"Apa maksutmu?"
"Tentu saja karena dia membiarkan Adik cantiknya berkerja sebagai pelayan di Cafe kecil. Bila aku menjadi Kakakmu, akan ku penuhi segala keperluanmu tanpa kau harus bersusah payah berkerja." Ucapan Glen membuat Quinsy tertawa sinis. Gadis cantik itu kembali menatap tajam pada pria disampingnya itu.
"Kau tidak mengenal siapa kami, jadi kau tidak berhak menghujat kehidupan kami. Dan aku bisa sampai berkerja di Cafe itu karena ulah seorang pria baj*ng*n yang menciumku tiba-tiba."
Glen teringat akan kejadian yang terjadi di cafe tempat Quinsy berkerja seminggu yang lalu. Di mana dia dan teman-temannya melakukan taruhan bodoh dan membuatnya harus mencium Quinsy saat itu.
"Maksudmu aku? Kenapa aku yang menjadi alasanmu?"
"Tentu saja karena perbuatan konyolmu itu, yang membuat aku kalah taruhan dari teman-temanku."
Glen mengerti sekarang, mengapa seorang putri dari keluarga berada mau menjadi pelayan di sebuah cafe kecil. Rupanya di saat yang bersamaan mereka tanpa sengaja telah sama-sama melakukan taruhan. Hanya bedanya dia memenangkan taruhan itu, sedangkan Quinsy kalah karenanya.
Munculah suatu ide difikiran Glen untuk membuat gadis manisnya, bisa selalu berada di sisinya.
"Oh, rupanya Nona Quinsy ini sangat menyukai sebuah taruhan? Bagaimana bila kita juga melakukan taruhan malam ini?"
"Mengapa aku harus mengikuti hal konyol yang kau ucapkan?" Tanya Quinsy dengan nada sinis.
"Tentu saja karena taruhan kali ini akan sangat menguntungkan bagi keluargamu, itupun bila kau dapat memenangkannya."
Quinsy sedikit tertarik dengan ucapan Glen, diapun lalu bertanya "Keuntungan apa maksudmu?"
"Aku akan menjalin kerjasama dengan perusahaan yang kalian miliki di Negara ini bahkan, aku juga akan memberikan investasi besar di perusahaanmu. Asalkan kau dapat memenangkan taruhan malam ini bersamaku."
Quinsy terdiam sejenak, ia tau betul siapakah pria dihadapannya kini. Dengan kekuasaan yang dimiliki oleh pria ini tentu saja akan membuat perusahaan mereka jauh lebih besar dari sekarang. 'Tapi apakah taruhan yang dimaksud oleh Glen? Tidak mungkin dia mempertaruhkan sesuatu hal yang begitu besar bila tidak memiliki maksud tertentu' batin Quinsy.
"Apa taruhannya? Dan apa yang harus kulakukan bila aku kalah dalam taruhan?"
Glen tersenyum senang, umpan yang diberikannya telah di sambut oleh ikan hias cantik incarannya.
"Taruhannya mudah, kita hanya perlu mendapatkan kartu nama dari tamu undangan yang menghadiri acara ini. Siapa yang mendapatkan kartu nama lebih banyak maka, ialah pemenangnya. Dan bila kamu kalah dalam taruhan kali ini, kamu harus menjadi asisten pribadiku selama tiga bulan. Apakah kau setuju, Nona Karren La Quinsy?" Tutur Glen, sambil mengulurkan tangan pada gadis manis dihadapannya.
Quinsy menatap uluran tangan itu lalu meraihnya dan berkata "Setuju!"
"Toh hanya menjadi asisten pribadinya saja, ku rasa itu tidaklah sulit. Dan aku sangat yakin bila taruhan kali ini akan ku menangkan dengan mudah' fikir Quinsy.
"Baiklah, mari kita mulai."
Keduanya lalu berpisah dan menuju para tamu undangan yang hadir di sana. Glen yang memang terkenal dengan Kuasanya di kota New York, tentu dengan mudah mendapatkan kartu nama dari setiap orang yang di samanya. Sedangkan Quinsy kali ini menggunakan kecantikan dan keahliannya dalam mencuri perhatian.
Banyak kaum lelaki yang terpikat oleh daya tarik yang dimiliki gadis muda itu, bahkan tidak sedikit dari mereka yang langsung terus terang menyampaikan rasanya pada Quinsy. Hampir dua jam berlalu, kedua orang itu kembali bertemu di tempat semula dan mulai menghitung total kartu nama yang mereka dapatkan.
Akhirnya, taruhan ini dimenangkan oleh Glen, dengan total kartu nama yang diperolehnya sebanyak 56 buah sedangkan Quinsy mendapatkan 38 buah kartu nama. Hal itu membuat Quinsy kesal bukan main, semestinya dia tau dengan kekuasaan yang dimiliki oleh pria di hadapannya ini. Tentu saja dia akan dengan mudah mendapatkan apapun yang diinginkannya.
"Bagaimana Nona Quinsy, apakah sudah bisa menerima kekalahan?" Tidak ada jawaban dari gadis itu, Quinsy hanya memasang wajah masamnya. "Kalau begitu, mulai besok kau harus datang ke perusahaanku dan memulai pekerjaanmu."
"Tapi aku masih harus kuliah." Ucap Quinsy dengan nada pelan, tetapi masih bisa terdengar oleh Glen.
"Em, bila begitu, datanglah saat kau telah menyelesaikan jam kuliahmu." Ucap Glen lalu meninggalkan Quinsy sendiri.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Hari ini Quinsy tiba di kampusnya dengan wajah kusut. Tidak ada binar ceria sama sekali disana, membuat teman-temannya bertanya keheranan.
"Ada apa denganmu hari ini Quinsy? Kau terlihat tidak bersemangat." Tanya Sonya pada sahabatnya itu.
"Aku baik untuk saat ini, hanya saja tidak untuk nanti."
"Maksudmu?"
"Aku akan menjalani hari yang berat setelah jam pelajaran ini berakhir."
Ucapan Quinsy yang berbelit-belit membuat kedua temannya makin bertambah bingung. Hingga akhirnya gadis itu pun menceritakan hal yang terjadi semalam beserta taruhannya bersama Glen.
Kedua sahabatnya itu hanya bisa menghela nafas dan menyemangati Quinsy. Mereka sebenarnya bingung, kenapa gadis cantik ini selalu malang saat melakukan taruhan. Tapi, kali ini mereka benar-benar tidak dapat membantu apapun, karena sudah berurusan dengan orang nomor satu di kota New York ini.
Jam pelajaranpun dimulai, kali ini bukan Glen yang mengajar di kelas mereka namun Mr. Arnold. Dosen tampan yang menjadi idola Mahasiswi di Universitas itu.
Tatapan mata Mr. Arnold tertuju pada Quinsy, gadis itu nampak tengah tidak memperhatikan penjelasan yang di berikannya. Hanya ada tatapan kosong di sana, membuat pria tampan itu menghampiri Quinsy.
"Ehem!" Dehemnya namun tidak mendapati tanggapan dari gadis cantik itu, hingga ia berdehem untuk kedua kalinya "Ehem!!"
Dan, sukses. Hal itu mampu menyadarkan Quinsy dari lamunannya. Gadis Cantik itu tergagap saat mendapati tatapan dingin dari sang Dosen tampan.
"Quinsy, setelah jam pelajaran ini selesai, ikut saya keuangan."
"Ba...baik Pak."
"Apa yang kau fikiran?"
Bisik Sonya yang duduk di sebelah Quinsy. Beberapa kali Sonya juga sudah memberikan kode pada sahabatnya itu dengan menyenggol lengan Quinsy menggunakan sikunya. Tapi, gadis cantik disebelahnya itu tetap saja tidak menghiraukan hal itu hingga Mr. Arnold memberikan teguran padanya.
Jam pelajaran berakhir, Quinsy pun mendatangi ruangan Mr. Arnold untuk yang kedua kalinya.
Tok...tok..tok.
"Permisi Mr. Arnold." Ucap Quinsy saat memasuki ruangan tersebut. Membuat Dosen tampan yang tengah merapikan mejanya mendongak dan menatap ke arahnya.
"Apa yang membuatmu tidak mendengarkan teori yang kusampaikan? Apakah menurutmu itu sangat membosankan? Atau kau merasa sudah sangat berpengalaman dalam bidang ini?"
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Mr. Arnold membuat Quinsy menggeleng cepat. Ia masih tertunduk dan tidak berani menatap mata Dosen tampan itu. Padahal Mr. Arnold menyuruhnya datang ke ruangannya untuk sekedar melihat wajah cantik yang di miliki oleh Quinsy.
BERSAMBUNG....
☆☆☆ Maaf lama gak up, aku harap kalian tetap setia menunggu kelanjutan cerita ini.😔
Tolong dukungan kalian dengan cara beri like,komen dan jadikan vaforit 😉
INI L♡VE YOU ALL READERS...😙😙
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus sabar
2023-07-03
0