Ya kita do'ain aja semoga cepat sembuh.." Ucapku. Kak Ranti mengangguk. Hari semakin gelap, adzan magrib telah berkumandang, aku segera menunaikan kewajibanku. Setelah shalat magrib, Dokter Elvira memanggilku...
Aku menghampiri Dr. Elvira. " Ikut aku Mbak..! "..
Aku mengikutinya dari belakang, Dr. Elvira membawaku masuk ke Lift khusus. Aku hanya diam begitupun Dr. Elvira.
Sepertinya, Lift ini naik . Tapi, sebentar, kok ini lewat lantai tujuh, emang Gedung ini sampai berapa lantai sih. Dan tidak lama lemudian, Lift terbuka lebar, kulihat di sekelilingnya Kok gelap sih, dan ini dimana? Kok ada di luar ruangan.
" Ayok Mbak." Dr. Elvira mengajakku keluar. Aku mengikutinya dari belakang. Hembusan angin menerpa wajahku. Hawa dingin menusuk tulangku. Aku melipatkan tanganku di d***.
" Mbak, tunggu sebentar ya, duduk saja dulu disini " Dr. Elvira beranjak setelah menyuruhku duduk. ' Ya Allah, ini dimana, gelap banget ' Aku berucap dalam hati. Badanku semakin kedinginan, gigi gemeletukan. Tapi, tiba tiba, ada sebuah tangan yang menutupi tubuhku dengan sebuah jaket dari belakang, aku segera bangun dan menengok ke belakang. Seketika Lampu warna warni menyala membuat sebuah kata kata, aku terharu ketika ada sebuah tulisan, " I Love You Hana ". Semua ini seperti sudah di rencanakan.
Dokter Gantengku memakaikan jaket kepadaku, kemudian dia berkata.
" Hana , dari awal bertemu, lebih tepatnya dari pandangn pertama kita, aku menemukan sebuah rasa yang sulit kuartikan, yang sulit untuk aku uraikan. Tapi, dengan beberapa hari ini kita bersama, aku menemukan jawabannya, bahwa rasa itu adalah rasa takut akan kehilanganmu, rasa ingin terus bersamamu, dan rasa ini semakin dalam ingin memilikimu. Dan aku menemukan rasa yang sama dalam dirimu, setelah melihat sorot matamu. Aku ingin malam ini, kita jalani rasa ini bersama. Apakah kamu mau Dek.? " Dengan berlutut Dr. Afandi mengutarakan isi hatinya. Aku hanya mematung tak bergeming.
" Oke " Ucapnya, kemudian dia berdiri. " Di tanganku ada dua benda, bunga ini kalau kamu pilih, kamu menerima. Tapi kalau kamu pilih coklat ini, kita berteman dengan baik.."..
Aku semakin bingung di kasih pilihan seperti itu. Rasa terharu juga terkejutku saja belum hilang, aku semakin gugup ketika di kasih pilihan.
Dengan mengucap bismillah dalam hati, aku mengambil bunga itu dengan tangan bergetar. Iya aku menerimanya dan aku juga mempunyai rasa yang sama seperti Dr. Afandi. Rasa ini tidak bisa dipungkiri lagi ketika kita tidak saling berkabar, apalagi apa, tadi pagi aku melihat adegan itu, apa benar dia? Apa aku harus bertanya sama dia?..
" Terimakasih sayang " Ucapnya. Dia memelukku dan menenggelamkan wajahku di dada bidangnya. Tapi aku tetap tak bergeming, diam seribu bahasa. Ini seperti mimpi, aku mencubit lenganku tapi ini sakit.
Dr. Afandi menuntunku untuk duduk di kursi yang sudah disiapkan. Kita duduk berhadapan dengan tangan terus berpegangan. Aku terus menunduk, bingung harus apa? Untuk bicarapun sepertinya lidahku kelu.
" Dek..!! "..
" Hmmm ".. Aku mengangkat kepalaku dan bersitatap, Dr. Afandi membalas tatapanku. Seperti tau dengan isi hatiku..
" Udah tidak usah canggung, Rileks aja sayang " Ucapnya. Seorang pel**** datang membawakan kami minuman, Coklat panas dan Capucino panas tersaji didepan kita.
" Diminum Dek, biar hangat badanmu " Ucapnya.
" Oh ya, untuk Mbak Ranti, tenang aja ada yang nemenin " Lanjutnya
" Siapa.? "..
" Orang aku.."
" Emang punya orang? " Tanyaku
" Haha, iya dong, tenang saja pokoknya."..
" Terus, udah izin sama Momynya.? " Sepertinya pertanyaanku membuat dia malu, karena wajahnya sedikit memerah hahah, anak Momy..!!
" Sudahlah, tenang saja pokoknya malam ini untuk kita berdua "..
" Emmm, kamu sudah makan belum Dek ?..
" Sudah, tadi sore.."
" Dek, tau tidak? Beberapa hari ini aku tidak menghubungi kamu kenapa?." Tanyanya. Aku menggeleng.
" Sebenarnya, aku sedang memepersiapkan ini " Dia menunjukan sekeliling tempat ini, yang memang sangat cantik. " Dan aku juga sengaja tidak kasih kabar, untuk kejutan " Terangnya. " Tapi, semua itu gagal, kamu tau tidak gagalnya dimana Dek? " Aku menggeleng lagi.
" Karena, yang pertama, waktu hari kemarin, ada temenku yang nelfhon, dia tau tentang kita dan dia memang temanku. Kalau di ruangan Mbak Ranti ada yang meninggal, terus dia bilang kalau kamu lagi nangis di luar. Tau tidak? Padahal aku itu sedang mempersiapkan untuk rapat, tapi aku izin dulu untu melihat keadaan kamu, benar benar khawatir tau Dek..!!"..
" Yang kedua, tiba tiba kamu nabrak aku dipintu, ya kalau sudah begitu aku bisa apa, sekalian saja aku ajak sarapan ".
Mendengar penuturannya, aku tidak kuat menahan tawaku, aku menutup mulutku cekikikan.
" Oh ya, kalau boleh tau kenapa lari larian pagi pagi begitu, udah mening aku yang dipintu, coba kalau orang lain.? "
" Kalau orang lain, terus Dokter melihat itu.? " Aku meledeknya.
" Deeeekkkk..!! " Dr. Afandi pindah tempat duduknya. Kemudian dia memencet hidung aku. Aku memukul mukul tangannya. " Hayo, berani nakal yah.."..
" Ampun Dokter " Ucapku. Dr. Afandi melepaskan tangannya dar hidungku. " Awas ya jangan sekali kali lagi begitu " Ucapnya.
" Bercandalah Dokter..! " Aku terus terkikik.
" Dek..!! "..
" Hmmm "...
" Apa yang membuat kamu nerima aku ? " Dalam keheningan dia bertanya lagi. Tapi aku bingung harus jawab apa.
" Oh ya Dokter, aku mau nanya. Tadi pagi Dokter keluar Lobi sama siapa? " Aku malah mengalihkan pertanyaannya. Dan aku juga terus keingetan yang tadi pagi. Entah kenapa, dalam hatiku seperti ada yang mengganjal ketika belum di ungkapkan.
" Keluar Lobi? " Dahinya mengkerut. " Aku sendirian loh Dek, emang kamu lihat kapan ? " Tanyanya.
" Tadi waktu habis sarapan, pas sudah masuk Lift aku melihat orang mirip Dokter."
" Pas udah masuk Lift? . Aku belok kanan aja kamu masih di luar Lift Sayang, mungkin oranglain yang postur tubuhnya sama seperti aku."..
" Oh, ya sudah." Ucapku lemah. Tapi kenapa jawabannya tidak membuat aku plong ya. Ah pikiran aku aja kali yang kacau.
" Kamu tidak percaya Dek.? " Kekhawatirannya terlihat jelas.
" Bukan tidak percaya, tapi itu siapa? " Aku masih bertanya lagi, padahal mungkin itu bisa aja orang lain yang postur tubuhnya sama dengan Dr. Afandi.
" Kurang tau lah Dek, aku beneran langsung pergi tidak nunggu kamu masuk Lift dulu." Dr. Afandi meyakinkanku.
" Sudahlah, iya mungkin itu aku salah lihat." Kok aku malah merusak suasana begini sih.
Aku memberanikan diri memegang tangannya dan minta maaf, aku merasa tidak enak dengan sikap aku, terlalu berlebihan. Dr. Afandi diam tak berkata, membuat aku kelimpungan, bingung juga mau ngapain jadinya. Ya Allah, bagaimana ini, apa dia marah?.
Drrttt,, drrrtttt,, Ponseku bergetar, aku melihatnya, karena takut Kak Ranti yang menelfon. ' Kak Fitri ' Gumamku. Aku tidak menerima langsung panggilan masuk itu, mendiamkannya dan tidak lama mati. Tapi, tidak lama kemudiaan ponselku bergetar lagi.
" Angkat saja Dek ". Suara Dr. Afandi mengagetkan lamunanku.
" Baik, sebentar ya.."
" Hallo, Assalamu'alaikum "..
" Wa'alaikumsalam," Ucap Kak Fitri.
" Apa kabar semuanya di rumah? " Tanyaku.
" Ini Dek, Kakak mau ngasih kabar, kalau Ibu juga di bawa ke Puskesmas, tapi jangan bilang Kak Ranti ya, nanti dia malah sedih " Ucap Kak Fitri.
" Sakit apa Kak? " Tanyaku seperti mau nangis. Dr. Afandi yang sedang memainkan ponselnya melirikku, kemudian menaruh ponselnya dan mendengarkan pembicaraaku.
" Biasalah Na, Ibu tidak bisa banyak pikiran, salah Kakak juga sih waktu itu tidak ngasih tau Ibu. Maksud Kakak, biar Ibu tidak kepikiran tapi waktu Kakak minta mendo'akan di tempat pengajian, orang orang jadi tau kan, nah Ibu juga taunya dari orang " Kak Fitri menerangkan panjang lebar.
" Terus yang menjaganya siapa Kak? " Tanyaku.
" Ya Kakak lah Dek, siapa lagi ".. Betul memang, kami hanyalah keluarga kecil yang seperti jauh dari keluarga besar orangtuaku. Ketika ada apa apa, seperti sekarang ini mereka hanya akan membahasnya dalam obrolan antar orang.
" Lah, anak anak sama siapa? "..
" Kakak titipin ke Mamanya Rizki." Mama Rizki adalah tetangga sekaligus saudara ipar Kak Fitri.
" Kamu sama Kak Ranti lagi ngapain? " Waduh, bagaimana ini, Kak Fitri nanyain begitu lagi.
" Aku lagi di luar dulu Kak, tadi Kak Ranti belum tidur sih."
" Di luar ngapain Hana? " Marah tidak ya Kak Fitri aku harus bagaimana, jawab apa ini. Hatiku benar benar kalut. Dr. Afandi tiba tiba senderan di bahuku. Entah apa maksudnya.
" Emmm..
" Na sudah dulu ya, Kakak dipanggil Dokter, Assalammu'alaikum "
"Iya Ka, Wa'alaikumsalam". Alhamdulillah, lega aku.
Klik, panggilan berakhir. Tapi Dr.Afandi masih tetap bersender dan memejamkan matanya.
" Dokter, tidur ya.?." Aku menggerakan bahuku agar dia bangun.
" Kenapa sayang, nyaman banget aku Dek, sudahlah begini saja."
Aihh.. Ada ada saja, terus aku jadi bantalnya. " Oh ya Dek, aku ada sesuatu untuk kamu ". Dia bangun kemudian duduk. Dia mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya. Dan apa itu..??
Bersambung.....
**Kira kira apa ya? Ada yang bisa nebak??..
Oke yang penasaran ditunggu aja kelanjutannya ya. Jangan lupa Like, dan juga votenya, beri hadiah juga boleh, Terimakasih**..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments