"Loe pulang aja deh, kalau mau nambahin stress gue!" ucapku jengkel.
"Maaf bestie. Jangan terlalu serius kenapa? Ayahmu sudah dioperasi di dalam, insyaallah baik-baik aja." ucap Sulis tanpa dosa.
"Yang jadi pertanyaan, siapa yang bayarin biaya operasi ayahku?" tanyaku heran.
"Kita tanya bagian administrasi gimana?" saran Sulis. Aku setuju lalu segera pergi ke bagian administrasi rumah sakit bersama Sulis.
"Nanti gue bantu bayar, jangan khawatir. Gue minta bokap gue suruh bayarin dulu." ucap Sulis.
"Maaf sus, mau tanya atas pasien dengan nama Sudrajat, berapa biaya operasi nya?" tanyaku harap-harap cemas.
"Sebentar ya, Mba, saya cek dulu." ucap Suster.
Aku menunggu, saat mataku mengalihkan pandanganku, aku melihat Mas Fathu berjalan dengan buru-buru.
"Mau kemana dia?" tanyaku heran.
"Siapa maksudnya?" tanya Sulis. Aku nunjuk arah kepergian Mas Fathu.
"Udah, nanti loe naksir lagi kalau dilihatin terus!" ucap Sulis sambil mengalihkan pandangan ku.
"Tagihan atas nama Sudrajat sudah di bayar lunas, Mba! Sebelum di laksanakan operasi sudah lunas di bayar oleh orang yang membawa ayah Anda kemari!" ucap Suster. Aku terkejut mendengar hal itu. Begitu juga Sulis.
"Wah, Kiai Jamal baik banget ya!" puji Sulis.
"Terima kasih infonya, Suster!" ucapku lalu menarik Sulis buat kembali ke ruangan operasi ayahku. Disana Kiai Jamal masih setia menunggu ayahku. Aku sungguh sangat tidak enak dengan kebaikan beliau yang sudah bertumpuk-tumpuk.
"Pak Kiai, barusan saya ke bagian administrasi, katanya biaya operasi ayah sudah di bayar sama Pak Kiai?" tanyaku hati-hati.
"Iya, Maaf ya, kalau Bapak lancang. Melakukannya tanpa diskusi dengan kamu." ucap beliau sungkan.
"Tidak apa-apa, Pak Kiai. Saya justru merasa sangat malu. Sudah banyak merepotkan Pak Kiai!" Saat aku serius bicara dengan Pak Kiai, dari kejauhan aku melihat putra beliau datang dengan dua kantong kresek di tangannya.
"Aby, ayo makan dulu. Sejak tadi Aby belum makan siang, ini sudah hampir mo Maghrib. Ini Mba, ada makanan buat Mba sama temannya." Dia menyodorkan satu kantong plastik kepadaku.
"Terima kasih, Mas! Jadi malu, merepotkan terus jadinya!" ucapku sungkan dan juga grogi.
Siapa yang tidak akan grogi coba? Di depan mataku ada laki-laki super tampan yang menyejukkan mata ini. Menatap sekilas wajah dia saja, sudah membuat hati ini adem dan nyes...
"Tidak apa-apa, makanlah. Wajah kamu pucat, jangan sampai sakit. Ayah kamu saat ini butuh kamu untuk kuat dan sehat." ucapnya lembut.
'Ya Allah, tolong selamatkan hatiku!' rintihku dalam hati, senyum dia sungguh mempesona.
"Mba, kamu baik-baik saja? Ko malah melamun?" tanyanya heran. Saat Sulis menepuk bahuku, aku baru tersadar, 'Ya Allah sungguh memalukan! Tenggelamkan saja aku di laut, malu banget!'
"Tidak apa-apa, terima kasih makanannya." ucapku gugup lalu memberikan Sulis makanan yang tadi dia berikan kepadaku.
Setelah selesai makan, kami berempat lalu memutuskan untuk sholat ashar di musholla rumah sakit. Agak terlambat memang, kami semua khawatir dengan keadaan ayahku.
Pak Kiai menjadi imam kami, ya Allah, rasanya bahagia hati ini. Sholat bersama di satu ruangan dengan Mas Fathu yang tampannya gak terkira.
"Eh.. udah terpesona nya! Entar loe jatuh cinta MA noh laki, baru nyaoho loe!" protes Sulis padaku.
"Apaan sih?" ucapku lalu keluar duluan dari sana. Pak Kiai dan Mas Fathu terlihat berzikir dan membaca Alquran. Ya Allah, suaranya sungguh merdu sekali. Apa kabar hatiku, Hayati? Dia gak baik-baik saja di sana!
"Gue balik dulu, ya! Ini bokap nelpon terus dari tadi. Ntar lepas Isya gue balik lagi sama bokap gue. Ok bestie?" Sulis berpamitan padaku.
"Hati-hati di jalan. Terima kasih banget untuk hari ini. Loe emang the best ever! I love you so much!" ucapku sambil mencium pipi Sulis.
Saat aku menoleh, aku lihat Mas Fathu berdiri di belakang ku dan menatap aneh kepadaku. Aku jadi salah tingkah. Lalu melepaskan pelukanku pada Sulis. Sulis langsung pulang karena ayahnya nelpon terus dari tadi.
"Gue masih normal, Ok!" ucapku sinis.
'Apaan! Dia menatap aneh padaku. Apa dia pikir aku lesbi? OMG! Mati aku! Dasar Amira ceroboh!' Rutukku dalam hati.
"Saya gak bilang apa-apa, kok!" ucapnya cuek.
"Tapi mata kamu, bilang kalau aku lesbi!" tuduhku.
"Itu perasaan kamu aja. Gak boleh berburuk sangka pada orang lain, dosa tahu!" ucapnya rese. Dan berlalu gitu aja dari hadapanku.
'Ih, nih orang kalau diam keren banget, kenapa setelah bicara nyebelin gini ya?' nyesel tadi aku sempat terpesona dengan dia.
Pak Kiai sudah selesai dan kembali menunggu ayahku operasi. Aku ko jadi khawatir gini ya, sudah hampir 5 jam ayah di dalam sana. Tapi belum ada kabar apapun.
Saat aku sudah hampir putus asa, tiba-tiba lampu kamar operasi padam, sebuah ranjang keluar dari sana, aku lihat ayahku masih belum sadarkan diri.
"Alhamdulillah operasi berjalan lancar, kita masih harus observasi keadaan pasien. Yang sabar ya, terus berdoa untuk kesembuhan beliau." ucap dokter lalu pergi ke ruangannya.
"Mba, ayahnya akan kami masukkan ke ruang observasi dulu. Nanti setelah pengaruh biusnya habis, akan kami pindahkan ke ruang perawatan." aku hanya menggaruk saja. Hatiku lega, operasi ayahku sukses.
'Alhamdulillah ya Allah!' syukurku dalam hati.
"Terima kasih, Pak Kiai atas pertolongannya, semoga Allah membalas semua kebaikan Pak Kiai!" ucapku tulus.
"Sudah gak usah di bahas. Yang penting ayahmu sudah baik-baik saja. Kami pulang dulu, ya. Besok pagi insyaallah kami kembali untuk menjenguk ayahmu. Oh ya, apa kira-kira yang kamu butuhkan untuk menunggu ayah kamu di sinu?" tanya Pak Kiai penuh perhatian.
"Tidak usah, Pak Kiai. Nanti lepas Isya, Sulis akan ke sini dengan ayahnya. Nanti dia akan membawa semua yang saya butuhkan. Terima kasih sekali atas kebaikan kalian berdua." ucapku takzim.
"Baiklah, kami permisi. Jangan lupa makan dan istirahatlah. Jangan sampai sakit, ok?" ucap Mas Fathu sok perhatian.
Aku hanya mengangguk saja. Hatiku jadi sebal sama dia karena tadi dia mikir aku seorang lesbi. 'Cowok Nyebelin!' Rutukku dalam hati.
Pak Kiai dan Mas Fathu sudah pulang, sekarang tinggal aku sendirian di sini. Ayah sudah dipindahkan ke ruangan perawatan. Tadinya aku minta ruang biasa saja. Tapi kata perawat, Kiai Jamal meminta agar ayahku di rawat di ruangan VIP, beliau katanya sudah membayar deposit buat perawatan ayahku di rumah sakit.
"Duh, Budi Kiai Jamal sudah bertumpuk begini, apa yang bisa aku lakukan untuk membalas Budi beliau ya?" tanyaku bermonolog sendiri.
Selepas isya, Sulis memenuhi janjinya bahwa dia akan datang bersama ayahnya. Ayah Sulis ini masih muda, sekitar 35 tahun. Katanya Sulis, dulu ayah sama mamahnya Sulis menikah muda, jadilah seusia itu sudah punya anak perawan bernama Sulistiawaty, alias Sulis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
༄👑💗e¢¢e ρтħš αямч💗👑࿐
umur 35 tahun sudah punya anak mau masuk universitas nikah umur berapa, berarti nikahnya umur 16 thnan apa nggak salah kk Othor,🤔
2022-11-05
1
༄👑💗e¢¢e ρтħš αямч💗👑࿐
jadi mantu mungkin
2022-11-05
1
༄👑💗e¢¢e ρтħš αямч💗👑࿐
itu resiko urakan Amira jadi di nilai lain sama orang
2022-11-05
1