Rafael
PLAKKK ...
"Benar-benar bikin malu!" murka Han.
Aku berdiri mematung, dengan memegangi salah satu pipiku. Yang perih dan panas akibat tamparan. Aku tidak menyangka, akibat perbuatanku, semua kena imbasnya. Termasuk Bu Clara, dosen ku di kampus yang sudah menyelamatkan hidupku.
"Tidak tahu diri! Papa sudah capek-capek mencari uang, tapi, apa yang kau lakukan! Kau jadi preman diluar sana! Sampai kapan Kau akan mempermalukan orang tuamu. Hah!"
"Rafael, Mama sangat kecewa sama kamu! Apa yang dikatakan Papa itu benar!" ujar Cynthia, Mamaku.
Lagi-lagi Mama juga ikut menyudutkan ku! Seharusnya sebagai seorang Ibu, dia bisa melindungi aku dari amukan Papa! Tapi Mama selalu saja menyalahkan apa yang kulakukan! Aku bosan!
"Papa dan Mama nggak pernah punya waktu untuk Rafael. Bahkan sekedar ngobrol saja, Papa dan Mama nggak ada waktu. Saat Rafael kesepian, saat Rafael sakit, dan saat Rafael sedih, Papa dan Mama nggak perduli! Hanya mereka yang perduli dengan Rafael! Orang-orang diluar sana yang perduli dengan Rafael! Jadi jangan salahkan Rafael, jika Rafael menjadi anak pembangkang!" Aku berusaha menjawab ucapan Papaku.
"Kau dengar dengan ucapan anakmu, Ma! Dia sudah hebat rupanya!"
"Rafael. Jaga sikapmu! Kamu sadar nggak sih, Kamu sedang bicara dengan papah kamu!"
"Pokoknya, Kamu akan kami pindahkan kuliah di Luar Negeri!" seru Han.
"Nggak, Pah. Rafael nggak mau! Rafael mau tetap kuliah di sini!"
"Rafael!" bentak Han.
"Kenapa sih, Pah? Papa benar-benar egois! Papa dan Mama nggak pernah mengerti perasaan Rafael!" Aku berlalu meninggalkan Papa.
"Rafael!" teriak Han, "Papa belum selesai bicara!"
"Sudah, Pah. Biarkan saja dia! Kita akan bicara lagi nanti kalau waktunya tepat!" ujar Cynthia.
"Pokoknya, Aku akan menguliahkan Rafael di Singapura!"
"Iya, Pah. Nanti kita atur saja!"
"Ini semua gara-gara Mama!"
"Kok gara-gara Mama sih?"
"Coba kalau Mama di rumah. Nggak mikirin bisnis terus, pasti anak kita nggak akan jadi seperti ini!"
"Lho, jangan hanya menyalahkan Mama dong! Papa juga salah! Coba kalau Papa juga di rumah!"
"Itu kan tugasmu sebagai seorang Ibu!"
"Bukankah kita sudah sering membicarakan ini! Jadi jangan ungkit-ungkit lagi kesibukan Mama!"
"Ah, terserah Kau saja!" teriak Papa marah.
Di depan rumah, Aku bisa mendengar pertengkaran orang tuaku dengan jelas. Mereka saling menyalahkan. Seolah-olah diriku tidak berharga sama sekali. Tidak pernah dirindukan sama sekali.
Lalu, untuk apa Aku lahir di dunia? Kalau orang tuaku tidak sedikitpun perduli?
_____
_____
Aku meninggalkan rumah dalam keadaan sangat marah. Aku membanting pintu dengan keras. Dan Aku nggak habis pikir, kenapa Papa dan Mama sangat egois.
Apakah masih ada rasa cinta di hati Papa dan Mama untuk ku?
Apakah masih ada rasa sayang untuk ku?
Bahkan sejak Aku berusia 13 tahun, Aku sudah tidak mendapatkan perhatian dari kedua orangtuaku. Orangtuaku memiliki kesibukan masing-masing.
Aku ditinggalkan sendirian dengan pengasuh anak dan pelayan. Sedangkan Mama dan Papaku sibuk, sibuk dan sibuk.
Aku tumbuh dengan sehat dan cerdas. Saat SMA, Aku sudah memiliki banyak teman. Waktuku ku habiskan diluar, bersama teman-teman.
Awal pertama berjumpa dengan Sofia, Kami sama-sama duduk di bangku SMA. Kami tidak terlalu dekat, seperti sekarang.
Kami tidak menyangka, di kampus Kami dipertemukan kembali. Tentunya dalam keadaan yang jauh berubah. Sofia yang baik dan cantik, membuat Aku jatuh cinta kepadanya. Begitu sebaliknya, diam-diam Sofia juga menaruh hati padaku.
Kami sering bertemu dan mengobrol sepulang kuliah. Hingga saling menukar nomor HP. Hubungan kami pun semakin dekat, dan memutuskan untuk menjalin hubungan spesial.
Ternyata nasibku dan nasibnya, tidak terlalu berbeda. Kami sama-sama kekurangan kasih sayang. Cuma bedanya, Aku sudah kehilangan kasih sayang saat berusia 13 tahun, sedangkan Sofia kehilangan kasih sayang seorang ayah, sejak dilahirkan. Dia hanya tahu nama dan foto ayahnya saja.
Aku kembali ke basecamp. Basecamp terlihat sangat kacau. Berantakan. Dan sebagian di hancurkan oleh Geng berandal itu. Sepi. Itulah yang sekarang kurasakan.
"Apa aku telfon Sofia saja?" Aku melihat jam yang melingkar di pergelangan tanganku. Masih sore.
Dret ... Dret ... Dret
Beberapa kali mendial nomor Sofia, masih saja belum diangkat. Aku jadi kesal sendiri.
"Kemana Sofia?"
°°°°°°°°
Clara berjalan ke arah parkiran. Dia tidak bersemangat. Hari ini memang adalah hari yang sangat melelahkan dan menjengkelkan baginya.
Clara menghembuskan nafasnya. Meniup-niup poninya. Ingin rasanya, dia memukul seseorang. Meluapkan rasa kesalnya.
Kampus terlihat sudah sepi. Ada sih beberapa dosen dan mahasiswa yang masih di kampus. Entah apa yang sedang mereka kerjakan. Clara tidak perduli.
Aku jadi nggak enak sama Pak Fabyan?
Dret ... Dret ... Dret
Tiba-tiba ponselnya bergetar. Nama Shane yang tertulis di kontak panggilannya.
"Hallo, Shane! Aku sudah menerima motor yang kau kirimkan! Terimakasih banyak. Tugasmu cepat juga!"
"Iyalah, Nona. Shane gitu loh! Apakah ada yang perlu ku bantu lagi?"
"Huft." Clara menghela nafasnya panjang.
"Ada apa, Nona?"
"Aku sedang kesal dengan seseorang."
"Kesal? Kesal kenapa? Siapa yang membuat Nona kesal? Apa perlu aku suruh orang membunuh orang yang membuat Nona kesal? Atau biar aku saja yang melakukannya! Tanganku gatal nggak bunuh orang nih!" ujarnya.
"Ah, Kau tidak perlu turun tangan. Aku sendiri saja masih mampu kok membunuh dengan tanganku! Sayangnya, Aku tidak bisa membunuhnya!"
"Lho, kenapa? Memang dia orang penting?"
"Dia adalah orang tua anak didik ku! Jika aku membunuhnya, Anak didik ku menjadi yatim dong!" gelaknya.
"Lalu, Apa yang mesti aku lakukan Nona?"
Clara pun menceritakan kepada Shane, semua masalah yang sedang dihadapinya. Bukannya memberikan solusi, Shane malah tertawa terbahak-bahak.
"Apanya yang lucu?" kesal Clara.
"Nona, Nona! Nona ini sangat aneh! Nona itu kaya, punya Perusahaan besar. Rumah gendongan. Dan uang saja sampai tujuh turunan nggak akan habis. Kenapa hidup Nona dibuat pusing sendiri sih?" ejek Shane terkekeh geli.
"Shane, Kau ini benar-benar menyebalkan ya! Bukannya membantu, malah mengejekku!"
Hahahaha ...
Shane malah menambah volume suaranya.
"Shane, Kalau Kau tertawa lagi! Aku akan menghabisi mu!" kesal Clara, memberengut.
Tut ... Tut ... Tur
"Dasar, Shane brengsek! Sialan! Awas kau!" kesalnya.
Ah, Bagaimana ini?
"Kau belum pulang?" tanya seseorang, membuat Clara terkejut.
"Eh, Pak Fabyan,"
"Aku tanya. Kenapa Kau belum pulang?" Fabyan memicingkan matanya.
"Pak, Bagaimana caranya supaya Pak Han mau menjadi donatur kampus ini lagi?"
Fabyan tersenyum manis.
Ya Ampun, senyumnya itu lho, bikin aku deg-degan aja!
"Ibu harus meminta maaf padanya!"
"A-pa? Saya minta maaf pada orang tua judes itu!"
Hah, orang tua judes? Berani sekali dia bicara seperti itu!
Hahahaha ...
Jujur Fabyan ingin tertawa. Tapi dia berusaha untuk menahan tawa diperutnya.
Tahukan bagaimana rasanya menahan tawa diperut? Rasanya ingin buang angin saja! Itulah yang sekarang Fabyan tahan.
"Sudah dulu ya! Saya harus pulang, ada urusan penting yang lain!"
"Baiklah, Pak! Hati-hati!"
"Bye!"
Hufffffff .....
Apakah aku harus datang ke rumah Rafael dan meminta maaf pada Papanya yang judes dan galak?
Ih, Kenapa sih hidupku serba susah begini?
Wanita cantik itu mengacak-acak rambutnya sendiri karena kesal.
"Bu Clara!" panggil Sofia membuat Clara terkejut.
"Ish, Sofia. Bisa tidak, kau tidak mengagetkanku!" sudah kesal, Clara semakin kesal saja.
Hahahaha ...
"Habisnya, Ibu dipanggil tidak menyahut!" ujarnya, "Ada apa sih? Ibu nampak bahagia? Ibu dapat lotre ya?"
"Apa? Aku ini sedang kesal, malah disangka dapat lotre! Kau ini bagaimana sih?"
Hahahaha ...
"Habisnya Ibu lucu banget! Ada apa sih, Bu?"
"Ibu pulang telat. Ibu mau ke rumah Rafael!"
"Untuk apa?"
"Menyelesaikan masalah!"
"Saya ikut, Bu!" Clara berfikir sejenak.
"Baiklah, Ayo naik!"
To be continued ...
Mana dukungannya????????
Vote ..
Vote ..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
Anonymous
iya kurang setu klo mafia ky bgni
2024-09-28
0
Erna Ladi Yanti
mafia apaan itu thor,kok sgt lembek g sesuai dg karakter seorang mafia
2024-09-28
0
Firman Firman
lnjut 👍
2024-06-28
1