Rusiani Ijaq

Rusiani Ijaq

rasa sakit hati dan kecewa yg dirasakan sejak kecil akan sangat membekas dan trauma yg sangat dalam

2024-03-17

0

Hasrie Bakrie

Hasrie Bakrie

Sabar ya Roz, suatu saat qm pasti menemukan kebahagiaan

2023-06-13

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!