Mata Nami mendelik saat tangannya dicekal oleh Dio saat akan keluar kelas. "Ke kenapa?" Ia merutuki dirinya yang tergagap seperti orang bodoh.
"Boleh tukar peran gak? Gue gak bisa jadi Juliet? Lo jadi Benvolio 'kan?" pinta pemuda di depannya dengan raut memelas.
Jelas tampang imut itu mengganggu Nami. Dio diam saja, ia sudah salah tingkah. Apalagi disuguhi muka yang minta diunyel-unyel begitu. Dengan malu-malu Nami melepas tangan Dio yang masih memegang tangannya. "Gue juga gak mau jadi Juliet."
Iya, suka sih suka, tapi tak harus mengorbankan diri. Nami tak akan lemah hanya karena seorang laki-laki.
Kini Dio menarik kedua tangan Nami dan menggenggamnya erat. Sekali lagi, dengan wajah memelas Dio kembali memohon, "Tapi gue cowok Amanda. Ya kali gue jadi perempuan."
"Kenapa gak minta tukar sama yang lain aja? Clarissa?"
"Yang lain udah dapat peran yang pas semua. Semua cewek kecuali lo, dapat peran perempuan juga. Dan semua cowok kecuali gue, dapat peran cowok semua."
Nami berpikir sejenak sambil memandangi Dio. "Amanda...," pinta laki-laki itu, membuat Nami mengerutkan dahi berusaha melawan tatapan Dio yang melemahkan saraf-saraf dan otot tubuhnya tersebut. "Please, Amanda, mau ya?" Dio tersenyum, manis sekali.
Jantung Nami tak keruan. Belum lagi tangannya yang masih digenggam erat.
"Amanda...?"
Ya ampun, tolong dong jauhin muka cogan ini dari jarak pandang gue!
Desiran aneh semakin menjadi-jadi, membuat ia tanpa sadar menghempaskan tangan Dio dan melihat sekeliling tak pasti. "Oke-oke, gue bakal jadi Juliet."
Dio bersorak girang. "Thanks, Amanda. Gue utang budi sama lo. Kapan-kapan gue ganti, lo tenang aja," ucap pemuda itu, mengacak rambut Nami sebelum mendahuluinya keluar kelas.
Ia terperangah dengan mulut sedikit membuka. Ingin tersenyum. Namun sekuat tenaga melawan sudut bibirnya yang memaksa naik. Ah, siapa tadi yang mengatakan tak akan lemah terhadap laki-laki? Nami benar-benar plin-plan. Sekarang pun dia sudah menyesal karena barusan menerima permintaan Dio. Yang benar saja.
Tiba-tiba sebuah tangan menarik kedua lengan gadis itu. Nami ikut tertarik sampai hampir terjatuh karenanya. Ia mendongak untuk melihat siapa orang tak sopan yang dengan lancang memperlakukannya begitu. Namun umpatan yang sudah terkumpul hendak dikeluarkan dengan berapi-api, ia telan kembali. Orang yang menarik tangannya adalah Zelan.
Nami diam saja, masih tak paham dengan kondisi yang dialaminya saat ini. Ini kenapa lagi? Gue salah apa lagi? Benaknya dipenuhi oleh pertanyaan-pertanyaan yang tak ia ketahui jawabannya. Tapi tak dipungkiri, Nami ketakutan. Ya, dia 'kan memang selalu begitu.
Bolehkah ia berteriak sekarang? Namun mulutnya tak ingin terbuka. Gadis itu bungkam untuk alasan yang tak ia ketahui.
Mereka melewati koridor yang penuh dengan jejeran loker-loker yang membuat dadanya terasa sesak. Zelan tak akan memasukkan dirinya ke dalam loker kan'? Nami pernah dengar ada seseorang yang dikunci di dalam loker oleh pemuda itu semalaman sampai pingsan.
Nami menatap Zelan yang berjalan dua langkah lebih cepat di depannya. "Zelan, l-l-lo.... "
"Diem!" tegas pemilik suara husky itu tak terbantah.
Nami meneguk ludahnya susah payah, dan semakin payah lagi saat mereka berjalan mendekati kamar mandi. Mata Nami melebar selebar-lebarnya. Ingatan di hari pertama kelas dua ini kembali memenuhi kepalanya.
"Ze!" panggil Nami sekali lagi.
"Diem!" Dan gadis itu pun tak lagi berani membantah.
"Duduk!" perintah Zelan begitu sampai di sebuah meja kantin paling pojok dekat jendela.
Walau bingung Nami langsung menurut, tak ingin membuat Zelan naik pitam. Namun laki-laki itu malah pergi entah ke mana. Dahi Nami berkerut, hidungnya kembang-kempis jengkel, merasa dipermainkan oleh si Seram satu itu, tapi tak berani untuk pergi. Iya, Nami memang pengecut, tapi lebih baik begitu daripada di umpan ke piranha.
Sampai Zelan kembali dengan membawa sebuah nampan berisi makanan, baru Nami berhenti mengumpati Zelan dalam hati. Ia menunggu laki-laki itu duduk setelah meletakkan nampan di meja.
"Makan!" suruh Zelan dingin. Namun kali ini Nami tak menurut. "Gue bilang makan!" ucap Zelan lebih tegas tak ingin dibantah---lagi.
Nami refleks memegang sendoknya, memerhatikan apa saja yang ada di nampannya, salad buah---terdiri dari macam-macam buah berry, anggur, jeruk, dan kiwi---, satu porsi nasi, satu potong daging, lalu ada sup kaldu ayam yang di dalamnya terdapat banyak sayuran---wortel, tomat, buncis, dan brokoli. Iuh, sayur kribo itu... Nami tak suka. Juga ada sebotol yogurt untuk pencuci mulut. Dari ciri-cirinya, ini adalah makanan gratisan dari kantin. Makanan yang terdapat di kantin SMA Peddie memang ada yang disediakan pihak sekolah, ada pula yang dijual oleh pedagang yang menyewa tempat di sana.
"Gue gak tau lo suka apa. Jadi gue ambilin menu dari sekolah aja."
Kalo gak tau kenapa sok-sok ngambilin makan?
Nami tak suka makanan yang disediakan sekolah, bakso dan mi ayam lebih baik. Makanan tidak sehat itu lebih nabrak di lidah.
"Kenapa gue harus makan di sini?" tanya Nami memberanikan diri.
Zelan mengangkat wajahnya dengan muka tak bersahabat. "Makan aja!"
"Oke," balas gadis itu cepat lalu menunduk dalam-dalam.
Horor. Sorot mata Zelan benar-benar horor dan ajaib. Kenapa Nami bilang ajaib? Karena saat melihatnya, semua keinginan gadis itu untuk membangkang lenyap, digantikan refleks tubuh yang mematuhi setiap perkataannya. Benar-benar deh.
Namun makanan ini tak beracun kan'? Rasanya aneh banget kalau Zelan melakukan ini karena ia baik hati dan ingin mentraktir. Hmm, mencurigakan. Lebih masuk akal kalau brokoli itu sudah direndam dalam larutan NaCl oleh Zelan, lalu sekarang pemuda itu menyuruh Nami untuk memakannya---ya, itu terdengar lebih benar dan dapat dipercaya.
Tapi sudahlah. Sejahat-jahatnya Zelan, belum pernah terdengar kabar ia bunuh orang. Ah, atau Nami-lah yang akan jadi korban pertama.
"Lo gak mau makan?"
Nami dibuat gelagapan mendengar ada nada ancaman dalam suara Zelan. Cepat-cepat ia menyendok makanan dan memasukkannya ke dalam mulut. Nami makan dalam diam, begitu pula orang di depannya. Walau terkadang Zelan melirik-lirik Nami di sela suapan sendoknya.
Suara getaran menginterupsi kegiatan mengisi perut Nami. Ia mengeluarkan ponsel dari saku roknya, secara tak sengaja, bersamaan dengan sebuah kupon. Nami mengetik balasan dari Clarissa yang menanyai tentang di mana keberadaannya. Selesai, Nami kembali ke kegiatan awalnya---mengisi perut. Tapi Zelan malah asik memerhatikan kupon ayam miliknya.
Dari sorot yang diperlihatkan laki-laki itu, sepertinya ada niat terselubung yang mencurigakan. Dan benar, detik berikutnya, kupon itu sudah aman damai dalam kantong kemeja sekolah Zelan.
"Gue ambil kuponnya."
Nami hanya melongo. Kupon itu ingin ia berikan pada Clarissa.
***
Revisi
Sincerely,
Pappermint
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
senja
aduhhhh kl perasaan naksirnya ke Dio gak bs direm, langsung sikat aja Ze bilang kl suka, keburu si Dio nya juga suka, wkakka
2020-05-20
3