Glen bergerak mengikis jarak antara posisi duduk dirinya dan Quinsy. Hingga wajahnya begitu dekat dengan telinga gadis itu. Dengan sengaja Glen membisikan kata-kata ketelinga Quinsy, dan membuat mata gadis itu terbelalak.
"Aku ingi kamu menemaniku kesuatu tempat minggu ini."
Mata sipit Quinsy terbelalak mendengar ucapan Glen yang terdengar sedikit ambigu, membuat gadis cantik itu salah anggap.
"Aku bukan wanita seperti yang kau pikirkan!" Ucapnya kemudian mendorong tubuh Glen menjauh darinya namun, segera ditahan oleh pria itu.
"Kau memikirkanku terlalu jauh Nona, aku hanya ingin mengajakmu kesebuah pesta. Atau mungkin kau punya rencana lain mengenai kita?"
"Ma...mana mungkin!"
Penjelasan dari Glen membuat pipi Quinsy langsung merona, ia kemudian memalingkan wajah agar tidak terlihat oleh Glen. Lelaki itu tersenyum melihat kegugupan pada diri Quinsy. 'Manis' batinnya sambil tersenyum menatap gadis muda di sampingnya yang merona.
Pintu ruang pribadi milik Sonya terbuka, menampakkan sang pemilik di sana yang menatap bingung pada dua insan dalam ruangannya. Duua orang wanita yang datang bersamanya pun tak kalah terkejut dengan pemandangan itu.
"Em, aku rasa kami datang di waktu yang kurang tepat. Kami akan kembali lagi nanti." Ucap Emy kemudian menarik Sonya dan Jessy untuk keluar namun, segera dicegah oleh Quinsy.
"Tidak! Kalian datang tepat waktu. Aku akan kembali berkerja, terima kasih atas kebaikan Tuan, saya akan menepati janji." Tutur Quinsy kemudian melangkah pergi meninggalkan Glen dan tiga sahabatnya.
Dengan senyum mengembang di wajah tampannya, Glen melewati ketiga orang gadis yang masih mematung diambang pintu. Baik itu Emy, Jessy, ataupun Sonya benar-benar terpukau akan ketampanan yang dimiliki seorang Glen Jhonsson Hemwerth. Namun, bukan itu yang menjadi titik fokus mereka saat ini, melainkan sesuatu yang terjadi antara pria itu dan sahabat mereka Quinsy dalam ruangan pribadi milik Sonya.
Wajah Quinsy terasa memanas, ia berlari menuju toilet sambil memegangi pipinya. 'Itu orang ya, kalo ngomong kenapa sih suka digantung gitu?! Bikin salah paham aja!' Dumelnya dalam hati.
Saat Quinsy baru keluar dari toilet, gadis itu dikejutkan dengan kedatangan tiga sahabatnya. Dengan tatapan menyelidik Emy, Jessy dan Sonya memperhatikan tingkah laku Quinsy. Sedangkan orang yang ditatap oleh mereka merasa risih mendapati hal itu.
"Ada apa dengan kalian? Ke...kenapa menatapku begitu?"
"Sudah sejauh mana hubunganmu dan pria bernama Glen itu?" Tanya Sonya sambil memainkan alisnya naik turun.
"Ayolah, ceritakan pada kami," pinta Emy dengan nada merayu.
Quinsy memutar bola matanya jengah mendengar pertanyaan demi pertanyaan dari ketiga sahabat barunya itu. Berulang kali gadis itu mencoba menjelaskan, bila dia tak memiliki hubungan apapun dengan orang yang bernama Glen itu. Akan tetapi, ketiga temnnya itu tidak percaya akan ucapannya, dan malah makin menggodanya.
"Hei hentikan, kalian akan membuat Quinsy menjadi makin berdosa karena terus berbohong."
'What the hell? Bahkan Jessy yang dari tadi gak berkomentar pun ikut membuliku? Lengkap lah sudah!' Batin Quinsy, kala mendengar Jessy yang dipikirnya akan membantu dirinya untuk menjelaskan, justru ikut mengejek.
Keesokan harinya, di Universitas tempatnya kuliah, Quinsy tengah disibukkan dengan tugas yang diberikan oleh dosennya. Gadis muda itu akhirnya mengambil dua jurusan seperti waktu di Indonesia, yaitu jurusan bisnis dan modeling.
Dan di sinilah Quinsy berada, dengan penuh percaya diri gadis muda itu beejalan diatas catwalk. Tubuhnya yang ramping dan wajah cantik khas Indonesia, memberikan kesan tersendiri pada diri Quinsy. Walau sebagai model junior, Quinsy tidak terlalu mendapatkan diktaktor dari pembimbingnya. Karena kemahirannya di bidang itu sudah tidak diragukan legi.
Jessy tentu amat senang akan ke hadiran Quinsy di vakultas jurusannya. Setidaknya, ia memiliki satu lagi teman cerita mengenai panggung dan sebagainya. Sebab selama ini, sebelum Quinsy bergabung bersama dia dan kedua sahabatnya, Emy dan Sonya tidak bisa diajak untuk berdiskusi mengenai dunia modeling. Hal itu di karenakan mereka memiliki jurusan yang berbeda. Emy dan Sonya pun tidak berminat sedikit pun dalam dunia permodelan. Berbeda hal jika mereka sudah membahas so'al bisnis ataupun usaha baru. Kedua orang itu akan sangat cepat menanggapi dan memiliki banyak topik untuk jadi bahan pembahasan.
Usai melakukan latihan untuk menghadapi perlombaan tingkat pertama bulan depan, dua gadis cantik itu pergi keruang ganti kusus yang sudah disediakan pihak Universitas. Ruang ganti khusus wanita itu dipenuhi dengan beragam keelokan bentuk tubuh para model yang tengah berganti pakaian.
"Quinsy, hari ini apakah kamu masih akan ke cafe Sonya?" Tanya Jessy yang sudah berganti pakain.
"Ya, kenapa? Apakah kamu ingin kesana juga?"
"Tidak, hari ini aku masih harus memeriksa toko Perhiasanku yang sudah seminggu ini tak kukunjungi."
"Oh, baiklah kalau begitu sampai jumpa besok lagi."
Kedua gadis itu pun berpisah di depan pintu ruang ganti. Quinsy segera menuju mobilnya yang terparkir cantik di halaman parkir. Melajukan mobil, gadis itu pun menuju ke cafe milik sahabatnya Sonya, untuk kembali melunasi janjinya sebagai pelayan cafe.
Berkerja setengah hari tanpa gajih sedikitpun, memang terasa sangat melelahkan. Tidak mudah bagi Quinsy untuk menyelesaikan tugasnya dari kampus dan kembali berkerja di sore hari.
Emy dan Sonya hari ini tak mengunjungi cafe, karena dua orang itu tengah melakukan perawatan kecantikan di salon pribadi milik Emy. Cafe milik Sonya biasanya akan buka pada pukul 10.00 pagi hingga pukul 21.00 malam.
Saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 20.15 yang berarti tinggal menunggu 45 menit lagi untuk cafe itu turup. Ketika Quinsy tengah mengantarkan minuman kemeja yang berada di pojok, seorang pria tiba-tiba berdiri dan menyenggol lengannya.
Gelas yang berisikan jus itupun sedikit tertumpah mengenai seorang gadis yang tengah duduk di sisi kirinya. Quinsy dengan segera meminta maaf dan mencoba membantu membersihkan noda di baju gadis itu.
"Dasar bodoh! Apa kamu buta hah?! Kamu lihat sekarang bajuku kotor! Bahkan gajihmu selama satu tahun di sini tidak akan mampu menggantinya!" Ucap gadis itu dengan nada tinggi pada Quinsy. Kemudian mengangkat minuman di mejanya lalu menyiramkan pada wajah Quinsy. Belum cukup di situ, gadis itu juga hampir menampar wajah Quinsy andai saja pria yang menyonggol lengannya tak segera menahan pergelangan gadis tadi.
Dengan tampang datar lelaki itu menatap sang gadis dan berkata "Dia tidak bersalah. Akulah yang menyenggolnya, jadi biarkan aku yang mengganti pakaianmu."
Usai berkata demikian, pria itu mengeluarkan ponselnya dan meminta nomor rekening gadis sombong tadi.
"Apakah cukup? Aku rasa masalah ini sudah selesai. Benar bukan?" Tanyanya dengan wajah datar. Gadis sombong itu pun mengangguk senang lalu pergi meninggalkan mejanya bersama teman-teman wanitanya yang lain.
"Terima kasih," ucap Quinsy dan berlalu menuju ruang pribadi Sonya. Deringan ponsel dari dalam tasnya membuat Quinsy yang semula ingin mengganti bajunya lebih dulu terhenti. Segera dicarinya benda pipih itu dan melihat siapa yang melakukan panggilan tersebut. Wajah Quinsy berubah ceria dan segera buru-buru berlari ke parkiran, untuk mengendarai mobilnya dan bergegas pulang.
Rupanya panggilan itu dari sang Kakak sulung yang telah tiba dibandara saat ini dan tengah menuju ke rumah mereka yang ada di New York. Quinsy yang sudah amat merindukan keponakan cantiknya, tidak sabar untuk segera tiba dirumah mereka dan memeluk keponakan cantik yang baru berusia enam bulan itu.
BERSAMBUNG....
♡Makasih untuk dukungan dari kalian,itu sangat berharga bagi aku!😊😊
Tetap jadikan favorit dan mohon komentarnya untuk jadi motivasi aku kedepannya.😉♡
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus bahagia
2023-07-03
0