Serena ikut ke kantor dan membawakan bekal untuk monica, di awal Monica menolak karena merasa tak pantas menerima kebaikan hati nyonya bosnya, tapi kemudian gadis itu menerima juga karena Lukas.
Saat jam istirahat, Lukas memanggil Monica. Pria itu meminta Monica untuk memperlihatkan isi bekal yang diberikan istrinya pada Monica. Monica pun menurut dan Lukas langsung tersenyum puas setelahnya. Dia merasa bekal miliknya lebih diperhatikan daripada milik Monica.
Monica memilih ke luar dan makan di tempat lain, gadis itu pun akhirnya menjadi salah satu pengagum rahasia Lukas. Dia merasa bosnya itu sangat hangat dan penuh perhatian kalau bersama dengan nyonya bosnya. Kekuatan cinta memang luar biasa, dia juga berharap bisa merasakan hal yang sama suatu hari nanti.
Harapan kecil itu lah yang membuat gadis muda itu sedikit obsesif dan selalu memperhatikan. bosnya, meski tanpa dia sadari. Semua harus sama dengan bosnya, kurang sedikit dia tak akan mau menjalin hubungan yang lebih serius.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
Dihadapkan dengan berbagai persoalan, Paman Monica, Hilman. Meminta dengan sangat untuk diizinkan bertemu dan berbicara dengan keponakannya. Laki-laki paruh baya itu berpikir dia bisa menggunakan satu kesempatan yang dia dapatkan dengan baik kalau keponakannya memberikan kesempatan padanya.
Monica menutup mata, berpikir dan menimbang-nimbang sejenak. Sesaat kemudian, gadis itu menganggukkan kepalanya. Dia akan bertemu dan berbicara dengan pamannya. "Saya akan menemui paman saya," kata gadis itu memutuskan. "Tapi, saya harap saya bisa membawa seseorang untuk menemani saya. Mbak Tia, atau mungkin pak sekuriti di depan, saya tak masalah asal ada yang menemani," lanjut gadis itu dengan wajah tertunduk.
"Biar saya yang menemani anda, nona," tukas si pengacara menyela, dia merasa itu memang sudah tugasnya.
"Suruh saja paman anda untuk bertemu di sini," kata Lukas dengan nada datar.
"Ya?" tanya si pengacara heran. Bagaimanapun dia dan Lukas telah lama mengenal, dia sangat tahu kalau sahabat sekaligus atasannya itu tak suka ikut campur urusan orang lain. Tapi apa yang baru saja didengarnya barusan, apa kawannya itu baru saja mengizinkan mengadakan pertemuan pribadi di ruang kerjanya. Ya, sepertinya sebentar lagi akan hujan badai. Rian sedikit bergidik melihat sikap bosnya yang berbeda jauh.
"Anda tak perlu seperti itu, pak. Kami cukup bertemu di kafe saja," tolak Monica tahu diri, dia tak mau menyusahkan seseorang lebih dari ini. Dia juga merasa malu kalau bosnya itu tahu semua hal buruk yang pernah terjadi padanya.
"Di sini lebih aman!" ujar Lukas datar tanpa menatap lawan bicaranya. "Ada penjaga keamanan dan banyak saksi kalau paman anda berani macam-macam," lanjut pria itu beralasan.
Monica merasa apa yang dikatakan bosnya ada benarnya, akhirnya dia mengangguk dan mengucapkan terima kasih.
Setelah berdiskusi sesaat dan mengucapkan terima kasih di akhir, Monica pun pamit untuk melanjutkan pekerjaannya. "Ada apa dengan tatapanmu itu?" tanya Lukas yang merasa terus dihujani tatapan menyelidik.
""Apa saya bisa bicara sebagai sahabat? Bukan sebagai pengacara yang bekerja di bawah perintah anda?" tanya Rian sebelum menjawab pertanyaan Lukas.
Lukas mengangkat bahu acuh. "Lakukan saja sesukamu, tak seperti biasanya, kenapa harus pakai nanya-nanya segala dulu?" celetuk pria itu menyindir kawannya.
Rian berdehem pelan. "Ekhem, sebagai sahabat aku ingin bertanya. Kamu inget sama Serena yang ada di rumah, kan?" tanya Rian hati-hati merangkai kalimatnya agar sang sahabat tak marah.
"Tentu," balas Lukas cepat dengan kening berkerut dalam.
"Syukurlah," desah Rian menghela napas lega.
"Apa-apaan muka lega kamu itu?" dengus Lukas melempar pulpen yang sedang dia pegang.
Rian menangkap dengan tepat lemparan Lukas, dia mengembalikan pulpen tadi ke meja sahabatnya. "Aku kira kamu lagi kena puber kedua," timpal Rian tersenyum lebar.
"Puber kedua jidatmu lebar!" dengus Lukas membuang muka. Merasa pembicaraan mereka tak ada gunanya dan hanya membuang-buang waktu.
"Habisnya, kamu terlihat terlalu perhatian sama anak tadi!" timpal Rian memaparkan alasan mengapa dia bisa menarik kesimpulan kalau temannya itu sedang mengalami puber lagi. Bukan kah kata orang, seseorang mengalami beberapa kali masa puber dalam hidupnya.
"Dia yatim-piatu, Ian. Hanya itu alasannya, tak lebih," tukas Lukas meluruskan duduk permasalahannya, dia tak ingin disalahpahami oleh sahabatnya sendiri.
Rian mengangguk paham, kalau itu alasannya, dia akan percaya. Lukas memang seperti itu pada orang yang satu nasib dengan istrinya. Dia ingin mengulurkan. tangan meski sedikit untuk membantu meringankan beban orang tersebut. Yah, bukan salah sahabatnya itu juga sih. Ini semua kan karena rasa cinta yang berlebih yang sahabatnya itu dadakan pada Serena, istrinya sendiri.
"Baiklah, aku pergi dulu. Masih ada pekerjaan yang harus aku selesaikan. Kita bertemu di sini tiga hari lagi, bos," pamit Rian seraya berdiri dan merapikan jasnya.
Lukas mengangguk, dia kembali bekerja. Beberapa saat kemudian dia menggelengkan kepalanya lemah seraya tersenyum geli mengingat apa yang kawannya itu katakan barusan. Dia mengalami puber kedua, ini hal yang harus dia bagikan pada istrinya. Serena pasti akan ikut tertawa bersama dengan dirinya.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
Tiga hari kemudian, Hilman, Paman Monica, dibawa ke ruang kerja Lukas. "Silakan duduk," kata Lukas dengan nada datar. Dua orang yang tadi mengiringi Hilman, berdiri tak jauh di belakang pria itu duduk. Siap bertindak kalau-kalau Hilman melakukan tindakan nekat.
"Bukankah anda meminta bertemu karena ada sesuatu yang ingin anda bicarakan?" tilas Lukas setelah beberapa menit tak ada suara yang terdengar. "Bicara saja dan ungkapkan apa yang ingin anda sampaikan!" lanjut pria itu berpangku tangan.
Mata Hilman sedikit liar, dia terlihat beberapa kali membasahi bibirnya. Gugup, itulah yang ditangkap Lukas dari tingkah Hilman saat ini. "Monica, paman mohon kamu mau kembali, ya?!" kata Hilman setengah mendesak. Dia bahkan berlutut di depan Monica sambil menundukkan kepalanya dalam. "Paman tahu paman salah, dan paman menyesali semuanya. Paman berjanji akan menjadi paman yang baik saat kamu kembali," kata laki-laki itu lagi.
"Anda masih bisa menjadi seorang paman yang baik meski Nona Monica tak kembali, tuan!" tegas Rian angkat bicara sebagai pengacara. Sungguh omong kosong tak berguna yang dimuntahkan pria di depannya ini. Dia sangka semua yang ada di ruangan ini adalah bocah yang gampang dibohongi.
"Tapi saya ingin keponakan yang selama ini sudah saya sakiti melihat langsung perubahan saya!" kata Hilman beralasan agar Monica mau kembali.
"Saya bisa melihat dari jauh, paman. Itu sudah cukup!" kata Monica angkat bicara. "Keputusan saya sudah bulat, saya tak ingin kembali ke sana!" lanjut gadis itu memejamkan matanya, berharap semua kenangan yang menyakitkan yang dia alami menghilang dan terganti hanya dengan kenangan manis saja, meski tak banyak pastinya.
Hilman terdiam, dia memutar otaknya cepat agar ponakannya itu mau berubah pikiran. Pundi uangnya tak boleh lepas begitu saja, dia tak bisa terus bekerja dan mengharapkan gaji yang sangat kurang menurutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments