Pov Bayu Iswara
Namaku Bayu Iswara, aku seorang duda, dengan seorang putri berusia 18 tahun. Aku bercerai dengan istriku saat Putriku berusia 10 tahun, istriku ketakangkap basah berselingkuh dengan sekretarisku. Miris bukan nasibku? Seorang CEO di selingkuhi istrinya demi sekretarisku sendiri.
Bertahun-tahun aku tidak bisa membuat hatiku berdamai dengan masa laluku, bahkan sampai detik ini, aku masih membenci istriku dan selingkuhannya. Kabarnya mereka sudah menikah dan mempunyai dua orang anak.
Hidup mereka bahagia, tapi hidupku kenapa penuh dengan duka? Mereka pendosa yang menodai janji suci pernikahan kami berdua, aku adalah korban disini, tapi kenapa aku tidak bahagia? Dunia sungguh tidak adil sekali kepada hidupku.
Hari ini, aku menerima kabar dari putriku bahwa ayah sahabatnya masuk rumah sakit, karena serangan jantung, aku merasa kasihan dan berniat membantu mereka. Selepas Isya, aku dan putriku menjenguk ayah Amira, sahabat putriku.
Kami membawakan segala kebutuhan Amira selama tinggal di rumah sakit. Aku tahu, Sulis dan Amira sangat dekat. Tapi aku baru pertama kali ini bertemu dengan Amira. Aneh ya? Aku seorang workaholic, hidupku hanya tahu kerja dan kerja. Mungkin itu juga yang menjadi alasan mantan istriku berselingkuh dahulu.
"Amira, bagaimana kabar ayahmu?" tanya putriku.
Amira gadis yang cantik dan energik. Juga humble dengan siapapun, aku tidak heran kenapa putriku yang tidak gampang bergaul dengan orang lain, bisa betah bersahabat dengan Amira.
"Ayah sudah membaik kondisinya." kami saat ini bicara di luar ruangan pasien. Agar tidak mengganggu ketenangan pasien.
"Perkenalan, ini ayahku. Namanya Bayu Iswara!" aku mengulurkan tanganku agar kami bisa berjabat tangan. Tangannya sangat halus.
"Amira Usmanova," ucapnya. Suaranya sangat merdu, aku suka. Walaupun dia tampak lecek dan lusuh, tapi dia terlihat sangat cantik di mataku.
Wajar dia terlihat begitu, dia merawat ayahnya di rumah sakit hanya sendirian. Pasti sangat berat untuknya, di usia muda sudah banyak tanggung jawab. Aku salut dengan Amira.
"Ini sudah malam, pulanglah, besok kamu bisa kesini lagi, seharian kamu sudah nemanin aku. Aku jadi gak enak sama Om Bayu." ucap Amira. Aku bisa membaca kelelahan dan kesedihan Amira, andai aku bisa menghilangkan itu dalam hati Amira, aku pasti bahagia.
"Tidak apa-apa Amira, kalau kamu mau Sulis buat nemenin kamu disini. Biar Om pulang dulu, besok baru dijemput lagi!" tapi Amira menolak tawaranku, apa boleh buat. Yang dikatakan oleh Amira juga ada benarnya. Sulis juga butuh istirahat. Sulis sudah bercerita kepadaku, bahwa tadi siang dirinya membatalkan mendaftar ke universitas karena harus menemani Amira di rumah sakit. Ayahnya operasi jantung tadi siang.
Setelah berpamitan, kami pulang ke rumahku. Sepanjang perjalanan aku terus memikirkan Amira, apa aku mulai jatuh cinta lagi? Oh Tuhan, ada apa dengan diriku? Sungguh aneh sekali.
Bertahun-tahun banyak wanita yang mendekati namun tidak ada yang mampu menggerakkan hatiku, kenapa hatiku kebat kebit begini setelah bertemu dengan Amira?
"Amira anak tunggal?" tanyaku pada Sulis, sambil membunuh kesunyian di mobil.
"Iya, mamahnya meninggal saat kecil. Kasihan deh, Amira hanya hidup bersama ayahnya. Amira sungguh gadis yang kuat dan hebat. Dia tetap jadi gadis berprestasi walaupun agak urakan sedikit. Tapi aku sayang banget sama dia." ucap putriku begitu antusias.
"Ayah rasa, karena nasib kalian sama-sama tak berujung ibu, itu yang membuat kalian jadi dekat satu sama lain!" ucapku sambil mengelus puncak kepala putriku yang berhijab.
"Mungkin juga, Pah!" jawab putriku.
"Kamu dekat banget sama Amira?" tanyaku lagi.
"Papah kok dari tadi nanya Amira terus, apa papah naksir sama Amira?" putriku langsung melotot.
"Apa tidak boleh? Papah masih muda kalau kau tahu. 37 tahun loh!" ucapku sambil tersenyum.
"Usia ayah 2x lipat dari usianya Amira, kalau ayah mau tahu. Apa ayah gila? Papah nanti kena kasus pedofil loh, menikah dengan anak di bawah umur." ucap putriku tampak tidak setuju.
"Kamu sudah 18 tahun sayang, bukanlah Amira seumuran dengan kamu?" tanyaku lagi.
"Iya sih, tapi jangan Amira! Sulis ga mau Amira jadi Mamah tiriku. Ga boleh pokoknya!" Sulis ngotot. Ah, belum apa-apa sudah terbentang rintangan yang begitu besar. Nasib cintaku memang selalu gak mulus. Jadi sesak hatiku.
Pov Fathu Al Ghazali
Malam ini aku dan Aby rencananya mau membesuk lagi ayahnya Amira yang dahulu merupakan santri Abyku yang tadi siang kami tolong. Aby memang orang baik. Gak bisa lihat orang lain susah.
"Besok saja, Aby. Ga enak malam-malam ganggu. Mereka juga pasti butuh istirahat." ucapku.
"Fathu, Amira itu seorang gadis. Kalau dia sendiri di rumah sakit, kalau ada apa-apa nanti gak ada yang nolongin! Aby akan merasa berdosa kalau hal buruk terjadi kepada Ayahnya Amira!" ujar Aby.
"Baiklah, ayo Fathu temani Aby. Kita ijin dulu sama Umi, nanti nyariin kita loh," usulku yang langsung disetujui Aby. Setelah berpamitan, ternyata Umi juga ingin ikut dengan kami ke rumah sakit.
Setelah 30 menit perjalanan, kami sampai di rumah sakit. Saat kami akan masuk ke ruangan Papahnya Amira, aku lihat Amira tengah sibuk berbincang dengan Sulis dan seorang pria paruh baya. Aku perhatikan pria itu tampaknya ada hati kepada Amira, terlihat dari gesture dan bahasa tubuhnya. Aku tidak paham, kenapa rasanya hatiku tidak rela, saat melihat Amira begitu dekat dengan pria lain. Walaupun aku lihat Amira hanya biasa saja menanggapi pembicaraan pria itu.
Untungnya mereka segera pulang, sebelum kami sampai di depan ruangan ayahnya Amira, aku terkejut saat melihat Amira yang keluar dari ruangan ayahnya dengan panik dan berderai air mata. Aku dan keluargaku langsung menghampiri.
"Ada apa Amira?" tanyaku khawatir.
"Tiba-tiba keadaan ayahku drop. Aku harus panggil dokter dulu." Amira terlihat panik.
"Fathu, kamu panggilkan dokter. Amira, ayo kita temani ayahmu di dalam, kasihan kalau di tinggal sendiri." Aby dan Umi lalu membimbing Amira untuk masuk ke ruangan ayahnya.
"Ayah, jangan tinggalkan Amira. Hiks hiks!" tangis Amira semakin kencang.
Dokter sudah datang, lalu memeriksa keadaan ayahnya Amira, namun tampak raut wajahnya berubah sendu.
"Keluarga Pak Suganda, ayo masuk, kondisi pasien sangat kritis, beliau memanggil kalian semua ke dalam!" ucap Dokter.
Kami langsung masuk dan mendapati ayahnya Amira sudah susah bernafas. "Ayah! Jangan tinggalkan Amira!" Amira menangis pilu.
"Anakku, berjanji sama Ayah, kalau kamu akan menikah dengan Gus Fathu. Umur ayah mungkin sudah hampir tiba, berjanji pada ayah!" ucap Ayah Amira terbata-bata, aku terkejut dengan keinginan ayahnya. Aby dan Umy juga saling menatap, saling memberi kode.
"Kami berjanji akan menikahkan Amira dengan Fathu. Kamu cepat sembuh, ya!" ucap Aby sambil memegang tangan ayahnya Amira.
"Pak Kiai, tolong nikahkan mereka sekarang, saya merasa usia saya sudah hampir tiba. Tolonglah Pak Kiai! Saya ingin menikahkan Putri saya selama saya masih bernafas, tolonglah Pak Kiai! Saya mohon, Pak Kiai!" pinta ayahnya Amira dengan napas tersengal-sengal.
"Baiklah, saya akan menikahkan mereka, Fathu gegas kau bawa penghulu ke mari,cari juga seperangkat alat sholat untuk mahar kalian, untuk uang seadanya di dompet kamu saja. Jangan lama-lama, waktu kita tidak banyak." aku langsung mencari penghulu yang aku kenal, dua puluh menit kemudian, acara ijab Qabul akan di laksanakan.
"Saya nikahkan dan kawinkan engkau, Fathu Al Ghazali bin Kiai Jamaludin dengan Putri kandung saya bernama Amira Usmanova binti Suganda dengan Mas Kawin seperangkat alat sholat dan uang sebesar 1 juta rupiah, di bayar tunai!" ucap ayahnya Amira terbata-bata.
"Saya terima nikah dan kawinnya, Amira Usmanova binti Suganda dengan Mas Kawin tersebut di bayar tunai!" ucapku dalam sekali tarikan nafas. Lega rasanya. Hatiku merasa bahagia. Entah kenapa.
" Bagaimana saksi, sah?" tanya penghulu.
"Sah!"
"Sah!"
Para dokter dan suster menjadi saksi pernikahan ku dengan Amira. Allahuakbar, pernikahan yang hanya dipersiapkan selama satu jam saja. Akhirnya sudah selesai dan berjalan lancar.
"Terima kasih, Pak Kiai, saya titipkan Amira kepadamu Gus Fathu. Bimbinglah Amira agar menjadi istri Sholehah." setelah mengatakan hal itu, tiba-tiba ayahnya Amira terkulai lemas.
Amira sudah histeris, dokter langsung mendekati dan memeriksa kondisi beliau.
"Innalilahi, beliau sudah meninggal!" ucap dokter.
"Ayah!!!" seketika tangis Amira pecah, hatiku ikut sedih melihat Amira yang histeris. Kenapa ayahnya harus meninggal di hari bahagia ini?
"Ayah, jangan tinggalin Amira. Hiks hiks!" Amira terus saja menangis. Umy merasa kasihan dengan Amira dan memeluk Amira, memberikan kekuatan dan penghiburan untuk Amira yang saat ini begitu rapuh dan berkabung.
"Fathu, segera urus administrasi dan kepulangan jenazah. Kita urus pemakaman mertuamu di pondok kita saja, agar gampang bagi kita mengurusnya. Amira apa kamu setuju dengan usul Aby?" tanya Aby pada Amira.
"Terserah Pak Kiai, saya percaya pengaturan Pak Kiai pasti yang terbaik." Ucap Amira dengan suara serak, Amira masih menangis dalam pelukan Umy. Umy tampaknya sudah sayang pada menantu dadakannya. Alhamdulillah!
Tadi sebelum meninggal, ayahnya Amira sudah menyerahkan Amira dalam tanggung jawabku. Menikahkan kami dalam kepayahannya menahan sakit dan sakaratul maut. Ayahnya meminta aku berjanji untuk menjaga Amira. Aku sendiri tidak paham, apakah rasa cinta itu sudah ada untuk Amira atau tidak, satu yang pasti, aku merasa kasihan dengan nasib Amira yang malang.
Di usianya yang baru 18 tahun sudah hidup tanpa ayah dan ibu, hatiku ikut sedih dengan nasib yang menimpa Amira. Semoga pernikahan kami akan dipenuhi dengan berkah. Sakinah mawadah dan warahmah. Amien.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
༄👑💗e¢¢e ρтħš αямч💗👑࿐
Sedikit ada rasa bisa jadi modal kedepannya
2022-11-05
1
༄👑💗e¢¢e ρтħš αямч💗👑࿐
hahaha kita sepemikiran Sulis tos🖐
2022-11-05
1
༄👑💗e¢¢e ρтħš αямч💗👑࿐
koq terkesan pedofilia ya
2022-11-05
1