Genangan dan bercak darah berceceran di mana-mana. Sebuah tubuh berbentuk aneh yang tak lagi bergerak, merupakan sumber dari cairan merah itu. Tubuh itu terputus menjadi dua pada bagian pinggang. Celah-celah yang terputus, dan koyakan pada beberapa bagian, mengeluarkan semakin banyak darah sesaat setelah menghantam tanah.
Banyak. Semakin banyak. Darah itu membeludak, sampai rasanya bisa menghanyutkan ia yang berdiri tepat di depan si mayat.
Bocah itu menangis dan tubuhnya bergetar hebat.
Tubuh yang hanya kepala sampai ke pinggang itu bangkit, lalu bergerak dengan menggunakan kedua tangan. Pinggang yang terputus menggores lantai dengan tulang dan daging-dagingnya yang semakin tersobek-sobek. Darah-darah berceceran, berjatuhan dari setiap sisi mayat itu---kepala, leher, lengan atas, dan koyakan-koyakan pada tubuhnya.
Kepalanya menunduk dalam dan dipenuhi rambut panjang yang menutupi seluruh bagian wajah. Perlahan ia mendekat sambil meninggalkan jejak berupa garis panjang berwarna merah yang menjijikkan. Tubuh itu mengangkat kepalanya dan tampaklah wajah kempot yang menghitam, hancur, dan retak-retak yang kemudian menangkap kaki si bocah.
Anak itu berteriak histeris, berusaha melepaskan pegangan tangan pada kakinya dengan gerakan tak beraturan. Rasa panik melanda dirinya. Namun berubah menjadi tangis sendu saat mayat di bawahnya tersenyum lembut.
Ia meraung-raung, semakin kencang setiap saat. Perlahan tubuh orang di depannya bergerak, memeluk tubuh si anak...
...Zelan terbangun dengan wajah yang sudah penuh dengan air mata. Untuk sekejap ia linglung, belum sadar sepenuhnya, dan bingung dengan keadaan sekitar. Rasa sakit akibat luka-luka di tubuhnya bahkan belum terasa atau kalah mengerikan dengan mimpi buruknya.
Sebuah usapan lembut membelai rambut kepala Zelan, dan sebuah tangan hangat sedari tadi juga terus menggenggam tangan miliknya tanpa ia sadari.
"Kamu gak pa-pa, Nak?" tanya perempuan itu. Wajahnya penuh welas asih dan keibuan, menatap dan berbicara pada Zelan dengan lembut. "Kamu mimpi buruk ya? Udah gak pa-pa. Sekarang tidur lagi, ya! Ibu bakal jagain kamu."
Zelan mengangguk dengan mulut yang masih sesegukan, sisa-sisa tangisnya belum berhenti sepenuhnya. Lagi pula, ia belum paham betul dengan apa yang terjadi, tapi lebih memilih untuk menurut dan kembali memejamkan mata.
Rasanya nyaman sekali diperlakukan seperti sekarang ini, seolah mimpi buruknya tadi langsung terhempas jauh dengan usapan lembut di pucuk kepalanya. Setetes air mata kembali mengalir. Namun perlahan ia kembali terlelap.
Zelan mungkin tak akan ingat dengan kejadian beberapa jam lalu. Di gelap malam yang sunyi, samar-samar terdengar suara langkah kaki. Bulan tengah penuh-penuhnya di atas sana, memancarkan sinar keperakan yang tampak samar, terhalang oleh lampu-lampu jalanan.
Tiga orang perempuan tengah asik mengobrol membincangkan sesuatu. Sampai seorang wanita awal lima puluhan menjerit, membuat yang lain bingung dan waspada dengan sekeliling, tapi tak menemukan apa pun.
"Kenapa sih, Bu?" tanya seorang wanita berumur pertengahan dua puluh.
"Itu, Kak, ada mayat!"
Hal itu tentu membuat kaget dua yang lain. Mereka melihat ke arah mana telunjuk wanita itu mengacu. Tanpa aba-aba, ketiganya mendekat, melihat lebih jelas orang yang katanya "mayat" itu.
Mata seorang gadis membola. "Ini Zelan! Temen semeja Nami!" seru gadis itu, tanpa sadar, dengan suara kencang---seolah ingin mengajak ribut warga satu negara.
***
Revisi
Sincerely,
Pappermint
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments