Rapat yang diadakan oleh para tetua dan CEO Glen kini telah berakhir. Tidak ada kendala sama sekali dalam rapat itu. Hanya beberapa perdebatan kecil mengenai penjualan dan pendapatan dalam perusahaan beberapa bulan terakhir yang mengalami sedikit kemunduran.
"Quinsy, saya mau kamu mengumpulkan beberapa data penghasilan kita dari setahun terakhir, lalu buatlah rangkumannya." Titah Glen saat sudah berada di ruangan pribadinya.
"Baik Tuan!" Quinsy bangkit dari tempat duduknya lalu menuju ruang penyimpanan berkas.
Setelah menemukan yang dicarinya Quinsy kembali ke ruangan milik Glen, dia sebenarnya bingung kenapa ruangan miliknya harus menjadi satu dengan sang atasan.
Quinsy telah berada di meja kerjanya dan mulai untuk merangkum pendapatan perusahaan dari setahun terakhir seperti perintah Glen padanya tadi.
Glen memperhatikan raut wajah Quinsy yang terlihat menggemaskan saat sedang serius seperti itu. Glen tidak menyangka, bila gadis cantik yang ternyata seorang putri bungsu dari keluarga ternama adalah gadis yang mandiri.
Dia tidak manja sedikitpun, bahkan Quinsy selalu terlihat dewasa dalam menghadapi masalah. Hal itu yang membuat Glen makin tertarik dengan gadis cantik keturunan Karren La Vega itu.
Pekerjaan yang diberikan oleh Glen kali ini memerlukan banyak waktu sebab, ada banyak data yang tidak sesuai dan perlu kembali di cocokan. Hingga Hampir jam delapan malam Quinsy baru menyelesaikan pekerjaan itu.
Para karyawan lain telah lebih dulu pulang karena memang ini sudah bukan jam kantor lagi. Hanya tersisa dia dan Glen yang masih berada di Perusahaan saat ini.
"Ini adalah rangkuman data yang Anda minta Tuan." Ucap Quinsy yang menyerahkan file itu pada Glen dan disambut olehnya.
"Ok, ini sudah larut. Biar aku mengantarkan kamu pulang."
"Terimakasih Tuan, tapi saya sudah dijemput." Tolak Quinsy sopan.
Akhirnya mereka sama-sama keluar dan memasuki mobil masing-masing. Quinsy mengetuk jendela kaca mobil sang supir yang terlihat tengah tertidur.
"Nona Quinsy, maaf saya tertidur." Ucap sang supir yang terkejut akan kehadiran Quinsy.
"Tak apa, mari kita pulang."
Mobil kini melaju di jalanan kota New York yang padat. Walau pun waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam, tapi tidak mengurangi kepadatan jalanan kota besar itu.
......................
Pagi hari di kota New York, memasuki musim dingin di bulan Desember, salju mulai turun. Cuaca di kota itu saat ini sangat mendung. Mata cantik Quinsy mulai terbuka, ini tahun pertamanya menikmati salju di kota itu.
"Wah, salju!" Teriak Quinsy kemudian berlari menuju balkon luar. Gadis muda cantik itu seperti anak berusia tiga tahun yang akan menyambut kedatangan Santa.
Kakaknya Morgan, yang tengah menikmati secangkir kopi di ruang tamu tersenyum sambil menggelengkan kepala, saat melihat kelakuan Adik bungsunya. Ia mengeluarkan ponselnya dan mengambil beberapa foto Quinsy untuk dikirimkan ke orang tuanya di Indonesia.
"Kak! Sini! Saljunya turun nih!" Panggil Quinsy pada sang Kakak kedua.
Morgan hanya tersenyum dan menggeleng pada Quinsy. Putri kecil keluarga Karren itu telah tumbuh dewasa, tapi tidak mengubah sifatnya. Quinsy selalu bisa tersenyum bahagia walau dengan hal-hal kecil sekalipun.
Setelah puas menikmati salju pertama, Quinsy kembali ke kamarnya dan segera membersihkan diri untuk segera pergi ke kampus karena hari ini akan diadakan kuis oleh Dosen Arnold.
"Ada apa denganmu Emy? Apakah ada masalah?" Tanya Sonya yang melihat sahabatnya itu sedang murung.
Emy hanya menoleh sekilas pada Sonya kemudian menggedikkan bahunya dan kembali termenung. Hal itu membuat Sonya makin penasaran hingga Quinsy tiba dan duduk di sisi mereka.
Sonya berpindah tempat duduk dan berbisik pada Quinsy.
"Coba kau perhatikan Emy, dia terlihat sedang sangat sedih."
Quinsy menoleh ke arah Emy dan mendapati raut murung si sana. Dia kemudian menoleh kembali pada Sonya dan bertanya "Ada apa dengannya?"
"Entahlah, dia tidak ingin bercerita padaku."
Sayangnya, belum selesai pembahasan mereka mengenai sahabat mereka Emy, Mr. Arnold telah memasuki ruangan itu. Hingga Sonya dan Quinsy memutuskan untuk melanjutkan pembahasannya nanti.
"Emy, kau ada masalah? Coba ceritakan pada kami. Mungkin kami apatis membantumu." Ucap Quinsy dengan penuh kelembutan. Ia benar-benar hawatir akan keadaan sahabatnya itu.
Emy tersenyum sesaat lalu memeluk tubuh sahabatnya itu. Gadis cantik yang biasanya selalu ceria itu kini terlihat sangat rapuh. Quinsy mencoba menenangkan sahabatnya itu dengan membiarkan Emy menumpahkan air mata dipelukannya.
Saat merasa beban di pundaknya sedikit berkurang, Emy mulai bercerita. Rupanya hal yang membuat dia menjadi sangat bersedih adalah perjodohan yang dilakukan oleh orang tuanya. Emy harus melangsungkan pertunangan dengan pria yang tidak ia cintai bahkan tidak dikenalnya sama sekali.
FLASH BACK ON...
Di kediaman keluarga Abellard, Emy tengah bersama sang Ibu membahas tentang perjodohannya dengan seorang pemuda, putra dari sahabat sang Ibu sewaktu mereka kuliah dulu.
"Dia adalah pria yang baik, walau pun usianya jauh di atasmu, tapi Ibu yakin dia akan menjadi suami yang baik untukmu kelak." Ucap sang Ibu.
Emy hanya bisa tersenyum, dia sebenarnya ingin menolak, tapi Emy juga tidak ingin membuat sang Ibu kecewa. Jadi dia hanya bisa menerima perjodohan itu dengan setengah hati.
"Awal bulan depan mereka akan berkunjung kemari. Ibu harap kau akan menyukainya." Usai mengucapkan itu sang Ibu lalu meninggalkan Emy sendiri yang masih duduk di sofa depan televisi. Pandangan matanya memang terlihat tengah menatap acara di stasiun tv itu namun, pikirannya tengah melanglang buana.
Dia tidak menyangka di jaman modern seperti sekarang, sang Ibu masih saja menjodohkan dia dengan pria yang tidak ia kenal. Emy memanglah seorang anak yang penurut, sekalipun dia tidak pernah menolak apa pun permintaan dari orang tuanya.
FLASH BACK OFF...
Quinsy dan Sonya mencoba memberikan semangat pada sahabat mereka itu.
"Apakah kau sudah berusaha untuk menolaknya Emy?"
"Aku tidak berani, aku tidak bisa mengecewakan Ibuku. Dia tidak ingin aku bernasib sama seperti Kakak pertamaku."
"Memang kenapa dengan Kakak pertamamu?" Kini giliran Quinsy yang bertanya.
Quinsy melangkah baru berteman dengan mereka, jadi wajar bila ia tidak mengetahui cerita yang dimiliki oleh para sahabatnya itu.
"Kakaknya menolak perjodohan yang di berikan oleh orang tuanya. Dia memilih menikah dengan pria pilihannya sendiri. Sayangnya, setelah dia melahirkan seorang anak, suaminya pergi dengan wanita lain dan membuat Kakak Emy kini mengalami gangguan jiwa." Penjelasan itu diberikan oleh Jessy yang baru saja tiba di kantin.
Quinsy yang baru saja mengetahui cerita itu tentu saja sangat terkejut. Rupanya masih ada banyak cerita buruk tentang sahabatnya yang belum di ketahuinya.
"Kau cobalah untuk menerima hal itu, aku yakin orang tuamu tidak akan memilih pasangan yang tidak baik untukmu." Ucap Quinsy "Dan masalah perasaan, cinta akan tumbuh saat kita sudah terbiasa bersama." Sambungnya lagi memberikan saran pada sahabatnya itu.
"Ya, kurasa yang dikatakan oleh Quinsy itu ada benarnya. Bila memang orang itu tidak baik menurutmu, kau bisa meninggalkannya suatu saat nanti." Sonya berujar, ikut memberi saran.
"Oh, ayolah Emy, kau bukanlah wanita lemah yang mudah ditindas oleh kaum laki-laki. Kau masih memiliki kami, ok?"
"Terimakasih teman-teman." Ucap Emy, lalu memeluk ketiga sahabatnya itu.
BERSAMBUNG...
♡Thank's For readers yang udah maun ikutin novel aku...😊
Aku do'akan semoga kalian selalu bahagia selamanya...😄
Tolong bantu aku dengan like, vaforit dan komen ya...🙇
I love you all...😉😉♡
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments