"Kakak..!" Ucap seorang gadis, sambil berlari menuju sepasang suami istri yang menggendong putri kecilnya. Quinsy memeluk kedua orang itu dengan erat, lalu mengambil keponakannya dari gendongan sang ayah.
Melepaskan Rasa rindu pada tiga orang itu, Quinsy mengajak mereka untuk langsung menuju rumah. Namun, Kakak dan istrinya terlebih dahulu ingin mengisi perut mereka disebuah restoran. Jadilah kini mereka berempat memesan sebuah tempat untuk menikmati santapan makan malam mereka.
"Bagaimana kuliahmu di sini? Kakak dengar dari Morgan, kamu berkerja di sebuah cafe?" Pertanyaan itu didapati Quinsy dari kakak iparnya. Wanita cantik dan anggun yang kini telah menjadi istri dari Kakak pertamanya, bernama Maya.
Wanita Keturunan Jepang Indonesia itu memiliki garis wajah dan mata yang mirip dengan Quinsy. Tak jarang orang akan mengira bila Mayalah Kakak kandung Quinsy, sedangkan Miguel adalah iparnya.
"Kuliahku baik kok Kak, dan masalah pekerjaan itu, aku kalah taruhan, hehe.." Ujar Quinsy cengengesan. Hubungannya dengan Maya, sama dekat dengan Miguel dan Morgan.
Quinsy tidak pernah merasa bila Maya adalah orang asing. Bahkan, ia sering menceritakan masalah-masalah yang dihadapinya pada Kakak iparnya tersebut tanpa sungkan sebab, kedua Kakaknya adalah pria jadi, agak tidak nyambung bila meminta pendapat dari mereka.
"Kamu ini, sudah berapa umurmu sekarang ha? Masih saja melakukan hal konyol itu. Kenapa tidak kamu beli saja cafe itu, agar tidak perlu bersusah payah menjadi pelayan di sana?" Miguel melotot ke arah Quinsy, seakan tengah marah besar pada sang adik.
Quinsy yang mendapati pelototan itu lalu berlindung pada Maya dan mengadukan Miguel pada istrinya. Walaupun Quinsy tidak takut akan pelototan dari Miguel, tapi dia senang menggoda Kakaknya itu.
"Kak, lihat Kak Miguel. Dia memarahiku," ucapnya sambil mengedip kedipkan matanya pada Miguel.
"Haish, anak ini! Awas kamu ya." Miguel yang gemas akan tingkah Adik bungsunya itu, langsung menggelitik pinggang Quinsy
"Aa..hahaha...ampun Kak, ampun!" Ucap Quinsy yang sudah tidak tahan lagi akan rasa geli yang disebabkan oleh Kakak pertamanya. Maya yang melihat kelakuan kedua orang Kakak beradik dihadapannya saat ini, hanya bisa menggelengkan kepala.
Ia sudah terbiasa akan hal itu, Miguel tidak akan benar-benar marah pada Adik bungsunya itu. Ia amatlah menyayangi Quinsy seperti ia menyayangi putri kecil mereka.
Malam ini, Quinsy mengajak keponakannya untuk tidur di kamarnya. Ia ingin bermain dan memeluk Princess kecil itu sepanjang malam. Namun, keinginannya ditolak oleh Maya sebab, putrinya masih belum lepas asi dan akan rewel bila sudah tengah malam.
Quinsy akhirnya harus membiarkan gadis kecil itu tetap tidur bersama kedua orang tuanya. Ia pun kembali menuju kamarnya di lantai dua. Sesampainya Quinsy di dalam kamar, gadis itu baru teringat akan tugas yang harus segera dikumpulkannya esok. Dengan sigap gadis itu lalu mendudukan bokongnya dikursi belajar miliknya.
Tok..tok
"Boleh Kakak masuk?"
Ketukan di pintu terdengar sebelum seorang pria tampan masuk kedalam kamarnya. Pria itu adalah Miguel, ia datang dan duduk ditepi ranjang milik Quinsy.
"Kakak nggak bisa tidur?" Tanya Quinsy dan mendapati gelengan dari Miguel. "Lalu? Jangan bilang Kakak mau tidur sama aku?"
"Emangnya kenapa? Bukannya dulu kamu paling takut kalo tidur sendiri dan selalu minta Kakak buat temani kamu tidur?"
"Ia emang, tapi kata Kak Morgan, Quinsy harus berani tidur sendiri. Dan selama Quinsy di sini, Quinsy udah biasa kok tidur sendiri."
Miguel yang mendengar ucapan adiknya itu terkejut, tapi juga senang. Akhirnya Adik kecilnya telah tumbuh menjadi gadis dewasa. Sejak kecil hingga SMA, Quinsy selalu tidak mau bila disuruh untuk tidur sendiri. Gadis itu akan meminta sang Kakak sulung atau bik Inah, sang asisten rumah tangga untuk menemaninya.
"Wah, tapi kenapa dulu waktu masih di Indonesia kamu enggak mau tidur sendiri?"
"Ya, kan waktu itu ada Kak Miguel dan Bik Inah yang mau nemenin aku tidur. Sedangkan di sini, Kak Morgan enggak mau, aku malah pernah dijewer gara-gara nekat buat tidur di kamar Kak Morgan." Tutur Quinsy sambil memanyunkan bibirnya.
Miguel tetawa terbahak bahak mendengar hal itu. Dia tau Morgan juga menyayangi adik bungsunya itu namun, dengan caranya sendiri.
"Hahaha, kalo aja Kakak tau itu akan berhasil, mungkin dari dulu udah Kakak lakuin hal yang sama juga kekamu."
Quinsy melebarkan bola matanya ke arah Miguel, memberikan tanda bila ia tengah marah pada sang Kakak. Namun, hal itu justru membuat Miguel makin gemas pada Quinsy. Ia mendekati sang Adik, lalu mencubit kedua pipi Quinsy hingga memerah.
"A'..aduh..duh..duh! Kakak sakit!" Ucap Quinsy sambil mencoba melepaskan jari Miguel dari pipinya.
"Abis kamu gemesin! Udah berapa kali Kakak bilang, kalo kamu itu makin jelek saat melotot kaya tadi." Ujar Miguel melepaskan cubitannya. Quinsy mengusap pipinya yang terasa berdenyut akibat cubitan dari Miguel.
"Ah, Kakak nyebelin! Udah ah sana! Aku mau ngerjain tugas, besok udah harus dikumpulin nih. Kalo Kakak ngajak aku ngobrol terus, gak kelar-kelar dong tugas aku." Ucap Quinsy sambil mengibaskan tangannya, mengusir Miguel dari kamarnya saat ini.
"Ia, deh ia..." Ucap Miguel kemudian melangkah pergi dan menutup pintu kamar Quinsy kembali.
Keesokan paginya, Quinsy telah berangkat pagi-pagi sekali menuju kampusnya. Kebetulan hari ini tidak ada jadwal kuliahnya, jadi dia hanya datang untuk menyerahkan tugas pada dosen pembimbingnya.
Quinsy pun hari ini bisa menikmati pergi berkeliling kota New York bersama kedua Kakak dan keponakan cantiknya. Mereka memutuskan untuk menuju pusat perbelanjaan terbesar di New York dan membeli beberapa sofenir untuk dibawa pulang ke Indonesia.
Hingga mereka tiba di depan toko mainan anak-anak, Maya memberikan putrinya pada Quinsy karena ingin pergi ketoilet. Kini tinggalah Quinsy dan Kakaknya Miguel yang tengah asik memilihkan mainan untuk princess kecil.
Bila dilihat dari jauh sepintas, Quinsy dan Miguel terlihat seperti pasangan orang tua yang tengah berbahagia bersama putri mereka. Ya, setidaknya itu dari sudut pandang seorang Pria yang tengah menatap kearah mereka.
Orang itu adalah Glen Jhonsson Hamsworth, dia tengah melakukan peninjauan kala itu dan melihat Quinsy tengah menggendong seorang balita bersama Pria asing. Betapa geramnya Glen yang melihat raut bahagia Quinsy kala itu.
Glen tidak suka melihat Quinsy tertawa lepas bersama pria lain. Ia tidak rela senyum cantik Quinsy dinikmati oleh pria manapun selain dirinya. Pandangannya tak lepas dari setiap pergerakan yang dilakukan Quinsy. Hingga seorang pria tua datang menepuk pundaknya
"Maaf Tuan Glen, apakah kita akan lanjut memeriksa keadaan tempat ini?"
Glen yang terjejut spontan menolehkan pandangannya kesamping di mana pria tua itu berada. Dan saat ia kembali menatap tempat Quinsy tadi berada, gadis itu telah pergi entah kemana.
Usai mendapatkan barang barang yang mereka inginkan, Quinsy berpamitan pada Maya dan Miguel untuk kembali berkerja di cafe milik sahabatnya. Miguel semula tak setuju namun, Quinsy dan Maya berhasil meyakinkan Miguel untuk memberikannya izin.
Quinsy tidak tahu, hal buruk apa yang tengah menantinya dicafe itu. Gadis itu menuju kesana dengan sebuah taksi. Tanpa ragu ia terus memasuki cafe dan menuju ruang ganti pakaian untuk menukarkan baju yang ia gunakan dengan seragam kerja.
Quinsy sedikit aneh dengan keadaan cafe saat ini. Biasanya, pada jam jam segini cafe akan dipenuhi dengan anak muda, ataupun pelanggan lain yang mengisi waktu makan siang mereka di tempat itu. Namun, saat ini cafe sangat sepi, bahkan pelayan cafepun hanya ada beberapa orang saja.
Ia ingin menanyakan hal itu pada manager cafe nanti setelah mengganti pakaiannya terlebih dahulu.
BERSAMBUNG...
♡Tolong jadikan favoritnya dan terus berikan komentar kalian ya...😉
Kalau iklas kasih votenya juga😆♡
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus ceria
2023-07-03
0