Usai adu mulut antara Rahma dan Monica, Rahma memilih menjauh. Meski Monica ingin mendekat, tapi Rahma selalu menghindar dengan berbagai alasan.
Hingga satu minggu berlalu, Monica yang tak tahu apa yang terjadi malah bertanya pada Lusi yang kebetulan diajaknya ke luar saat akhir pekan. Lusi pun mengatakan semuanya, awal dia tak percaya kalau Monica lupa. Namun, sepertinya memang benar gadis itu tak tahu apa-apa sama sekali. Seolah memori tentang hari itu hilang begitu saja.
Monica berjanji akan meminta maaf saat bertemu dengan Rahma, Lusi pun berharap mereka bisa kembali akrab seperti semula lagi setelahnya.
Di sisi lain, Serena dan Lukas menghabiskan waktu bersama. Keduanya berbelanja online menggunakan ponsel Serena. Hingga akhirnya Lukas mengajak istrinya untuk makan malam di luar saja. Serena menyetujuinya, bahkan wanita itu bertanya apa mereka bisa menonton di bioskop. Lukas mengangguk setuju dan Serena segera memeluk Lukas saking senangnya dirinya.
Saat Serena bersiap, Lukas malah bergumam kalau dia berharap memiliki malaikat kecil yang akan melengkapi kebahagiaan mereka. Tak lama, pria itu membuyarkan lamunannya. Semua ada masanya, pasti suatu saat Tuhan akan memercayakan pada mereka seorang malaikat kecil yang akan melengkapi kebahagiaan mereka. Dia tak ingin istrinya sedih karena tahu apa yang dia pikirkan dan harapkan tadi.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
Keesokan harinya, Monica benar-benar terus berusaha dan berusaha meminta maaf pada Rahma, gadis itu mengikuti ke mana pun kawannya itu menghindar.
"Mau kamu apaan, sih Mon?" tanya Rahma kesal diikuti terus dari tadi.
"Minta maaf," kata Monica cepat.
"Minta maaf?" dengus Rahma memutar bola matanya malas. "Buat apa?" kata gadis itu lagi. "Apa yang kamu bilang waktu itu senjata benar, kok," tambah Rahma.
"Aku udah kelewatan dan aku malah lupa kalau aku udah buat salah sama kamu, Ma. Maaf, ya ...," pinta Monica dengan tulus.
Rahma mengepalkan tangannya kesal. Lupa, bisa-bisanya dia kesal pada seseorang yang bahkan lupa pada kesalahannya. Ya, Rahma tahu kalau dia yang sudah kelewatan. Bukan salah Monica sepenuhnya kalau dia makan siang bersama Rian. Rahma juga tak bisa melarang karena mereka tak memiliki hubungan apa-apa. Tapi, tetap saja rasa kesal itu ada.
"Aku ... juga salah," kata Rahma dengan wajah tertunduk menekuri lantai. "Aku merasa sangat kesal. Entah karena mendengar ucapan kamu, atau karena aku gak bisa membantah ucapan itu sama sekali. Aku hanya merasa kesal saja saat itu," lanjut gadis itu mengaku.
"Jadi, kita kembali berbaikan?" tanya Monica dengan senyum lebar.
"Huh, kapan kita pernah bermusuhan," dengus Rahma terkekeh kecil.
"Apa?" pekik Monica sedikit meninggikan suaranya. "Kamu menghindar terus dan itu gak dianggap awal dari musuhan?" kata Monica menggeleng tak percaya.
"Aku hanya menghindar untuk sementara, sampai rasa kekesalan aku reda!" sanggah Rahma.
"Akhir pekan ini kita makan-makan!" sela Lusi menggendeng kedua temannya. "Rahma yang bayarin!" lanjutnya cengengesan.
"Gak ada! Kapan aku bilang begitu? Aku belum setuju, ya!" sanggah Rahma cepat.
"Lagian akhir pekan masih lama, Lus. Ini baru hari pertama masuk kerja, loh," celetuk Monica mengingatkan kalau ini baru hari senin.
"Gak masalah, akhir pekan selalu datang, kok," timpal Lusi cepat.
"Pokoknya kamu harus traktir aku makan, Ma. Kamu udah bikin aku pusing berada di antara kalian berdua!" ujar Lusi mengeluh.
"Lah, pusing di antara kami berdua, kenapa cuma aku yang disuruh bayarin?" tukas Rahma bertanya. "Harusnya Monic juga, dong!" lanjut gadis itu menunjuk ke arah Monica.
"Sorry, aku udah traktir kawan kita ini kemarin!" kata Monica mengibaskan sambil rambutnya.
"Curang, aku kan gak dapat bagian!" protes Rahma.
Ketiganya terus berdebat dan kembali ke meja masing-masing saat jam makan siang selesai. Rahma hanya bisa mengiyakan permintaan Lusi, dan Lusi pun memekik senang karenanya.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
"Napa lu? Muka ditekuk begitu?" tanya Rian yang main nyelonong masuk saja ke ruang kerja Lukas.
Lukas mendengus, menunjuk daun pintu yang lebarnya segede gaban tapi tak pernah digunakan oleh kawannya ini. "Itu pintu, ada daun pintunya, gunanya untuk diketuk! Bukan cuma buat pajangan itu dipasang?!" dengus pria itu.
Rian mengangkat bahu seraya mengangguk malas. "Udah tahu, kok," balasnya santai. "Tapi malas aja ngetuk pintu, buang waktu kayaknya!" lanjut pria itu nyengir lebar setelah berbicara. "Atau kamu mau aku ngetuk sekarang?" tambahnya dengan wajah setengah serius, setengahnya entah termasuk ke dalam ekspresi apa.
Lukas menghela napas panjang. "Gak usah!" jawab pria itu dongkol. Dia heran sendiri kenapa mereka berdua bisa awet berteman, bahkan kalau sedang bersama dengan kawannya itu, Lukas bisa melupakan sedikit masalah tentang malaikat kecil yang sangat dia inginkan.
"Lu memang paling ngerti gue!" timpal Rian mengacungkan jempolnya memuji Lukas.
"Mana ada karyawan yang manggil bosnya aku-kamu, lu-gue, enak banget dan gak ada sopan-sopannya sama sekali!" dengus Lukas seakan protes, padahal dia tersenyum kecil saat mengatakan hal tersebut.
"Perhitungan amat, sih. Kan kita berdua pren!" kata Rian dengan cepat.
"Gak usah sok inggris, deh. Bilang friend aja gak bener," protes Lukas terkikik kecil menertawakan Rian. "Indo aja, lebih enak dengernya!" lanjut pria itu menatap geli kawannya.
"Biar kata bahasa inggris gue belepotan, tapi lu seneng juga dengernya. Buktinya lu ketawa-ketiwi dari tadi!" tukas Rian bangga. "Lagian kita kan udah sohib, udah satu frekuensi, pasti lu bisa ngerti apa yang gue omongin!" lanjut Rian percaya diri.
Sebenarnya Rian sengaja berbahasa inggris yang acak kadul kalau di depan Lukas, dia hanya suka melucu. Terkadang dia juga melakukan hal yang sama kalau lagi berbicara dengan Serena, nyonya bos mereka.
"Btw, tadi pertanyaan aku belum dijawab, loh?" kata Rian lagi.
"Biasa, lah!" balas Lukas menghela napas panjang.
"Ahh, aku paham," timpal Rian yang seakan tahu apa yang dimaksud kawannya itu dengan kata biasalah tadi.
"Kamu sendiri, ngapain ke sini?" Lukas balik bertanya.
"Cuma iseng, soalnya ga ada kerjaan buat aku," kata Rian dengan santainya.
"Sudah kuduga," timpal Lucas jengah.
"Kenapa ga adopsi aja dulu?" kata Rian memberi saran setelah diam beberapa saat. Lukas menggelengkan kepalanya pelan seraya menatap lurus sahabatnya itu. Tak ada yang bersuara setelahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments