Di kediaman Keluarga Karren, Morgan yang baru saja pulang dari kantornya tidak mendapati keberadaan sang adik bungsu. Ia pun bertanya pada pengurus rumah namun, tak mendapatkan jawaban atas keberadaan sang adik. Hingga terdengar suara deru mobil di luar rumah.
Seorang gadis muda turun dari dalam mobil mewah dengan sempoyongan. Berusaha sekuat tenaga menjaga keseimbangan tubuh, agar tidak terjelembab ke tanah. Quinsy, yang tidak mengetahui bila sang Kakak telah menunggunya di ruang tamu, menaatapnya dengan tajam.
"Dari mana kamu? Pergi ke mana saja? Apa yang kamu lakukan dengan mereka?"
Itulah rentetan pertanyaan yang didapatnya kala memasuki ruang tamu. Quinsy tidak berani menatap sang Kakak, gadis itu hanya tertunduk dan menjawap dengan nada kecil.
"Maaf Kak, aku pergi dengan teman-temanku ke cafe. Salah satu temanku adalah pemilik kafe itu, dan dia meminta kami untuk mencoba menu baru yang dibuatnya."
"Menu apa hingga membuat kamu mabuk begini? Bila Mamah dan Papah tau kamu begini saat tinggal bersamaku, kau taukan apa resikonya?"
Lagi-lagi gadis itu menunduk dan mengangguk, sambil berucap lirih.
"Maaf Kak, Qunsy tidak akan mengulanginya lagi."
"Pergi kekamar dan bersihkan dirimu, kemudian ke dapur dan ambil obat penetral mabuk dikotak P3K!"
Quinsy akhirnya bisa bernafas lega, sang Kakak kedua memang bukanlah orang yang ramah. Lelaki itu justru terlihat dingin dan kaku, walaupun sebenarnya sangat menyayangi Quinsy dengan caranya sendiri.
Berbeda dengan Kakak pertama yang sangat memanjakannya, dan akan menuruti segala kemauan dari gadis itu, Morgan lebih menunjukan kasih sayangnya dengan peraturan dan kekangan. Namun, Quinsy tetap menyayangi kedua Kakaknya itu.
Usai membersihkan diri, gadis muda itu berjalan kearah dapur dan membuka kotak P3K. Benar saja, di sana telah lengkap bermacam jenis obat. Quinsy lalu mengambil obat pereda mabuk dan segera meminumnya.
"Wlek...pait!" Ucapnya yang merasakan pahit setelah meminum obat pereda mabuk tadi.
Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh malam. Perutnya yang hanya diisi dengan sedikit desert dan beberapa gelas coktail tadi mulai merasa lapar. Namun, karena dia adalah gadis yang mengambil mata kuliah permodelan, maka Quinsy akan menghindari makan di atas jam delapan malam. Gadis itu pun memutuskan hanya mengambil sebuah apel dan memakannya.
...****************...
Di tempat lain, seorang pemuda gagah yang tengah berbaring di atas ranjang besarnya tak hentinya mengerang kesal. Kejadian di cafe sore tadi benar-benar telah mengusik ketenangannya.
Glen Jhonsson Hemsworth, adalah seorang Dewa Bisnis di kota New York ini. Semua orang memuja dan menyegani dirinya laksana Dewa yang sesungguhnya. Semua wanita menginginkan dirinya untuk menjadi pendamping hidup. Hingga tak jarang dari mereka, akan dengan senang hati melemparkan tubuhnya dengan suka rela di atas ranjang seorang Glen Jhonsson Hemsworth.
"Aaah! Siapa gadis itu? Beraninya dia mempermalukan aku? Lihat saja, jangan sebut aku Glen bila tak dapat membuatmu mengerang di bawahku!" Ucapnya pada diri sendiri, kemudian menyambar ponsel yang tergeletak di atas nakas. Menekan sebuah nomor, kemudian menempelkan benda pipih itu ketelinganya.
"Aku berikan kamu waktu satu jam dan kau harus menemukan data seorang gadis yang menamparku di cafe tadi."
"**K**enapa? apakah kau tertarik dengan gadis itu?"
"Lakukan saja tugasmu dan segera berikan padaku hasilnya."
Glen pun mengakhiri panggilan itu secara sepihak. Satu jam telah berlalu namun, hasil yang diminta pada orang ditelepon tadi tak kunjung ada kabar. Hingga ponselnya kembali berdering.
"Bagai mana?"
"Nihil, sepertinya gadis kali ini bukan orang biasa. Seluruh data mengenai dirinya terkunci dan tak dapat ku retas."
Glen melempar ponselnya dan mengerang frustasi. Dia makin penasaran dengan Quinsy, gadis yang tak mampu ia temukan datanya sama sekali. Glen kemudian memutuskan untuk kembali ke kafe itu besok, berharap bisa kembali bertemu dengan sang gadis misteriusnya.
Pagi hari yang cerah, tanpa ada gumpalan awan di langit begitu indah, ditambah dengan kicauan burung-burung di dahan pohon cemara.
Quinsy, yang telah bersiap untuk pergi kekampus turun menuju ruang makan. Di sana sang Kakak telah duduk manis, menunggunya untuk sarapan bersama. Dengan langkah riang, Quinsy menghampiri meja makan dan duduk di kursi dekat sang Kakak.
"Kak, hari ini hingga minggu depan aku akan pulang terlambat. Karena harus berkerja di cafe milik temanku." Ucap Quinsy sambil melahap roti di tangannya.
Morgan yang mendengar ucapan adiknya lalu memasang wajah datar dan bertanya "Apakah keluarga Karren tidak memberimu uang? Atau usaha butikmu sudah bangkrut?"
Quinsy memanyunkan bibirnya lalu bersedekap dan menatap sang Kakak.
"Bukan, aku kemarin kalah taruhan dan sesuai janjiku, aku akan menjadi pelayan di sana selama satu minggu. Dan kita adalah keturunan Karren, janji adalah hutang yang harus di tepati."
"Terserahlah! Tapi aku tidak mau melihat kejadian kemarin terulang lagi."
Quinsy dengan senyum manisnya memeluk sang Kakak. "Thank you my Brother, i love you." Ucapnya lalu berlari keluar dan pergi dengan mobil merahnya menuju kampus.
Morgan yang mendapati sifat manja sang adik hanya tersenyum sambil menatap punggung gadis kecilnya yang berlari menjauh. Quinsy adalah Tuan Putri kecil di keluarga mereka. Apapun akan mereka berikan demi senyum manis di wajah gadis cantik yang kini telah berusia genap 19 tahun.
Tak akan mereka biarkan senyum itu raib dari wajah Tuan Putri mereka. Morgan sangat bersyukur, akhirnya Quinsy mampu kembali bangkit dari keterpurukannya setelah di tinggalkan oleh kekasih hati. Marfin Jafier, adalah kekasih Quinsy semenjak mereka masih sama-sama SMA. Hubungan dua orang itu telah mengantongi restu dari orang tua kedua belah pihak.
Sayangnya, Tuhan berkehendak lain. Satu hari sebelum mereka lulus dari bangku SMA. Marfin mengalami kecelakaan mobil dan harus kembali kehadapan sang pencipta.
Kejadian itu pulalah, yang menjadi alasan Quinsy untuk meninggalkan Negara kelahirannya dan tinggal bersama Morgan di New York.
Sore hari di Universitas New York, empat gadis yang biasa disebut geng Angel's itu tengah berkumpul di bawah pohon. Mereka tengah asik mendiskusikan kejadian yang dialami oleh sahabat baru mereka, Quinsy.
"Hei apakah kalian tahu siapa pria yang tiba-tiba mencium Quinsy kemarin di cafe?" Tanya Sonya pada ketiga temannya.
Emy dan Quinsy kompak menggeleng tidak tahu, hanya Jessy sendiri yang menganggukan kepala.
"Dia adalah Glen Jhonsson Hemwerth, pemilik dari HA Company. Pria tertampan dan terkaya di kota New York. Pria idaman seluruh wanita nomor satu," tutur Jessy menjelaskan.
"Oh, aku pernah mendengar tentangnya juga. Bukankah dia orang yang terkenal sombong dan angkuh?" Tanya Emy pada Jessy, yang hanya mendapat gedikan bahu sebagai jawaban.
"Ya, dan aku masih tak habis pikir mengapa dia sampai melakukan itu pada Quinsy kemarin?" Giliran Sonya kini yang bersuara.
"Mungkin itu hanya kabar angin belaka," Quinsy berucap lalu berdiri dan membenarkan pakaiannya. "Aku akan pergi ke cafemu dan memulai pekerjaan pertamaku di sana."
"Ah, kau benar-benar akan melakukan itu?" Tanya Sonya yang masih tak percaya bila Quinsy akan bersedia berkerja di cafe miliknya.
"Keturunan Karren La Vega tidak akan mengingkari janjinya, kau tau?"
Empat gadis itu pun menemani Quinsy pergi ke cafe milik Sonya. Sesampainya mereka di sana Sonya lalu mengatakan apa saja yang harus dilakukan oleh Quinsy.
Bersambung...
♡Makasih karena kalian udah mau mengikuti novel yang kubuat...🙏🙏
Jangan lupa like,vaforit dan komentarnya ya...😄♡
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Siti Ifah
/Good//Good//Good/
2025-02-01
0
Anita Jenius
Cicil baca sampai sini dulu kak
3 like mendarat buatmu ya. Semangat.
2024-04-14
0
fifid dwi ariani
trus bahagia
2023-07-03
0