Tiga Belas

Hilman yang rela berlutut dan memohon dengan pemikiran kalau keponakannya akan luluh pun harus menahan kekesalan karena rencananya tak berjalan sesuai yang dia kehendaki. Monica mengatakan kalau dia sudah memaafkan pamannya, tapi dia tak memiliki niat untuk kembali.

Saat suasana akan memanas, Lukas turun tangan. Dia mengusir Hilman, membiarkan pria itu diseret oleh dua bawahannya. Terang saja Hilman membuat keributan, tapi sebanyak dan sekeras apa pun dia berteriak, tak ada satu pun yang bergerombol melihat mereka.

Melihat Hilman yang kebingungan, Lukas malah mengolok-olok pria tua yang tak pantas disebut sebagai keluarga itu. Lukas mengucapkan salam perpisahan, berharap kalau mereka tak akan bertemu lagi di masa depan.

...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...

Monica termangu setelah pengusiran sepihak yang dilakukan pada pamannya, gadis itu jatuh terduduk sambil menghela napas panjang. "Semua sudah berakhir ...," lirih gadis itu memejamkan matanya. Katakan saja dia egois, dia hanya tak ingin menjalani kehidupan yang seperti di neraka dan penuh dengan siksaan.

"Ini baru permulaan, bukan akhir," kata Lukas dengan santainya.

Monica mendongak, menatap bingung bosnya itu. Apa yang dimaksud permulaan, bukankah semua sudah selesai. Pamannya tak akan mengganggu dia lagi, kan.

"Anda pasti bingung, bukan?" tebak Lukas tepat sasaran. "Meski ini hanya tebakan saja, tetapi saya yakin paman anda tak akan menyerah dengan begitu mudahnya," lanjut pria itu.

Monica membuka mulutnya lebar, tetapi tak ada kata yang bisa dia ucapkan. Apa hidup damai saja merupakan hal sulit bagi dirinya. Kenapa dia tak bisa menikmati kebebasan dalam hidupnya sendiri.

"Kalau saya boleh memberi saran, sebaiknya anda jangan jalan-jalan sendirian mulai saat ini. Apa lagi di malam hari, lebih baik anda berdiam di kamar saja."

Monica menganggukkan kepalanya, mengingat di kepalanya agar dia melakukan semua yang bosnya itu katakan.

"Karena kita tak tahu apa yang bisa dilakukan oleh seorang pria yang terdesak hutang!" lanjut Lukas menatap lurus Monica. Hanya ada rencana buruk yang pria itu pikirkan akan dilakukan oleh Hilman. Saat penagih hutang terus mendesak, bisa saja pria itu nekat menculik keponakannya sendiri dan menyerahkan gadis itu sebagai ganti pembayaran hutang-hutangnya. Masih banyak juga cara lainnya, mungkin saja paman sekretarisnya itu malah terlibat kejahatan di pasar gelap. Makanya lebih baik tetap waspada dan berhati-hati, dari pada kecolongan dan tertimpa musibah di saat lengah.

Selesai berunding, Monica mengucapkan terima kasih karena sudah menjaga dirinya dan menemani dia berbicara dengan pamannya. Gadis itu menawarkan makan siang bersama sebagai balasan. Di awal Lukas menolak, tetapi akhirnya dia ikut juga karena merasa tak enak kalau terus menolak niat baik seseorang.

Di sinilah mereka bertiga, di depan resto yang terbilang cukup mahal. "Apa tak masalah kita ke sini?" tanya Lukas menatap ragu bawahannya yang katanya ingin mentraktir mereka berdua.

"Tenang saja, bos. Saya masih bisa membayar kalau hanya makan sesekali di tempat seperti ini!" tukas Monica yakin seyakin-yakinnya.

Rian membenarkan letak kacamatanya seraya menatap serius Monica. "Maksud Tuan Lukas, beliau khawatir kalau makanan yang disajikan di sini tak cocok dengan lidah anda, nona," sela pria itu menjelaskan.

"Jangan sok tahu!" dengus Lukas menjaga muka ke lain arah.

"Tak apa, saya juga ingin sesekali menikmati uang yang telah saya hasilkan dengan bebas tanpa memikirkan apa-apa," celetuk gadis itu malu.

"Jangan tolak kebahagiaan kecil yang gadis lugu ini tawarkan, kawan. Biarkan dia dengan bebas menggunakan uangnya dengan semaunya sendiri!" tukas Rian menepuk punggung Lukas dengan cukup keras.

"Gak usah pakai mukul juga, kali?!" dengus Lukas melirik tajam bawahan sekaligus temannya itu.

Akhirnya mereka makan bersama di restoran yang dipilih oleh Monica, gadis itu terlihat berbinar bahagia melihat makanan yang disajikan untuk dirinya.

"Terlihat sangat sayang kalau dimakan, bukan?" bisik Rian dengan lirih.

Monica mengangguk cepat. "Semuanya terlalu indah dan cantik," kata gadis itu mendesah panjang. Menyayangkan kalau semua dessert yang disajikan harus dimakan.

"Tapi itulah gunanya makanan, nona. Untuk dinikmati!" timpal Rian mengedipkan sebelah matanya.

"Foto saja seperti yang biasanya orang lain lakukan kalau mau," celetuk Lukas tiba-tiba.

"Anda benar!" pekik Monica. Gadis itu tersenyum cerah, mengambil ponselnya dan mengambil beberapa foto dari berbagai arah. Makanannya mungkin akan habis, tapi foto ini akan tetap bertahan selama tak terhapus di penyimpanan ponselnya.

Usai makan siang dadakan yang tanpa janji dulu, mereka kembali ke kantor dan melakukan pekerjaan masing-masing. Karena Monica terlalu sering keluar bersama Lukas, tersebar rumor miring di antara keduanya. Terlebih semua kemudahan yang didapat anak baru itu, banyak yang mulai mempertanyakan siapa sebenarnya Monica. Ada yang menebak kalau dia anak tersembunyi, ada yang mengatakan kalau dia adik orang kaya yang sedang merakyat, ada juga yang mengatakan kalau dia mainan baru dari bos mereka.

Sayangnya kedua tokoh utama dalam rumor tersebut terlalu acuh dan tak peduli, mereka bahkan tak tahu kalau banyak rumor buruk tentang mereka yang menyebar.

...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...

"Pa, mama denger sesuatu yang aneh di kantor," ujar Serena saat mereka berdua sedang menikmati waktu bersama.

"Apa? Perusahaan kita bakalan bangkrut? Punya cabang baru? Atau tentang hal lain lagi?" tanya Lukas dengan santai sambil menyeruput teh hitam buatan istrinya.

"Monica, anak baru itu, papa main belakang sama dia," kata Serena sambil tersenyum tipis.

"Astaga," timpal Lukas mendesah panjang. "Jadi karena rumor itu papa selalu ditatap aneh di kantor kalau lagi sama Monica?" lanjut pria itu tertawa geli. "Mama gak percaya gitu aja, kan?" tambah Lukas bertanya pada istrinya.

"Mama yakin papa gak akan macam-macam kalau inget janji yang udah kita buat sebelum mama terima lamaran papa!" timpal Serena dengan nada tenang.

Lukas terdiam, janji yang harus dia buat tepat setelah dia melamar wanitanya dulu. Bagaimana dia bisa lupa akan hal itu, sampai sekarang saja dia tak habis pikir kenapa dia bisa segila itu mengiyakan apa persyaratan yang diajukan istrinya sebelum menerima lamarannya. "Tentu," kata Lukas singkat. Dia kira istrinya bakalan lupa akan hal itu, rupanya Serena masih mengingat dengan baik apa yang pernah dia ucapkan.

"Nah, berarti aman!" kata Serena tersenyum sangat-sangat manis.

"Tenang aja, pa. Mama gak akan asal main judul tanpa bukti dan melakukan semuanya dengan penuh emosi. Perjanjian yang kita sepakati masih terjalin dan gak akan pernah bisa dihapus. Itu juga yang ngebuat mama bisa tenang punya suami yang tampan seperti papa!" aku Serena memuji suaminya.

Lukas tersenyum kecil, dia suka dipuji, tetapi kalau ingat perjanjian yang dia buat saat itu, dia jadi kesal sendiri. Serena tertawa dalam hati, untung saja dia punya senjata yang bisa dia gunakan. Meski dia tak sepenuhnya percaya pada gosip yang menyebar, tapi tak ada salahnya mengingatkan suaminya yang tampan itu agar tak macam-macam.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!