Hari yang sama seperti biasa, di sebuah rumah yang bisa dibilang mewah, seorang wanita sedang sibuk di dapur. Matahari pun belum menampakkan dirinya, tapi wanita itu sudah terbangun untuk membuatkan sarapan dan bekal bagi suaminya.
Itulah kegiatan sehari-hari yang dilakukan Serena, seorang wanita yang telah membina rumah tangga selama lima tahun lamanya. Masih teringat jelas di kepalanya, bagaimana sang suami melamar dirinya di depan umum. Menyatakan rasa dan ingin membina hubungan yang lebih dengannya. Dan, di sinilah dia. Menjadi nyonya rumah yang mengurus segala keperluan sang suami.
Serena, bukan tipe wanita yang gila dandan. Wanita itu lebih memilih belajar memasak untuk memanjakan lidah sang suami yang menurutnya sudah lelah bekerja. Dia juga tak terlalu suka membeli barang-barang yang menurutnya tak dibutuhkan, cukup beberapa lembar baju yang dia miliki. Mode itu nomor kesekian baginya, dia lebih memilih kenyamanan.
Serena melepaskan celemek yang tadi dia gunakan saat memasak, kemudian wanita itu mencuci tangannya hingga bersih. Dengan langkah santai dia naik ke atas dan kembali ke kamar untuk membangunkan suaminya. "Pah, sudah pagi. Ayo, bangun lalu mandi dan sarapan," katanya mengguncang lemah bahu suaminya. Lukas, pria yang merasa dirinya paling beruntung di dunia karena mendapatkan istri yang sangat baik, penyabar dan setia pun segera mengerjap-ngerjapkan matanya.
"Masih ngantuk, mah," ucap pria itu dengan suara serak khas orang yang baru bangun tidur.
"Nanti papa telat ke kantor," balas sang istri mengingatkan. "Katanya papa mau ikut melihat calon sekretaris papa?" kata sang istri lagi. Ya, sekretaris lama Lukas mengundurkan diri karena mau fokus mengurus istri dan anak mereka yang baru lahir. Makanya sekarang Lukas membuka lowongan kerja untuk mengisi posisi sekretaris di perusahaannya.
"Apa tak bisa mama saja yang menjadi sekretaris papa?" tanya pria itu menatap istrinya dengan wajah cemberut. Sudah berapa kali dia meminta sang istri untuk bekerja dengan dirinya, jadi mereka bisa bertemu di kantor dan juga di rumah.
Serena tertawa kecil. "Dan mama akan dianggap sebagai istri yang overprotektif pada suaminya. Belum lagi bawahan papa, mereka tak akan bisa bekerja dengan nyaman kalau pemilik perusahaan malah merangkap sebagai sekretaris atasan mereka," untuk kesekian kalinya Serena menjelaskan hal yang sama, alasan dirinya tak mau menjadi sekretaris suaminya sendiri.
"Jadi mama lebih suka papa memiliki sekretaris pria atau wanita?" tanya suaminya dengan nada usil.
"Pria ya bagus, wanita juga gak ada masalah. Asal kinerja mereka baik dan bisa membantu papa!" balas sang istri pengertian. Serena menepuk tangannya dua kali. "Stop bahas sekretaris dan perusahaan!" kata wanita itu berkacak pinggang. "Sekarang papa harus mandi, biar mama bisa merapikan tempat tidur!" lanjut wanita itu menarik selimut yang dipakai suaminya.
Bukannya bangkit dan berdiri, si suami malah menarik tangan istrinya. "Mau bareng, gak?" pertanyaan jahil yang cocok dengan tampang menggoda sang suami yang sedang menaik-turunkan alisnya saat ini.
Serena mendorong lemah suaminya, dia tak ingin menyakiti sang suami. "Sayangnya harus mama tolak! Seperti yang papa lihat, mama sudah mandi dan sangat rapi!"
Lukas berdecak kesal, dia melepas pelukannya pada sang istri. "Tinggal mandi saja lagi," katanya sedikit egois. Sebagai pria dia ingin dituruti, tapi istrinya selalu penuh dengan logika. Semua ada waktunya, bahkan dalam melakukan hal intim pun harus diatur dan direncanakan. Astaga, apa perlu sampai segitunya. Kan tinggal gas udah beres, gak usah pakai persiapan segala.
"Mama tunggu di meja makan, pa," itu kalimat terakhir yang Lukas dengar sebelum dia menutup pintu kamar mandi.
Lukas mandi berlama-lama, dia sangat pembersih dan selalu melakukan perawatan lengkap. Tentu saja semua disediakan oleh istrinya, mana dia paham hal yang beginian kalau disuruh membeli sendiri. Begitu keluar dari kamar mandi, setelah kemeja Lukas sudah disiapkan dengan rapi di atas tempat tidur. Lukas hanya bisa tersenyum kecil melihat kelakukan istrinya itu.
"Selalu saja seperti ini," kata Serena yang melihat suaminya turun. Dasi masih tergantung begitu saja di leher pria itu, padahal dia tahu kalau suaminya itu juga pintar memakai dasi sendiri.
"Papa kan butuh sentuhan tangan cantik mama," ujar Lukas sambil mengedipkan sebelah matanya.
Serena tersenyum tipis, tak dapat dielak, pipi wanita itu merona merah. Siapa yang tak senang dirayu, apalagi yang merayu itu pasangan halalnya sendiri. Tentu saja sebagai wanita, Serena merasa sangat senang mendengar ucapan gombal suaminya.
Menemani sang suami makan, melepas kepergian suaminya, dan kembali berkutat dengan setumpuk pekerjaan rumah yang tak ada habisnya. Itulah rutinitas Serena sehari-hari yang terus berulang. Dia tak pernah mengeluh, tak pernah mengatakan kalau dirinya lelah. Serena paham kalau itu sudah pekerjaannya sejak dia memilih untuk membangun rumah tangga lima tahun lalu.
"Astaga, aku lupa membaca laporan pengeluaran dan pemasukan kantor," gumam Serena menepuk dahinya sendiri. Dia pun duduk di ruang kerja suaminya dan mulai membaca dokumen yang terakhir yang dikirimkan dari perusahaanya, tempat suaminya sekarang menjabat sebagai CEO.
Perusahaan itu Serena buat sengaja saat sang suami kesusahan mencari pekerjaan. Awalnya Lukas tak mau bekerja di sana, tapi karena Serena mengatakan kalau dia tak paham apapun soal bisnis, jadilah Lukas turun tangan sekedar membantu memulai usaha. Dari yang awalnya niat hanya membantu, lama-kelamaan Lukas malah menunjukkan kebolehannya dalam memimpin. Tentu saja mereka bisa berhasil karena kucuran dana yang Serena berikan, belum lagi semua kenalan Serena ikut berinvestasi. Jadilah perusahaan mereka maju seperti sekarang, bahkan ada gagasan untuk membuka cabang baru. Tapi Serena belum yakin soal itu, dia ingin lebih fokus dengan perusahaan pertama mereka.
Kalau Lukas tak usah ditanya, yang dia miliki hanya modal nekat dan keberuntungan. Nekat menembak Serena, nekat melamar gadis itu, dan nekat menikah kilat secepatnya. Lukas pun tahu kalau dia tak ada apa-apanya daripada sang istri, tapi dia bersyukur istrinya tak pernah merendahkan dirinya. Dia malah selalu dibanggakan ke manapun Serena pergi, semua kerja keras Serena malah diakui sebagai kerja keras Lukas, Serena malah bangga kalau suaminya yang dipuji ketimbang dirinya sendiri.
Naif, kata yang tepat untuk menggambarkan Serena sebagai seorang istri. Kepercayaan tanpa jaminan, keikhlasan tanpa penjelasan, kebaikan yang bahkan bisa menjadi racun jika terus dilakukan.
Saat ini Lukas masih berpikir lurus, hingga tiba saatnya pria itu mulai berjalan miring dan berbohong akan semuanya. Bahkan pada wanita yang mengangkat derajat kehidupannya dalam bermasyarakat. Pengkhianatan yang akan menikam Serena tanpa wanita itu sadari.
Setelah menutup pintu, Serena mulai berurusan dengan pekerjaan rumah tangga yang tak ada habisnya. Tentu saja dia sering merasa lelah, tapi dirinya sadar kalau itu memang sudah tugasnya. Mengeluh tak membuat tugasnya terselesaikan lebih cepat. Di sela waktu santainya, Serena selalu menyempatkan diri untuk membaca laporan tentang perusahaannya. Meski dia tak aktif di muka umum, dia masih tetap pemilik resmi perusahaan itu.
"Ada sedikit masalah dengan pengeluaran bulan ini," gumam wanita itu menatap dengan seksama deretan angka-angka pengeluaran bulanan perusahaannya. Terjadi pembengkakan di sana-sini, tetapi tak ada alasan yang jelas untuk hal tersebut.
"Aku akan meminta dikirimkan file baru, siapa tahu ada kesalahan rekap di dokumen ini," kata wanita itu bersikap positif. Serena selalu menghadapi semuanya dengan kepala dingin, dia malas ribut-ribut tak jelas yang justru menganggu dan tak bisa mendapatkan hasil yang diinginkan karenanya.
Sambungan telepon pun terhubung, Serena langsung ke titik permasalahan. Dia meminta dikirimkan ulang file pengeluaran perusahannya yang paling baru. Dia beralasan file yang sebelumnya tak terbaca karena kabur tulisannya. Tak berapa lama, datanglah seorang kurir dari perusahaannya membawa paket untuk dirinya.
Serena kembali menutup pintu rumahnya setelah dia mengucapkan terima kasih pada kurir tadi. Wanita itu pun kembali meneliti dokumen yang baru saja diterimanya. Tetap saja hasilnya sama, dia menangkap banyak pengeluaran yang tak diperlukan dilakukan oleh perusahaannya.
"Bisa kita bertemu saja?" kata Serena berbicara melalui telepon. Wanita itu menghubungi langsung manager keuangan. "Anda yang ke mari atau saya yang harus ke sana?" tanya wanita itu lagi.
"Baik, saya tunggu!" Serena menutup telepon sesudah dia mendapatkan jawaban yang dia inginkan. Manager keuangan tadi mengatakan akan datang setelah pekerjaan kantor selesai. Serena pun merapikan dokumen yang ada di atas meja dan mulai melakukan pekerjaan rumah lainnya setelah itu.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
Di perusahaan, manager keuangan berkeringat dingin mendapat telepon dari pemilik perusahaan dua kali dalam satu hari. Raki Pratama, berjanji akan ke rumah bos besarnya itu setelah pulang kerja. Dia yakin, dirinya pasti memiliki kesalahan makanya bos aslinya itu ingin bertemu dengannya.
Bagi sebagian karyawan di perusahaan ini, Serena hanya dikenal sebagai istri dari atasan mereka, tak lebih dari itu. Padahal nyatanya, pemilik dari gedung ini dan yang menggaji mereka semua tak lain dan tak bukan adalah sosok wanita yang hanya dianggap sebagai istri bos mereka itu. Makanya Raki melebeli nyonya bos mereka sebagai bos sebenarnya pemilik perusahaan tempat dia mencari nafkah.
Di sisi lain, di salah satu ruangan di kantor yang sama. Sedang berlangsung sesi wawancara untuk mendapatkan sekretaris pengganti yang akan mengisi posisi kosong yang ada di bagian sekretariat. Lukas juga hadir untuk melihat jalannya wawancara, siapa tahu ada seseorang yang menurutnya cocok, dia bisa langsung merekrutnya saat itu juga.
Lukas melonggarkan dasinya yang terasa semakin mencekik, tak ada yang menarik perhatiannya. Semua pelamar biasa saja, bahkan tak memiliki setengah kemampuan mantan sekretarisnya yang dulu. "Sepertinya tak akan selesai hari ini, ya?" keluh Lukas menghela napas panjang.
"Sabar, tuan. Bagaimana kalau kita panggil orang berikutnya? Siapa yang tahu kalau orang itulah yang kita cari," ujar salah satu bawahan Lukas yang juga ikut mewawancarai para pelamar.
Lukas mengangguk tak bersemangat, dia lelah mendengar jawaban yang selalu saja sama. Seakan semua peserta tadi membaca buku yang sama atau mungkin malah bekerja sama dan saling menyontek jawaban. Tak ada yang menjawab berdasarkan logika sama sekali, semua berpatokan pada buku panduan.
"Berikutnya!" Lukas menegakkan tubuhnya, bagaimana pun dia bos di sini, dialah wajah perusahaan. Jadi dirinya tak boleh terlihat tak berwibawa.
Suara ketukan sepatu berhak tinggi beradu dengan lantai terdengar cukup nyaring. Lukas masih menunduk tanpa melihat pelamar yang baru saja masuk. "Ya, silakan perkenalkan diri anda," kata orang yang duduk di sebelah Lukas.
"Nama saya Monica Paramitha, umur dua puluh tiga. Saya ... bla ... bla ... bla," sosok cantik bernama Monica memperkenalkan dirinya dengan lancar. Gadis itu juga memberitahukan di mana dia bersekolah dulu, apa visi masa depannya, dan mengapa dia melamar di sini setelah lulus. Monica juga menjawab semua pertanyaan dengan lancar, tak ada kegugupan, semua seakan di bawah kendali gadis berusia dua puluh tiga tahun itu.
"Selamat, kamu diterima!" kata Lukas menandai berkas lamaran Monica.
"Ya?" tanggap Monica sedikit bingung.
"Kamu diterima!" ujar Lukas memberitahu ulang keputusannya.
Monica menatap bingung Lukas, dia tak terlalu yakin dengan apa yang diucapkan oleh pria tersebut. Lukas yang melihat tatapan ragu perempuan di depannya ini pun hanya bisa tersenyum simpul. "Pokoknya yang harus kamu tahu, kamu lulus dan diterima!" kata Lukas dengan keputusan bulat. Lukas meninggalkan ruangan dengan suasana hati senang, dia mendapatkan sekretaris yang cakap dan memiliki ekspresi wajah yang cukup menghibur. Dia akan memberi tahu istrinya begitu dia sampai rumah nanti.
Monica masih duduk di kursi yang tadi dia duduki, otaknya masih blank setelah mendengar keputusan sepihak yang diputuskan oleh pria barusan. Bahkan tiga pewawancara lainnya sedang bertukar pendapat, seperti melakukan rapat dadakan karena keputusan tadi. "Selamat, Monica. Sampai bertemu senin nanti!" ucap pria yang mungkin seumuran pamannya Monica.
"Saya ... beneran diterima?" tanya gadis itu ragu.
"Tentu saja, keputusan tadi sudah dibuat," balas pria tadi dengan cepat. "Silakan anda bersiap dan bekerjalah penuh semangat! Sekali lagi, selamat!" lanjutnya sebelum meninggalkan ruangan.
Monica tinggal sendirian di ruangan tersebut. Dia melirik kiri dan kanan, setelah beberapa saat kemudian, gadis itu melompat dan menarikan tarian tak jelas. Mungkin sejenis tarian yang meluapkan kebahagiaan yang dia rasakan saat ini. "Yas, aku gak perlu jadi pengangguran!" kata gadis itu dengan riang.
"Aku bisa nyewa rumah sendiri!" lanjut gadis itu lagi. "Aku bebas dari omelan paman yang terkadang ringan tangan!" tambah Monica dengan nada getir.
"Aku orang dewasa yang mendapat pekerjaan setelah lulus kuliah!!!" pekik Monica kelewat senang. Sadar kalau dia masih di perusahaan, gadis itu segera menutup mulutnya. Dia bergegas ke luar dari ruangan itu dan kembali ke rumah pamannya. Paman yang selama ini membesarkan dirinya tapi tak pernah memberikan apa pun selain tempat tinggal. Untuk makan dan yang lainnya, Monica harus mencari sendiri. Malah terkadang uang yang Monica hasilkan diambil dan diberikan pada anak pamannya, sepupunya sendiri.
Bukannya Monica pelit atau perhitungan, tetapi dia juga membutuhkan biaya yang tak sedikit. Walau dia mendapat beasiswa, ada beberapa kebutuhan yang tak bisa dia penuhi hanya dengan mengandalkan beasiswa saja.
"Aku tak ingin ditindas lagi!" ucap Monica meneguhkan hatinya. Lalu dia pulang dan menyimpan kabar bahagia ini untuk dirinya sendiri.
Serena memanggil manager keuangan untuk bertemu dengannya, manager itu pun berjanji akan datang setelah pekerjaannya selesai.
Lukas memilih Monica sebagai sekretarisnya, dia memutuskan sepihak tanpa perundingan dengan pewawancara lainnya.
Monica yang awalnya ragu, kini malah bersemangat dan menantikan dirinya bisa bebas dari jeratan sang paman yang sudah seperti parasit sekarang.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
Senin datang dengan cepat, Monica sudah berpakaian rapi, dia pergi dengan cepat sebelum pamannya mengomel tengah ini-itu dan hal lainnya.
"Selamat pagi, saya Monica yang akan menjadi sekretaris mulai hari ini!" sapa Monica saat tiba di perusahaan. Orang-orang menatap aneh gadis itu, sesaat kemudian semuanya menjadi tak peduli kembali. Seolah Monica tak penting sama sekali.
""Nona Monica, sebagai pegawai di sini, anda tidak boleh terlalu berisik. Tak ada peraturan yang mengharuskan anda menyapa karyawan lain, jadi tak usah melakukan hal sia-sia seperti tadi. Anda hanya harus menyapa Pak Lukas, atasan kita!" ucap mantan sekretaris Lukas memberi arahan. Yah, bisa dibilang ini termasuk sesi serah-terima jabatan dari sekretaris lama ke sekretaris baru.
"Akan saya ingat, tuan!" balas Monica penuh semangat.
"Bos kita suka semuanya ter-agenda dengan rapi. Jangan lakukan kesalahan sekecil apa pun kalau bisa. Mungkin Pak Lukas akan membiarkan dan memaafkan satu atau dua kesalahan yang anda lakukan karena anda baru di sini, tapi jangan harap ada keringanan untuk yang seterusnya!" kata mantan sekretaris Lukas mengingatkan.
Si sekretaris lama mengajak Monica berkeliling, dia menjelma sebagai tour guide dadakan untuk gadis itu. "Dan ini yang paling penting, pemilik sebenarnya dari perusahaan ini adal ...," ucapan pria itu terputus karena sering ponselnya yang berbunyi. "Tunggu sebentar," kata pria itu memutuskan untuk menerima panggilan telepon yang masuk di ponselnya.
Monica mengangguk, dengan sabar dia menunggu seniornya berbicara melalui telepon. "Cukup di sini saja, kamu bisa langsung ke meja kerja kamu dan mulai bekerja. Untuk yang lainnya bisa kamu pelajari pelan-pelan!" ucap pria yang dianggap Monica sebagai senior setelah dia selesai berbicara di telepon.
Monica mengangguk dengan cepat. "Siap, pak!" katanya langsung meluncur ke ruangan yang diberikan padanya. Gadis itu mulai mengerjakan tugasnya sebagai sekretaris di hari pertama.
"Bagaimana rasanya bekerja di sini?" tanya Lukas saat dia memanggil Monica ke ruangannya.
"Sangat baik, pak. Semua sangat ramah dan mengajari saya saat saya bertanya atau tak tahu tentang sesuatu," balas Monica dengan sigap.
"Santai saja, kita bukan sedang upacara," kata pria itu. Monica melirik bos pertamanya itu, sangat dan sangat tampan, itulah yang gadis itu tangkap saat pertama kali melihat Lukas.
Lukas mengangkat kepalanya, bertanya pada Monica dengan kening berkerut tipis. "Ada apa?" tanya pria itu dengan suara tegas. "Apa ada yang ingin anda tanyakan?" lanjut pria itu menatap lurus sekretaris barunya.
"Maaf, pak," ucap Monica sadar kalau dia sudah bersikap kurang sopan dengan terus memperhatikan penampilan bosnya.
"Saya bertanya, bukan meminta ucapan maaf dari anda," kata Lukas lagi.
Monica memutar otaknya, akhirnya dia mendongak sambil tersenyum tipis. "Apa saya bisa tinggal di asrama yang di sediakan kantor, pak?" tanya gadis itu menemukan pertanyaan yang tepat untuk melalui masalah kali ini. Dia tak berniat mencuri pandang penampilan atasannya itu, hanya saja matanya tak bisa berhenti menatap ciptaan Tuhan yang menurut gadis itu teramat sangat sempurna. Baik dari segi tampang hingga kekayaan.
"Sepertinya bisa, minta saja kunci pada bagian pemeliharaan, mereka yang mengurus semua kamar untuk karyawan di sini," balas Lukas menjawab sesuai dengan yang dia ketahui. Ini juga salah satu ide dari istrinya, sang istri meminta dibuatkan bangunan terpisah layaknya asrama dengan banyak kamar untuk karyawan yang tak memiliki tempat tinggal. Tentu saja tak semua bisa tinggal di sana, harus benar-benar karyawan yang memenuhi persyaratan dan memiliki alasan khusus yang bisa tinggal di sana. Semisal rumahnya jauh atau hal lainnya yang menjadi alasan mengapa karyawan itu lebih memilih tinggal di sana. Mereka juga di haruskan menjaga kebersihan dan jangan sampai berkelahi. Kalau ada yang melanggar maka akan diberi surat peringatan, saat tak berubah juga hingga tiga kali peringatan. Orang yang bersangkutan akan diusir dan tak diperbolehkan lagi tinggal di asrama.
Karena inilah juga Monica memilih menyerahkan lamaran saat ada lowongan perkejaan. Asrama terpisah yang bisa dia dapatkan, lumayan uang untuk ngekost atau sewa rumah bisa ditabung jadinya.
"Kalau boleh tahu kenapa anda ingin tinggal di asrama perusahaan?" tanya Lukas ingin tahu sedikit tentang sekretaris barunya.
Monica menggenggam erat kepalan tangannya di sisi tubuhnya. "Kalau anda tak bisa mengatakannya, saya tak akan bertanya," tukas Lukas yang melihat sekretarisnya itu seperti kesusahan untuk berbicara.
"Bulan begitu, pak. Hanya saja ini masalah pribadi dan sedikit memalukan kalau diceritakan kepada anda," timpal gadis itu tak ingin atasannya salah paham pada dirinya.
Lukas mengangguk paham. "Makanya saya tak akan bertanya," kata pria itu.
Monica menghela napas panjang sambil memejamkan matanya. "Saya anak yatim-piatu, orang tua saya meninggal dalam kecelakaan mobil. Saya dibesarkan oleh paman saya, tapi hanya dalam kata DIBESARKAN, nyatanya saya harus berusaha sendiri. Saya butuh tempat untuk melarikan diri agar tak lagi dianggap benalu oleh paman saya, pak," aku Monica jujur. Tentu saja dia tak bisa menceritakan semua keluh kesahnya.
"Saat jam makan siang, mintalah kunci dan segera pindah kalau memang anda ingin melarikan diri dan hidup mandiri!" tukas Lukas memberi saran. "Katakan saja kalau saya yang menyetujui semua!" lanjut pria itu lagi.
"Terima kasih, pak!" kata Monica dengan wajah yang terlihat sangat senang, seakan beban berat di pundak kecilnya telah terangkat semuanya.
"Kamu bisa pergi sekarang," kata Lukas menyerahkan kembali dokumen yang tadi dibawa oleh Monica.
"Sekali lagi terima kasih, pak. Saya permisi," ucap gadis itu kemudian pergi dari hadapan Lukas.
"Yatim-piatu, ya?" gumam Lukas menatap kepergian Monica. "Serena pasti setuju dengan keputusan dadakan yang aku buat ini," katanya lagi.
Serena, istrinya juga seorang yatim-piatu. Sejak kecil hidup di panti asuhan dan terus bekerja sampingan di sela waktunya sepanjang hari. Dari situlah istrinya itu memiliki jiwa sederhana dan kuat, teliti dan bisa membuat keputusan dengan kepala dingin. Perusahaan besar inipun didirikan istrinya dengan modal yang tak seberapa, hingga akhirnya mereka bisa meraup banyak keuntungan dan kesuksesan dari sini. Lukas merasa bersyukur telah bertemu dan berjodoh dengan wanita seperti Serena. Hanya sedikit hal yang tidak disukai Lukas dari istrinya itu, salah satunya masalah pakaian dan hal-hal yang selalu dijadwalkan sesuai rencana.
Lukas seroang pria dewasa, masa dia harus menunggu jadwal untuk bermesraan dengan istrinya sendiri. Tapi semua selalu berjalan seperti itu dan sepertinya tak akan berubah sampai kapanpun.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!