Love, Not To Love!

Love, Not To Love!

Pertama.

Hari yang sama seperti biasa, di sebuah rumah yang bisa dibilang mewah, seorang wanita sedang sibuk di dapur. Matahari pun belum menampakkan dirinya, tapi wanita itu sudah terbangun untuk membuatkan sarapan dan bekal bagi suaminya.

Itulah kegiatan sehari-hari yang dilakukan Serena, seorang wanita yang telah membina rumah tangga selama lima tahun lamanya. Masih teringat jelas di kepalanya, bagaimana sang suami melamar dirinya di depan umum. Menyatakan rasa dan ingin membina hubungan yang lebih dengannya. Dan, di sinilah dia. Menjadi nyonya rumah yang mengurus segala keperluan sang suami.

Serena, bukan tipe wanita yang gila dandan. Wanita itu lebih memilih belajar memasak untuk memanjakan lidah sang suami yang menurutnya sudah lelah bekerja. Dia juga tak terlalu suka membeli barang-barang yang menurutnya tak dibutuhkan, cukup beberapa lembar baju yang dia miliki. Mode itu nomor kesekian baginya, dia lebih memilih kenyamanan.

Serena melepaskan celemek yang tadi dia gunakan saat memasak, kemudian wanita itu mencuci tangannya hingga bersih. Dengan langkah santai dia naik ke atas dan kembali ke kamar untuk membangunkan suaminya. "Pah, sudah pagi. Ayo, bangun lalu mandi dan sarapan," katanya mengguncang lemah bahu suaminya. Lukas, pria yang merasa dirinya paling beruntung di dunia karena mendapatkan istri yang sangat baik, penyabar dan setia pun segera mengerjap-ngerjapkan matanya.

"Masih ngantuk, mah," ucap pria itu dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur.

"Nanti papa telat ke kantor," balas sang istri mengingatkan. "Katanya papa mau ikut melihat calon sekretaris papa?" kata sang istri lagi. Ya, sekretaris lama Lukas mengundurkan diri karena mau fokus mengurus istri dan anak mereka yang baru lahir. Makanya sekarang Lukas membuka lowongan kerja untuk mengisi posisi sekretaris di perusahaannya.

"Apa tak bisa mama saja yang menjadi sekretaris papa?" tanya pria itu menatap istrinya dengan wajah cemberut. Sudah berapa kali dia meminta sang istri untuk bekerja dengan dirinya, jadi mereka bisa bertemu di kantor dan juga di rumah.

Serena tertawa kecil. "Dan mama akan dianggap sebagai istri yang overprotektif pada suaminya. Belum lagi bawahan papa, mereka tak akan bisa bekerja dengan nyaman kalau pemilik perusahaan malah merangkap sebagai sekretaris atasan mereka," untuk kesekian kalinya Serena menjelaskan hal yang sama, alasan dirinya tak mau menjadi sekretaris suaminya sendiri.

"Jadi mama lebih suka papa memiliki sekretaris pria atau wanita?" tanya suaminya dengan nada usil.

"Pria ya bagus, wanita juga gak ada masalah. Asal kinerja mereka baik dan bisa membantu papa!" balas sang istri pengertian. Serena menepuk tangannya dua kali. "Stop bahas sekretaris dan perusahaan!" kata wanita itu berkacak pinggang. "Sekarang papa harus mandi, biar mama bisa merapikan tempat tidur!" lanjut wanita itu menarik selimut yang dipakai suaminya.

Bukannya bangkit dan berdiri, si suami malah menarik tangan istrinya. "Mau bareng, gak?" pertanyaan jahil yang cocok dengan tampang menggoda sang suami yang sedang menaik-turunkan alisnya saat ini.

Serena mendorong lemah suaminya, dia tak ingin menyakiti sang suami. "Sayangnya harus mama tolak! Seperti yang papa lihat, mama sudah mandi dan sangat rapi!"

Lukas berdecak kesal, dia melepas pelukannya pada sang istri. "Tinggal mandi saja lagi," katanya sedikit egois. Sebagai pria dia ingin dituruti, tapi istrinya selalu penuh dengan logika. Semua ada waktunya, bahkan dalam melakukan hal intim pun harus diatur dan direncanakan. Astaga, apa perlu sampai segitunya. Kan tinggal gas udah beres, gak usah pakai persiapan segala.

"Mama tunggu di meja makan, pa," itu kalimat terakhir yang Lukas dengar sebelum dia menutup pintu kamar mandi.

Lukas mandi berlama-lama, dia sangat pembersih dan selalu melakukan perawatan lengkap. Tentu saja semua disediakan oleh istrinya, mana dia paham hal yang beginian kalau disuruh membeli sendiri. Begitu keluar dari kamar mandi, setelah kemeja Lukas sudah disiapkan dengan rapi di atas tempat tidur. Lukas hanya bisa tersenyum kecil melihat kelakukan istrinya itu.

"Selalu saja seperti ini," kata Serena yang melihat suaminya turun. Dasi masih tergantung begitu saja di leher pria itu, padahal dia tahu kalau suaminya itu juga pintar memakai dasi sendiri.

"Papa kan butuh sentuhan tangan cantik mama," ujar Lukas sambil mengedipkan sebelah matanya.

Serena tersenyum tipis, tak dapat dielak, pipi wanita itu merona merah. Siapa yang tak senang dirayu, apalagi yang merayu itu pasangan halalnya sendiri. Tentu saja sebagai wanita, Serena merasa sangat senang mendengar ucapan gombal suaminya.

Menemani sang suami makan, melepas kepergian suaminya, dan kembali berkutat dengan setumpuk pekerjaan rumah yang tak ada habisnya. Itulah rutinitas Serena sehari-hari yang terus berulang. Dia tak pernah mengeluh, tak pernah mengatakan kalau dirinya lelah. Serena paham kalau itu sudah pekerjaannya sejak dia memilih untuk membangun rumah tangga lima tahun lalu.

"Astaga, aku lupa membaca laporan pengeluaran dan pemasukan kantor," gumam Serena menepuk dahinya sendiri. Dia pun duduk di ruang kerja suaminya dan mulai membaca dokumen yang terakhir yang dikirimkan dari perusahaanya, tempat suaminya sekarang menjabat sebagai CEO.

Perusahaan itu Serena buat sengaja saat sang suami kesusahan mencari pekerjaan. Awalnya Lukas tak mau bekerja di sana, tapi karena Serena mengatakan kalau dia tak paham apapun soal bisnis, jadilah Lukas turun tangan sekedar membantu memulai usaha. Dari yang awalnya niat hanya membantu, lama-kelamaan Lukas malah menunjukkan kebolehannya dalam memimpin. Tentu saja mereka bisa berhasil karena kucuran dana yang Serena berikan, belum lagi semua kenalan Serena ikut berinvestasi. Jadilah perusahaan mereka maju seperti sekarang, bahkan ada gagasan untuk membuka cabang baru. Tapi Serena belum yakin soal itu, dia ingin lebih fokus dengan perusahaan pertama mereka.

Kalau Lukas tak usah ditanya, yang dia miliki hanya modal nekat dan keberuntungan. Nekat menembak Serena, nekat melamar gadis itu, dan nekat menikah kilat secepatnya. Lukas pun tahu kalau dia tak ada apa-apanya daripada sang istri, tapi dia bersyukur istrinya tak pernah merendahkan dirinya. Dia malah selalu dibanggakan ke manapun Serena pergi, semua kerja keras Serena malah diakui sebagai kerja keras Lukas, Serena malah bangga kalau suaminya yang dipuji ketimbang dirinya sendiri.

Naif, kata yang tepat untuk menggambarkan Serena sebagai seorang istri. Kepercayaan tanpa jaminan, keikhlasan tanpa penjelasan, kebaikan yang bahkan bisa menjadi racun jika terus dilakukan.

Saat ini Lukas masih berpikir lurus, hingga tiba saatnya pria itu mulai berjalan miring dan berbohong akan semuanya. Bahkan pada wanita yang mengangkat derajat kehidupannya dalam bermasyarakat. Pengkhianatan yang akan menikam Serena tanpa wanita itu sadari.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!