Setelah mengurus administrasi dan Pemulangan jenazah, ambulans mengirim jenazah ayah mertuaku ke pondok pesantren yang di pimpin oleh Abyku. Para santri langsung mempersiapkan kursi dan tarub untuk para peziarah.
Alhamdulillah, ternyata banyak yang datang untuk mengucapkan bela sungkawa. Aku melihat pria yang kemarin malam datang ke rumah sakit juga hadir bersama Sulis. 'Apa dia ayahnya Sulis?' tebakku dalam hati.
Jujur saja, aku gak nyaman melihat cara pria paruh baya itu menatap istri ku. Aku bisa melihat tatapan terpesona di matanya. Aku juga seorang pria, tentu aku bisa paham hal demikian.
"Sayang, sambut dulu teman-teman kamu. Biar yang di sini, Aby yang akan handle." ucapku pada istriku, tampaknya dia sudah kelelahan.
"Baiklah, A.. aby!" tampak masih ragu untuk memanggil Aby kepadaku. Biarlah, pelan-pelan akan terbiasa. Aku mengelus pucuk kepala istriku dengan penuh cinta. Amira tertunduk dan merona pipinya. Gemesin banget!
Kami pengantin baru, tapi sejak kemarin kami hanya disibukan dengan acara pemakaman. Belum ada waktu untuk bertemu mesra berdua. Suasana berkabung sangat kentara di pondok ini.
"Amira, yang sabar ya, bestie! Allah lebih sayang sama ayahmu!" Sulis dan Amira berpelukan.
Aku langsung mendekati Amira dan merangkul pinggangnya dengan posesif, saat aku lihat pria paruh baya itu berniat untuk memeluk istriku.
"Sayang, Aby lihat kamu sudah lelah sekali. Istirahatlah. Biar Aby yang urus semuanya. Jangan sampai jatuh sakit!" aku heran dengan diriku sendiri, kenapa aku bisa bersikap konyol dan kekanak-kanakan begini? Hanya karena melihat istriku hendak di peluk pria lain.
"Sayang? Aby?" tanya Sulis bingung.
"Kami berdua sudah menikah, tadi malam, sebelum ayahnya Amira menghembuskan nafas terakhir!" ucapku dengan bangga.
"Ya Allah, selamat ya bestie!" aku membaca ada rasa kekecewaan dalam suara Sulis. Tapi aku gak perduli. Aku hanya ingin mengumumkan pada dunia, bahwa Amira adalah istriku. Tidak boleh ada pria lain yang memimpikan istriku.
"Selamat, Amira! Semoga pernikahan kalian bahagia!" ucap pria itu. Aku bersorak dalam hati, melihat raut kecewa dan sedih pada wajahnya.
"Ayo, sayang. Istirahatlah! Kami permisi, ya!" aku menggandeng tangan istriku dan untuk pertama kali, membawa seorang wanita masuk ke dalam kamarku. Sungguh excited banget.
"Sayang, mandilah dulu. Dari kemarin kamu belum mandi." ucapku sambil menyerahkan handuk pada istriku yang masih bengong dan bingung.
"Aby, pakaian ku masih di rumah, bagaimana aku mengganti pakaianku?" tanya istriku bingung.
"Sebentar sayang, Aby coba tanya sama Kakak Khumaira dulu, siapa tahu ada baju baru yang bisa kamu pakai. Kamu mandilah dulu." aku langsung pergi mencari Kakakku, Khumaira. Kalau gak salah, Minggu kemarin Umi dan Kak Khumaira pernah belanja banyak gamis. Siapa tahu masih ada gamis yang belum terpakai.
Aku adalah anak bungsu dari tujuh bersaudara. Kak Khumaira adalah anak nomor 6, kami hanya beda usia tiga tahun. Wajah kami juga agak mirip. Kakaku itu belum menikah, dia masih ingin mengejar gelar masternya di Arab Saudi. Kebetulan Kak Khumaira sedang liburan. Semua Kakakku yang lain sudah menikah, hanya Kak Khumaira yang belum, dia terlalu fokus mengejar pendidikan dan gelar, hingga lupa dengan pernikahan. Usia Kakaku sekarang 35 tahun.
"Umi, apa masih ada gamis baru? Istriku butuh untuk ganti!" tanyaku sama Umy, kebetulan ketemu sama Umy di depan kamar ku.
Sejak dari rumah sakit, kami belum ke rumah Amira, belum sempat mengambil barang-barang Amira. Biarlah, kami mau fokus dulu dengan acara pemakaman. Baru hal lain kami pikiran kemudian.
"Sebentar, Untung minggu kemarin Umy beli banyak gamis untuk Kakakmu, Khumaira, dan belum ada yang di pakai sama sekali. Mungkin sudah ada firasat ya, kalau anak Umy yang tampan ini akan menikah. Tiba-tiba aja Umy pengen belanja gamis banyak." aku hanya tersenyum menanggapi ucapan Umyku.
Tak lama kemudian, Umy datang dengan membawa beberapa gamis cantik untuk istriku.
"Terima kasih, Umi." aku langsung masuk ke kamarku. Tanpa mengetok pintu, aku main masuk saja. Ternyata bertepatan dengan Amira yang keluar dari kamar mandi.
Seketika kami berdua terkejut, Amira hanya menggunakan handuk saja. Dia tampak canggung melihat keberadaan diriku.
'Oh, Tuhanku! Kuatkan iman ku, istriku saat ini sedang berkabung. Pasti dia belum siap untuk melayani hasratku!' monologku dalam hati.
"Aby, mana pakaiannya?" ucap istriku.
"Maafkan Aby, ini pakailah!" Amira tampak hanya bengong melihat pakaian yang aku bawa.
"Kenapa, sayang? Kamu gak suka pakaian ini?" tanyaku heran. Gamis yang aku bawa sangat bagus aku rasa. Selera Umi dan Kak Khumaira lumayan bagus. Bisa kita lihat dari penampilan Kak Khumaira yang cantik dan elegan.
"Tidak apa-apa." Amira lalu kembali ke kamar mandi untuk memakai pakaian yang tadi aku bawa. Aku berdebar rasanya, baru kali ini, aku berduaan dengan seorang gadis. Berjuta rasanya.
Tidak lama kemudian, istriku keluar dari kamar mandi, sudah menggunakan gamis yang tadi aku berikan. Tapi dia tidak menggunakan hijabnya.
"Sayang, kenapa tidak di gunakan hijabnya?" tanyaku heran.
"Aby ingin saya pakai hijab?" tanyanya canggung.
"Tentu, sayang! Aby ingin kecantikan kamu hanya untuk Aby, gak rela orang lain melihat aurat kamu, sayang!" ucapku sambil mendekati istriku.
Istriku tampak gugup sekali, saat aku semakin mendekat. "Aby mau apa?" tanyanya.
"Aby mau bantu kamu pakai jilbab, sayang!" ucapku sambil mengambil hijab yang ada di tangan istriku. Dia tampak gugup.
"Aby, bisakah, gak usah pakai hijab?" tanyanya gugup. Takut padaku sepertinya.
"Aby akan sedih, kalau istri Aby gak menggunakan hijab, sayang!" ucapku sambil pasang wajah sendu dan sedih.
"Baiklah, aku akan mencoba!" Istriku tampak gugup saat tanganku memakaikan hijab di kepalanya. Setelah rapih, aku mencium kening istriku dengan lembut.
Istriku tampak pasrah saja. Aku jadi menuntut lebih, perlahan aku mencium bibirnya yang tampak gemetar. Ciuman lembut dan tanpa nafsu. Aku sadar kalau kami dalam keadaan berkabung. Aku tidak mau memaksa istriku untuk melayaniku.
Istriku masih tampak kaku dalam berciuman, Alhamdulillah artinya dia masih belum terjamah pria lain. Mungkin ini adalah ciuman pertamanya juga, sama seperti diriku.
"Sayang, ayo kita keluar, pasti ayahku sudah siap untuk dimakamkan." istriku menyadarkan diriku yang hampir saja semakin tenggelam dalam hasratku sendiri.
"Sayang, apakah kamu akan marah, kalau Aby meminta hak Aby sebagai seorang suami?" tanyaku agak ragu. Takut istriku marah.
"Maafkan Aby, karena kita dalam keadaan berkabung, Aby jadi harus tersiksa begini. Maafkan ya?" tanya istriku merasa gak enak.
"Tidak apa-apa sayang, Aby akan bersabar menunggu kesiapanmu untuk menyempurnakan pernikahan kita." ucapku tersenyum.
"Terima kasih, atas pengertiannya!" aku mencium kening istriku sekali lagi, lalu mengecup bibirnya sekilas, lalu kami berdua keluar dari kamar kami.
Jenazah sudah siap di sholatkan, setelah itu kami bersama-sama memakamkan mertuaku di pemakaman umum yang letaknya tidak terlalu jauh dari pondok pesantren Aby ku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
༄👑💗e¢¢e ρтħš αямч💗👑࿐
Amira penurut betul ya semoga seterusnya begitu
2022-11-05
2
༄👑💗e¢¢e ρтħš αямч💗👑࿐
kak Khumaira cocok tuh dengan Ayahnya Sulis😁
2022-11-05
1
༄👑💗e¢¢e ρтħš αямч💗👑࿐
langsung sayangnya Aby
2022-11-05
1