Terpaksa Menikah Dengan Anak Kiai
Perkenalan namaku Amira Usmanova, aku anak tunggal dari pasangan Sudrajat dan Andini. Saat usiaku lima tahun, Mamahku meninggal dunia. Aku dan ayah hidup hanya berdua saja. Ayahku cukup tampan, banyak sebenarnya yang ingin menikah dengan ayahku, yang sudah menduda di usia 30 tahun. Ayah bekerja sebagai seorang guru mengaji dan juga ustadz di kampungku.
Walaupun aku anak seorang ustadz, tapi aku termasuk anak gadis yang urakan, sampai selalu membuat ayahku pusing kepala dengan kelakuan ku yang absurd. Aku tidak berhijab, dan kadang suka berpakaian seksi. Tapi aku tidak merokok ataupun menggunakan narkoba. Aku juga masih perawan, karena aku anti dengan free ***. Catat itu! Senakal-nakalnya aku, aku hanya tidak mau menggunakan hijab, belum siap lahir bathin. Aku gak mau dipaksa siapapun untuk hal satu itu. Termasuk ayahku. Aku ingin menggunakan hijab atas kemauanku sendiri, atas hidayah Allah.
Saat ini aku sedang sibuk mengantri untuk mendaftarkan diriku ikut ujian masuk universitas. Aku ingin menjadi seorang bisnis women. Makanya aku sekarang berniat ambil kuliah jurusan manajemen bisnis di salah satu universitas negeri di kotaku.
"Amira, semoga kita berdua di terima ya, aku harap kita tidak berpisah. Aku gak bisa hidup tanpa kamu, Amira!" ucap sahabatku Sulis.
"Ih, najis! Gue masih doyan laki ganteng ya!" cicitku dengan ucapan lebay Sulis.
"Gue juga masih doyan laki kali!" ucap Sulis kesal.
"Gue juga bercanda kali!" ucapku jahil sambil noyor kepala Sulis yang berhijab.
"Gue heran deh, loe anak ustadz, tapi kagak mau pakai hijab. Gua kasihan ama bapak loe, ceramah nyuruh orang buat nutup aurat, Eh, elo anaknya sendiri malah ga berhijab, umbar aurat kemana-mana. Insaf Ukhti!" cerocos Sulis cerewet seperti biasanya. Tapi sulis adalah satu-satunya sahabat sejak SD yang tahu segalanya tentangku.
"Lah, elo aja ukhti setelah Kunti. Enak aja loe main ceramahin gue!" protesku sewot.
Saat kami asyik mengobrol, tiba-tiba ponselku berdering, nomor baru. Sebenarnya malas mau angkat, tapi ko perasaanku gak enak ya.
"Assalamualaikum, siapa ya?" jawabku was-was.
"Waalaikum salam, maaf ini Mba Almira Usmanova bukan ya? Putrinya Pak Sudrajat." tanya seorang wanita di sebrang sana.
"Iya, ini siapa ya? Tahu dari mana nomor saya?"
"Saya dari rumah sakit, Mba! Ini ayahnya masuk ICU, kondisinya sangat kritis. Beliau dibawa ke sini oleh temannya yang kebetulan sedang berkunjung ke rumah beliau. Bisa Mba datang ke rumah sakit sekarang? Ayah Anda mencari Anda terus." aku seketika lemas, dadaku sesak.
"Ayah di rawat di rumah sakit mana?" tanyaku gemetaran. Air mata sudah jatuh di pelupuk mata.
"Ayah Anda di rawat di rumah sakit xxxxxx ! Cepat kesini ya Mba! Saya khawatir kalau tidak sempat lagi!" demi Alex! Saat ini hatiku sangat kalut,mendengar ucapan orang di sebelah sana, aku sudah tidak sanggup lagi.
"Amira, loe kenapa? Ko pucat banget muka loe?" Sulis membimbing ku untuk duduk di salah satu kursi di tempat antrian.
"Ayahku lagi kritis, aku harus segera kesana!" ucapku hilang akal, dengan air mata sudah mengucur tanpa henti. Ayah satu-satunya keluarga yang aku punya saat ini. Kalau ayah ga ada, aku sama siapa? Pikiranku sudah gak karuan.
"Ayo gue anter pakai mobil gue aja. Muka loe pucat banget bestie. Dimana ayah kamu di rawat?" tanya Sulis. Aku menyebutkan nama rumah sakit jantung di kota ini.
"Kamu tenang ya, insyaallah semua baik-baik aja. Kamu harus berdoa buat ayah kamu." aku dan Sulis langsung menuju rumah sakit di mana ayahku di rawat. Sulis memang sahabat terbaikku. Dia selalu ada di saat apapun dalam hidupku.
Setelah sampai, kami langsung menuju ke meja resepsionis, menanyakan keberadaan ayahku. Setelah tahu dimana beliau, Sulis memapahku dengan penuh perhatian.
"Sabar, bestie. Yakin kalau ayah kamu baik-baik aja!" Sulis terus menghibur diriku yang saat ini sangat kalut pikirannya.
"Itu katanya ruang ICU deh, tapi ko di sana ramai orang ya?" tanya Sulis heran.
"Semoga ayah gak kenapa-napa!" tangisku.
"Ayo kita ke sana!" kami pun pergi ke ruangan yang ramai orang tersebut.
"Kamu anaknya Pak Sudrajat?" tiba-tiba ada seorang pria berumur sekitar 60 atau 65 tahun, beliau bersorban, berkopiah putih, wajahnya sungguh sejuk sekali. Beliau mendekati ku dan menatapku dengan lekat.
"Iya, Pak Kiai siapa, ya?" hanya tebakan saja, bahwa beliau seorang Kiai, aku lihat dari penampilan beliau yang sangat berbau Kiai.
"Saya Kiai Jamaludin, saya Kiai ayah kamu saat dulu dia masih muda. Kami baru bertemu tadi siang, tapi tiba-tiba beliau kena serangan Jantung, saat kami mengobrol tentang masa lalu kami." ucap beliau memperkenalkan dirinya kepadaku. Dan menceritakan hubungan beliau dengan ayah.
"Apa Pak Kiai yang membawa ayah saya ke sini?" tanyaku mulai tenang. Ayah sudah ditangani pihak dokter, jadi hatiku mulai lega.
"Ya, saya bersama putra saya, Fathu. Itu, yang berdiri di sana, anak saya." tunjuk beliau pada seorang pemuda Sholeh yang terus mendudukkan kepalanya. Tidak terlihat wajahnya sama sekali. Aku hanya melirik sekilas. Tidak tertarik dengan pria itu. Pikiranku sedang kalut rasanya.
Pikiranku saat ini hanya ingin tahu bagaimana keadaan ayahku saat ini. "Maafkan saya Pak Kiai, bagaimana keadaan ayah saya?" tanyaku.
"Alhamdulillah ayahmu sekarang sedang di lakukan operasi oleh dokter spesialis. Nyawa beliau harus segera di selamatkan. Maaf ya, kalau saya lancang mengambil keputusan." ucap beliau sungkan denganku.
"Tidak apa-apa Pak Kiai, saya sangat bersyukur bahwa Pak Kiai sudah berbaik hati kepada Ayah saya. Terima kasih." ucapku bersyukur.
"Sebagai sesama manusia kita harus saling tolong menolong. Jangan sungkan, ya?" Beliau lalu duduk di dekat anaknya.
"Aby, kayanya Fathu lebih baik pulang dulu ya, Fathu masih ada kegiatan yang harus dilakukan. Aby gak apa-apa di tinggal disinu?" ucap pria itu. Aku hanya mendengarkan saja.
"Fathu, santri terbaik Aby saat ini kritis, kita tidak tahu bagaimana keadaan beliau saat ini. Aby ingin disini dulu, memastikan semuanya baik-baik saja. Aby gak tega sama putrinya, kalau kenapa-kenapa nanti siapa yang akan menolong?" aku sangat terharu dengan kebaikan hati Pak Kiai ayahku.
Padahal ayah sudah lama meninggalkan pondoknya, tapi Pak Kiai masih begitu perhatian pada ayahku. Semoga Allah membalas kebaikan beliau dengan kemuliaan dunia dan akhirat.
"Pak Kiai, tidak apa-apa kalau mau istirahat dan pulang dulu." ucapku sungkan dengan beliau.
Subhanallah, ternyata anak Pak Kiai sangat tampan, matanya yang teduh begitu menyejukkan mata. Ya Allah, jantungku berdetak sangat kencang. 'Ya Allah, tolong hambamu! Jangan sampai hamba jatuh cinta pada mahlukmu yang maha sempurna itu!' Rintihku dalam hati.
Kami hanya berharap mata beberapa detik, karena dia langsung mengalihkan pandangannya. Melihat kembali kepada Aby nya.
"Ya Allah, ternyata benar ya, dibalik musibah masih ada hikmah luar biasa!" bisik Sulis di telingaku. Aku heran dengan maksudnya.
"Ga paham!" ucapku.
"Ya, ayah loe kritis, dan ditolong sama pangeran ganteng yang dikirim dari surga." Ucap Sulis penuh damba terhadap putra Pak Kiai.
"Di saat kaya gini, sempat-sempatnya ya, loe mikirin cowok! Dasar teman ga ada akhlak!" ucapku misuh misuh. Padahal dalam hati aku cemburu, melihat Sulis begitu memuja Mas Fathu.
Ya Allah, ada dengan diriku!?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
anna
u
2023-09-21
0
anna
upp
2023-02-06
0
anna
up
2023-02-04
0