Lukas semakin menyukai kinerja Monica, gadis itu tak banyak bicara dan sangat polos menurut Lukas.
Beberapa kali.lukas mengajak gadis itu menghadiri pertemuan, tapi Monica malah lebih tertarik pada pekerjaan dari pada memperhatikan dirinya. Bukan apa-apa, Lukas hanya merasa senang dengan hal itu. Dia sedikit takut memiliki sekretaris wanita, soalnya pernah kejadian sekretarisnya malah mencoba mencelakai dirinya. Makanya dia berhati-hati saat dia sudah memilih Monica. Dia ingin melihat apa gadis itu juga memiliki maksud tersembunyi yang buruk kepadanya.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
Monica mengetuk pintu ruang kerja bosnya. "Masuk!" balas suara dari dalam terdengar.
"Permisi, pak," ucap gadis itu dengan sopan.
"Ada apa?" tanya Lukas tanpa menatap sekretaris barunya itu.
"Saya ingin mengingatkan kalau bapak ada pertemuan setengah jam lagi, pak!" ujar Monica.
"Terima kasih," timpal Lukas mengangguk singkat. "Sudah kamu siapkan berkas yang diperlukan?" tanya pria itu menatap singkat sekretarisnya.
Monica menganggukkan kepalanya. "Sudah saya siapkan semua, pak!" balas Monica dengan sangat yakin.
"Baiklah, kamu bisa kembali dan memeriksa sekali lagi kalau-kalau ada bahan yang kurang," ujar Lukas sembari melempar senyum singkat.
"Kalau begitu saya permisi, pak," tukas Monica kembali ke tempatnya setelah dia mengingatkan jadwal yang dimiliki bosnya setelah ini.
"Anak yang baik," gumam Lukas memuji. Kalau begini terus, bisa saja gadis itu akan dia angkat sebagai asisten pribadinya.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
Hilman sudah berusaha mencari keponakannya ke mana-mana, tetapi tak ada satu pun tempat yang dia ketahui. Dia buta kalau menyangkut soal keponakannya itu, yang dia tahu hanyalah mengambil uang dari tangan gadis itu. Selain itu, tak ada lagi yang dia ketahui.
Rumahnya semakin berantakan, tak ada lagi yang mengurus rumahnya seperti dulu. Makanan yang dia makan juga kebanyakan makanan instan saja. Anaknya, Bunga, lebih memilih memesan makanan via telepon. Uangnya, tentu saja hasil yang dia dapatkan dari bekerja. Gadis itu mendapatkan pekerjaan yang cukup dia sukai dan mudah menurutnya, dia hanya harus menuangkan minuman ke gelas-gelas para orang kaya yang berpesta, dan uang mengalir dengan sendirinya sebagai tip.
Hilman tentu saja mencoba mengambil uang anaknya, tetapi Bunga lebih pintar. Dia tak pernah menaruh uangnya di dompet, semua dia masukkan ke bank begitu dia pulan bekerja. Banyak ATM 24 jam yang buka, jadi gadis itu tak perlu repot mampir ke bank.
"Bunga, anak gadis ayah yang paling cantik dan baik, bagilah beberapa lembar uang yang kau punya, nak. Ayahmu memiliki beberapa keperluan yang mendesak," pinta Hilman untuk kesekian kalinya.
"Aku gak pegang uang, ayah!" balas Bunga terlihat malas menanggapi ayahnya. "Lagian keperluan mendesak ayah, kalau gak judi, ya beli minuman," lanjut gadis itu berdecih kecil.
"Kali ini pasti ayah akan menang! Semalam ayah mendapatkan mimpi yang sangat bagus," timpal Hilman dengan penuh keyakinan.
Bunga memutar bola matanya jengah. "Ya, ya, ya. Terus saja ucapkan perkataan yang sama! Kemarin ayah juga bilang begitu. Kemarinnya lagi juga sama. Kapan ayah akan merangkai kata yang baru?" tukas Bunga ketus.
"Padahal kamu sudah ayah besarkan, tapi hanya karena beberapa lembar uang kamu berani berkata tak sopan pada ayah?!" hardik Hilman mendengus kesal.
"Yah, aku itu capek kerja. Aku aja yang kerja dan menghasilkan uang, menghemat semua pengeluaran aku. Tapi ayah? Seenaknya saja menghambur-hamburkan uang di tempat perjudian," desah Bunga. Kalau dulu dia tak peduli ayahnya mau berjudi atau tidak, soalnya bukan uangnya yang ayahnya habiskan. Sekarang dia tak bisa begitu lagi, dia juga perlu biaya untuk membeli baju, tas, dan make-up. Belum lagi untuk makan mereka berdua.
Keduanya akhirnya terlibat perdebatan, tapi Hilman tak pernah meletakkan tangannya pada sang anak. Tidak seperti saat dia bersama Monica, gadis itu sudah terlalu sering dia tampar kalau mulai berani menceramahi dirinya.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
Waktu berlalu, karena sedikit bersimpati dan cukup menyukai pribadi Monica. Lukas lebih perhatian pada bawahannya itu, hanya sekedar perhatian sebagai atasan yang tak mau bawahannya terlalu memaksakan diri dalam bekerja. Pria itu juga sering menceritakan Monica pada istrinya, dan sang istri cukup senang mendengar suaminya mendapatkan sekretaris yang kompeten.
Hingga suatu hari, saat pulang kantor. Tak sengaja Lukas melihat Monica dicegat oleh seorang pria paruh baya. Lukas yang merasa bawahannya sedang kesusahan pun segera turun dari mobilnya. "Ada apa ini?" suara tegas dan tenang Lukas memecahkan keributan yang terjadi
"Maaf, pak. Saya sudah membuat keributan di depan kantor," kata Monica tak enak hati. Belum lagi, banyak mata yang menatap ingin tahu ke arahnya.
Lukas mengedarkan pandangannya, dia pun menghela napas panjang. "Semua bubar! Jangan jadikan ini gosip!" tukas pria itu yang langsung dituruti oleh kerumunan karyawan lain yang ingin tahu apa yang terjadi.
Lukas menatap pria paruh baya yang sedang mencengkeram tangan Monica. "Bisa tolong anda lepaskan, tuan?" lirikan mata Lukas terus tertuju pada tangan pria tua yang ada di depannya.
"Tidak! Bagaimana kalau anak nakal ini melarikan diri lagi!" timpal pria tua yang ternyata adalah Hilman.
"Melarikan diri?" dengus Monica menahan air matanya saking kesalnya dirinya dituduh yang tidak-tidak. "Jangan bercanda!" kata gadis itu kesal. "Aku hanya membebaskan diriku dari neraka yang anda ciptakan!" tambah Monica, air matanya menetes perlahan.
"Tapi kamu pergi tanpa pamit!" dengus sang paman tak mau mengalah.
"Aku sudah cukup dewasa untuk mandiri!" balas Monica dengan berani.
Lukas mengeluarkan dompetnya, dia mengambil satu lembar kartu nama dan memberikannya pada pria tua yang terus berdebat dengan sekretarisnya. "Begini saja, mari kita berbicara di lain hari. Saat kalian bisa berbincang dengan kepala dingin tanpa berdebat seperti ini," ujar Lukas memberikan saran. "Dan kalau anda takut nona ini melarikan diri lagi, anda bisa menghubungi saya. Kita akan bertemu kapan pun yang anda inginkan!" lanjut pria itu merasa harus melindungi Monica karena rasa simpati.
"Anda tak perlu ikut campur!" dengus Hilman membuang kartu nama Lukas tanpa membacanya. "Saya hanya perlu membawa pulang keponakan nakal saya ini" tambah pria itu menunjuk Monica sambil melotot. "Dia harus dididik agar tak berani melarikan diri dari rumah yang selama ini menampungnya!" desis Hilman melotot ganas.
"Dan anda akan saya laporkan atas tuduhan penculikan!" balas Lukas mengeluarkan ponselnya, siap menelepon kenalannya di kepolisian.
"Apa hak yang anda miliki? Saya ini pamannya!" hardik Hilman menepuk-nepuk dadanya dengan sebelah tangannya yang bebas.
"Saya atasan Nona Monica dan saya rasa Nona Monica tak ingin ikut dengan anda. Menurut saya kalau anda memaksa, itu sama saja anda melakukan tindak kejahatan. Tak peduli apa hubungan yang anda miliki dengan karyawan saya!"
Merasa takut dengan ancaman Lukas, Hilman melepas pegangannya pada lengan Monica. "Baik, kita akan bicara lagi nanti," desisnya kesal. Lukas memberikan lagi kartu namanya dan Hilman segera pergi dari sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments