Lukas sampai di rumahnya, dia memarkirkan mobil dan masuk ke dalam rumah. "Maaf, aku lebih lama dari yang aku perkirakan, sayang," kata Lukas memeluk sang istri.
Serena mengangguk maklum, tak mempermasalahkan sama sekali keterlambatan suaminya. "Mandi dulu sana, baru kita makan bersama," kata wanita itu lembut.
Lukas melepas pelukannya, mengecup singkat dahi sang istri, lalu beranjak untuk mandi. "Aku mandi dulu, jangan ngintip, ya!" kata pria itu main-main.
"Apa yang bisa kuintip? Semua sudah kulihat dan tak ada satu pun yang terlewat," tukas Serena tertawa geli dengan ucapannya sendiri.
"Hmm, hmm, istriku mulai berani rupanya," kata Lukas menyeringai kecil.
"Udah, mandi dulu sana, cepetan!" tukas Serena mendorong pelan suaminya agar tak menggoda dirinya lagi.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
Usai mandi dan berganti pakaian santai, Lukas turun ke bawah untuk bergabung dengan istrinya di meja makan.
Semua yang tersaji di meja adalah hasil masakan sang istri tercinta. Andai saja mereka telah diberi buah hati, pasti kebahagiaan yang Lukas rasakan akan lebih terasa lengkap.
"Tadi kenapa?" tanya Serena setelah mereka berdua selesai menyantap makan malam. Kini keduanya sedang duduk bersantai di depan televisi.
"Oh, papa sudah cerita kalau sekretaris baru papa seorang wanita dan memiliki latar belakang yang cukup menyedihkan, bukan?" ujar Lukas mengingatkan.
Serena mengangguk membenarkan ucapan suaminya. "Lalu?" tanya wanita itu ingin tahu. "Jangan terlalu bersimpati, pa. Sebagian orang tak suka dengan yang seperti itu," tukas Serena menempatkan dirinya yang sangat tak suka dengan tatapan iba dan simpati sejak dulu. Dia ingin diperlakukan sama, dia memang yatim-piatu, tapi dia tak ingin semua mata yang menatapnya menunjukkan belas kasih dan perlakukan khusus hanya karena identitas dirinya.
"Aku selalu mengingat itu, sayang," timpal Lukas sembari tersenyum tipis.
"Tapi yang ingin aku ceritakan bukan tentang rasa simpati yang aku atau orang lain rasakan tentang sekretaris aku itu. Tapi ini soal pamannya yang ternyata sangat jahat. Nah, pria itu mencari Monica dan membuat keributan di kantor. Makanya tadi aku harus turun tangan agar pria itu tak melewati batas," kata Lukas menjelaskan. Pria itu bahkan menceritakan kalau dia harus membawa Monica ke kafe agar gadis itu bisa mengeluarkan apa yang dia khawatirkan. Semua yang Monica katakan, disampaikan oleh Lukas pada istrinya.
"Lakukan pengamanan ekstra. Aku tak mau perusahaan yang sudah kita buat dicemari oleh sampah yang tak berguna!" titah Serena dengan tatapan mata memicing tajam. Dia bersyukur dia hidup sendiri sejak dulu, dia hanya harus berjuang lebih keras, tapi dia tak pernah mendapatkan perlakukan dan siksaan seperti sekretaris suaminya itu. Mungkin kalau dia mendapat perlakukan seperti itu, sudah sejak lama dia akan pergi tanpa menoleh sekali pun. Kalau tidak, dia pasti akan membalas ribuan kali lipat apa yang dia dapatkan
Lukas tertawa pelan, inilah daya tarik istrinya. Selalu berkata kejam saat marah. Makanya Lukas tak ingin membuat marah istrinya, dia tak ingin dijadikan objek makian dari mulut keramat sang istri.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
Pagi menjelang, Monica sudah menyiapkan sarapan. "Itu untuk papa?" tanya Lukas melihat kotak bekal berwarna merah muda yang telah dibungkus rapi oleh istrinya.
"Emang papa mau bawa kotak bekal warna begini?" tukas Serena balik bertanya.
Lukas menggeleng pelan. Meski dia hanya memakan isinya, tapi melihat kotaknya saja terlalu aneh untuk dibawa seorang pria seperti dirinya. "Kenalkan mama pada anak itu!" kata Serena tersenyum kecil.
Lukas menegakkan punggungnya. "Mama mau ke kantor?" tanya pria itu menatap penampilan istrinya yang terlalu biasa untuk pergi ke luar.
Melihat istrinya mengangguk, Lukas memikirkan satu cara agar sang istri tak jadi pergi atau setidaknya mengganti bajunya agar terlihat layak sebagai nyonya besar pemilik perusahaan. "Biar papa saja yang memberikannya pada Monica," kata Lukas hati-hati, takut kalau istrinya salah paham akan maksud baiknya.
"Mama sendiri yang akan memberikan ini pada anak itu!" kata Serena keras kepala.
Lukas menghela napas pelan, dia mengangguk dan tak lagi membantah. Percuma juga, istrinya tak akan mendengarkan apa yang dia katakan. Bahkan kalau saat ini dia meminta sang istri mengganti baju pasti istrinya akan bilang kalau itu merepotkan dan tak usah dilakukan. Tak ada yang salah dengan bajunya, jadi lebih baik dia segera pergi agar dia memiliki banyak waktu untuk dihabiskan di luar.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
Dan di sinilah Serena, berdiri di depan perusahaannya. Dia menatap sejenak ke atas, lalu masuk ke dalam. Beberapa karyawan baru memperhatikan dengan seksama penampilan Serena. Rambut yang digelung asal, baju daster terusan yang dipadukan dengan jaket rajut berwarna kalem, jangan lupakan alas kaki ala sendal jepit yang menutupi kaki wanita itu. Banyak yang heran kenapa wanita berpenampilan seperti itu diizinkan masuk, tentu saja itu hanya ada di sebagian pikiran orang-orang baru. Tapi karyawan lama malah menyambut hangat kehadiran Serena, bos asli mereka.
Kasak-kusuk mulai terdengar, dengungan lebah mengikuti setiap langkah Serena. Lukas yang mendengar itu menatap tajam semua mulut yang sudah bersikap lancang pada istrinya.
Begitu Lukas dan Serena masuk ke lift, bisik-bisik kembali terdengar.
"Eh, eh, siapa sih tadi? Kenapa si bos mengikuti dia di belakang?"
"Apa itu orang tuanya si bos?"
"Sembarangan! Saudaranya kali?"
"Gak mungkin, fitur wajahnya terlalu berbeda untuk orang yang berhubungan darah!"
"Ekhem, dia nyonya kita!!!"
"Apa???"
Seperti itulah kira-kira keributan yang terjadi karena jarangnya Serena ke kantor, sehingga beberapa karyawan baru tak mengenali dirinya sebagai pendamping Lukas.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
Serena tak peduli pada sekitar, dia bersikap acuh dan sekarang malah duduk santai di kursi suaminya. Sang suami malah duduk di sofa yang memang ada di ruang kerja pria itu.
"Anda memanggil saya, pak?" tanya Monica begitu dia diizinkan masuk. "Eh?" gumam gadis itu saat dia mendongakkan wajah dan bersitatap dengan Serena yang sedang tersenyum manis.
"Halo, nona cantik!" sapa Serena dengan ramah.
Monica sedikit bingung, kenapa ada seorang wanita yang berani duduk di kursi bosnya. Dia menatap bosnya dan wanita di depannya ini secara bergantian.
"Dia cukup lucu, sayang," kekeh Serena.
Monica membelalakkan matanya. Wanita itu dengan mudahnya memanggil bosnya dengan kata sayang, artinya hanya ada satu jawaban yang pasti. "Senang bertemu dengan anda, nyonya bos!" tukas Monica berharap kalau tadi dia tak melakukan kesalahan yang bisa membuat istri bosnya tersinggung.
Serena sekali lagi tertawa lepas, dia senang dengan anak muda yang cukup peka dan tahu harus melakukan apa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments