Hari-hari Nami tak sepenuhnya seperti di neraka. Sekuat tenaga ia berusaha agar tak terlihat dan mengganggu cowok seram di sampingnya. Zelan, cowok itu benar-benar hanya diam saja seperti patung batu di dalam kelas, ada atau tak ada guru. Nami merasa sedikit aneh, walau juga bersyukur Zelan tak seperti bayangannya. Ia kira pemuda itu suka cari masalah. Ternyata jika kita tak mencari masalah duluan, ia akan anteng saja di tempatnya.
Selama satu semester di sekolah ini, Nami tak banyak tahu tentang Zelan. Ia pernah dengar beberapa kasus yang sempat heboh akibat ulahnya, seperti: cewek-cewek centil yang dilempar ke kolam air mancur di pekarangan depan; seorang cowok yang dimasukan ke dalam loker; orang-orang yang ia lempari makanan; gerombolan cowok-cowok bengal yang dihajar sampai masuk ICU, tapi tak terlalu ia pedulikan. Malas, buat apa? Jadi ia sama sekali tak menyangka kalau Zelan ternyata sependiam ini dan tak punya teman.
Nami serius, sudah tiga minggu mereka menjadi teman semeja, tapi tak sekalipun Nami melihat ia berbicara dengan seseorang---sebagai teman. Ia kira Zelan punya geng keren yang setia menjadi kacungnya, tapi ternyata tidak. Pemuda itu lebih terlihat seperti seorang penyendiri. Jika jam istirahat tiba, Zelan akan menghabiskan waktu dengan pacarnya di kantin dan kemudian... Zelan akan balik ke kelas dan duduk layaknya patung batu kembali.
Sedatar itukah hidupnya? Rasanya, berita-berita kejahatannya selama ini jadi sulit dipercaya. Jujur Nami mulai penasaran dengan laki-laki itu. Namun ia tahu itu bukanlah hal baik. Zelan adalah sumber masalah. Masalah itu tak perlu dicari, karena tanpa dicari pun pasti akan datang sendiri. Tuhan sudah berbaik hati selama tiga minggu ini. Jadi, Nami seharusnya mempertahankannya, bukan malah mencari gara-gara.
Nami kembali dapat buku baru. Kali ini tentang "Borderline Personality Disorder". Ia terlalu asik membaca buku itu sampai tak sadar sepasang mata terus memerhatikannya sedari tadi.
Nami menoleh dan langsung gelagapan karena Zelan tengah menatapnya intens.
"Ngapain lo baca buku kayak gitu?" tandasnya ketus, sorot mata Zelan yang tajam membuat Nami merasa sangat terintimidasi. Bahkan gadis itu sudah berasumsi berlebihan dalam hati kalau sekarang ia tengah di-bully. Padahal Zelan tak ada niat buruk. Ia benar-benar hanya ingin bertanya.
"Cuma pengen aja," cicit Nami dengan jantung bertalu hebat.
"Pengen? Lo pengen punya gangguan kepribadian?"
"Ha?" Nami terperangah. Jelas bukan itu maksudnya. Kenapa orang genius seperti Zelan malah berpikir sesempit dan setidakmasuk akal itu. "Cuma pengen baca aja. Ya gak mungkinlah gue pengen punya gangguan kayak gitu."
"Oh." Wajah pemuda itu tampak sedih. Ada apa? Ke mana wajah sengit yang seperti kepingin ngajak ribut tadi?
Sedetik kemudian Zelan kembali menjadi patung batu, membuat Nami jadi tak tenang. Apa maksud semua itu? Sebelumnya Nami juga membawa dan membaca buku lain, tapi Zelan tak pernah peduli. Kali ini saat ia membaca mengenai BPD, laki-laki itu malah terlihat tertarik dengan bacaannya.
"Apa dia ngidap gangguan itu?" batin Nami.
Jika dilihat dari sifatnya, menurut analisa Nami, Zelan cenderung anti sosial. Tak punya rasa empati; menganggap orang-orang sebagai musuh; sering melanggar aturan; tak bermoral. Nami yakin sekali patung batu itu tak pernah merasa bersalah akan semua tindakannya yang mengganggu.
Atau lebih parah lagi, Zelan itu psikopat..., tapi psikopat tak punya perasaan cinta. Ah, mungkin saja dia hanya pura-pura. Psikopat itu manipulatif dan pandai bersandiwara. Namun, jika ia berpura-pura punya rasa cinta untuk menutupi jati diri, kenapa ia tak juga bersandiwara sebagai orang yang ramah. Bukankah biasanya mereka seperti itu. Memiliki pesona yang memikat dan kemampuan berbicara yang baik. Namun dibalik sifat baiknya, mereka adalah makhluk berdarah dingin. Walau ada yang mengklasifikasikan psikopat dan sosiopat termasuk dalam anti sosial. Namun ada beberapa ahli yang membedakan dua hal tersebut. Nami sendiri juga setuju kalau psikopat dan ansos itu serupa... tapi tak sama.
Aneh jika Zelan patung-batu-superseram-yang-datar-dan-irit-bicara mengalami gangguan BPD. Maksud Nami, laki-laki itu jarang menunjukkan emosinya. Selalunya ia datar saja, berbeda jauh dengan pengidap gangguan BPD.
Ah, Nami menggelengkan kepalanya. Bisa-bisanya ia memikirkan hal yang bukan urusannya begitu. Tak penting, itu tak penting. Mau Zelan menderita Skizofrenia atau suka ayan dengan mulut berbusa-busa juga terserah. Bukan urusannya. Lagi pula ia tak kenal baik laki-laki itu. Bisa-bisanya Nami, sok tahu, dengan menebak gangguan kepribadian yang dimiliki Zelan. Memangnya dia sehebat apa, sok mau mendiagnosis orang-orang. Benar memang Nami ingin menjadi psikiater, tapi sekarang 'kan ia belum bisa apa-apa.
Laki-laki itu pergi begitu saja setelah banyak orang yang mulai berdatangan.
"Dia pasti mau kabur lagi," cetus gadis di belakang tempat duduk Nami.
***
Revisi
Sincerely,
Pappermint
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 190 Episodes
Comments
jung jaehyun
mbk author percakapannya kurang
2020-04-18
1