Saat Monica ingin berbenah sekali lagi, Bunga, sepupu Monica datang dan meminta (baca : memaksa), Monica untuk membuatkannya mie. Saat mie yang dia minta sudah jadi, dia malah protes dan mengatakan kalau Monica terlalu lelet. Membuat nafsu makannya hilang. Nyatanya, makannya masih saja lahap bahkan yang tersisa hanya mangkok dan sendok mie nya saja.
Monica tertawa dalam hati melihatnya, gadis itu menyabarkan dirinya. Dia akan terbebas dari neraka ini beberapa waktu lagi, saat ada kesempatan dirinya akan menjauh dan tak mau lagi berhubungan dengan pamannya itu. Lagipula, Monica juga memiliki kartu keluarga sendiri. Dia tak mau ikut kartu keluarga pamannya saat dulu disuruh pindah. Dia ingin tetap menjadi dirinya sendiri meski ayah dan ibunya sudah tak ada. Dia tak ingin tercantum di kartu keluarga pamannya sebagai kerabat jauh, keponakan, family, atau apa pun yang lainnya.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
Lewat tengah malam, Monica mengangkat kopernya seraya mengendap-endap. Gadis itu berjalan dengan sangat pelan agar tidak ketahuan dan membangunkan paman dan juga sepupunya.
Begitu sampai di luar pagar, Monica baru bisa sedikit bernapas lega. Dia berlari menenteng koper kecilnya menuju taksi yang sudah dia pesan di depan jalan. Dia sengaja menyuruh taksi menunggu di sana agar tak membuat keributan di depan rumah pamannya ini.
"Tolong antarkan saya ke Jalan Persada nomor lima, pak," ucap gadis itu dengan napas sedikit terengah.
"Baik, mbak," kata si supir segera melajukan taksinya.
Monica menghela napas panjang. Tak lama, senyum kecil terlukis di bibirnya yang terlihat sedikit pucat. Dia merasa beban yang selama ini dia tahan akhirnya terangkat dan menghilang. Masalah lain akan dia pikirkan nanti, lagipula pamannya tak tahu kalau dia bekerja di perusahaan. Pamannya hanya tahu kalau dia bekerja paruh waktu, dan pamannya juga bukan tipe orang yang mau mengurus hal seperti itu. Dia termasuk seorang pria yang suka mengeruk uang keponakannya, kerjaannya hanya meminta uang pada Monica, tanpa peduli uang dari mana yang didapatkan gadis itu.
Kalau pun suatu saat pamannya tahu dan membuat keributan, Monica akan menanganinya saat itu bagaimana pun caranya. "Kita sudah sampai, Mbak," kata si supir menghentikan taksinya tepat di alamat yang disebutkan Monica.
"Oh, terima kasih," kata gadis itu beranjak ke luar dari taksi. "Ini ongkosnya, pak. Ambil saja kembaliannya," lanjut gadis itu sebelum benar-benar ke luar dari taksi.
Taksi itu meninggalkan Monica saat gadis itu sudah selesai mengeluarkan kopernya. Monica berdiri sebentar menatap bangunan tinggi dan luas yang ada di depannya. "Kehidupan setelah ini akan menjadi lebih baik!" gumam gadis itu sebelum menyeret kopernya masuk ke dalam. Dia mencari di mana letak kamarnya dan langsung tertidur setelah dia sampai.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
Waktu berlalu dengan cepat, pagi menjelang tanpa disadari. Bunga, sepupu Monica sudah membuat keributan sejak dia baru membuka matanya. "Monica! Sebenarnya kemana gadis nakal itu?!" desis gadis itu tak ada sopan-sopannya, padahal dia lebih muda daripada Monica, tapi dia tak pernah bertutur kata yang sopan pada sepupunya itu.
"Masih pagi, kenapa sih sudah ribut-ribut?" ucap sang ayah baru saja ke luar dari kamarnya. Jelas itu tampang orang yang baru bangun tidur, bahkan pria itu belum mencuci mukanya sama sekali.
"Dari tadi aku panggil-panggil Monica, tapi dia gak ada ayah!" adu Bunga kelewat kesal. "Dia gak siapkan air panas buat aku mandi! Dia gak siapkan sarapan seperti biasanya! Bahkan pas aku ke kamarnya tadi, dia udah gak ada!" lanjut gadis itu memaparkan kesalahan-kesalahan yang dilakukan Monica pagi ini pada dirinya.
"Apa?" pekik si paman kaget. Pria tua itu segera berlari ke kamar keponakannya dengan wajah panik, jangan sampai apa yang dia khawatirkan terjadi.
"Ayah kenapa, sih? Jangan teriak begitu, ayah!" pekik Bunga mendengus kesal saat ayahnya berlari layaknya dikejar setan ke kamar Monica. Apa ayahnya tak percaya dengan apa yang dia ucapkan, makanya ayahnya harus memastikan terlebih dahulu semuanya.
"Tidak, tidak, tidak. Jangan sampai!!!" gumam si paman menggertakkan gigi menahan kekesalannya.
"Ayah kenapa, sih? Kok, aneh begini?" tanya Bunga yang menyusul ayahnya. "Segitunya ayah gak percaya sama aku? Makanya ayah ke kamar Monica buat mastiin?" lanjut gadis itu mendengus pelan.
"Diamlah, Bunga!" hardik pria itu meluapkan kekesalannya pada sang anak.
"Kenapa ayah malah membentak aku? Harusnya ayah marah sama Monica!" timpal Bunga mengotot.
"Tambang uang ayah itu sudah minggat dari rumah ini, tahu kamu?!" ujar sang ayah melotot ganas.
"Apa?" timpal Bunga terbelalak kaget. "Lalu siapa yang harus mengurus pekerjaan rumah sekarang, ayah?" lanjut gadis itu menggigit kukunya cemas. "Jangan bilang mulai sekarang harus aku yang mengerjakan semuanya?!" lanjut gadis itu tak percaya. Dia tak pernah berurusan dengan dapur, tak pernah mencuci piring bahkan tak tahu caranya mencuci baju di mesin cuci. Semua tugas itu dilakukan oleh Monica, sedangkan dirinya hanya tahu cara mempercantik diri dan mengecat kukunya.
Hilman, Ayah Bunga sekaligus Paman Monica berdecak kesal. "Kamu masih bisa memikirkan tentang pekerjaan rumah yang bisa diselesaikan siapa saja?" hardik pria itu. "Harusnya kamu berpikir dari mana kita akan mendapatkan uang untuk semuanya kalau Monica tak ada!" lanjut Hilman membuat Bunga sadar masalah yang lebih genting dari pada urusan rumah. Ya, uang. Alasan Monica dibiarkan tinggal di rumah mereka karena Monica bisa dibilang dimanfaatkan sebagai sapi perah untuk mereka berdua.
Monica semua yang mengurus segala hal yang berhubungan dengan uang. Belanja, membayar tagihan listrik dan air, membayar hutang pamannya, membelikan alat make-up untuk sepupunya. Membeli baju dan lain sebagainya. "Bagaimana ini ayah?" tanya Bunga semakin cemas.
"Mau tak mau, hingga anak itu tertangkap, kita harus berbagi tugas!" kata Hilman mencoba mengendalikan masalah yang dibuat keponakan manisnya itu.
"Tapi aku tak pernah memasak, mencuci, dan lain sebagainya, ayah! Aku sama sekali tak tahu caranya!" keluh Bunga mengusak rambutnya kesal.
"Semua bisa dipelajari di internet, Bunga," kata sang ayah dengan santainya, seakan dia bisa mengerjakannya dengan mudah.
"Kamu urus rumah untuk hari ini. Ayah akan mencari uang sekaligus mencari di mana sepupu kamu yang tersayang itu bersembunyi!" kata Hilman segera masuk ke kamar dan langsung berganti pakaian. Tak ada waktu yang dibuang percuma, setiap detiknya sangat berharga untuk menangkap keponakan nakalnya itu.
"Awas saja kamu, Monica. Akan kubalas apa yang aku alami hari ini berkali-kali lipat nantinya!" desis Bunga mulai berselancar di internet, mencari tutorial cara memasak sarapan yang paling mudah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments