Plasmapheresis..

" Bagaimana ya, aku bingung mau ngomongnya! " Ucapnya.

 

"Dek, masih di situ kan? " Tanyanya saat aku hanya terdiam tanpa berbicara lagi.

"Hm.." Aku hanya menjawab dengan deheman.

"Mmm... adek asli orang mana?" tanyanya lagi.

"Aku Orang CiA***" Jawabku.

"Dek, aku ingin lebih dekat lagi boleh gak? " Dia kembali bertanya begitu. Aku tidak menjawabnya lagi karena bingung. "Tapi, kalau pun dilarang aku akan terus deketin kamu." Lanjutnya. Aku terbelalak.

"Kalau aku tidak mau bagaimana?" Jawabku spontan dan langsung memberi pertanyaan lagi kepadanya.

"Aku tetap deketin, mulai malam ini kamu milik aku " Ucapnya.

"Tut...! " panggilan tiba-tiba terputus. Aku hanya diam mematung untuk mencerna ucapannya, "ah.. salah denger kali," Gumamku.

Malam ini, aku tidak bisa tidur, kenapa aku jadi kepikiran ucapan dokter itu? Bagaiman kalau besok bertemu lagi? Ahh... mau ngumpet dimana aku? Aku mengusap wajahku kasar.

***

Pagi harinya, Dr. Husein datang. Dokter yang selalu tersenyum penuh keceriaan dan semangat di pagi hari.

"Bagaimana kabarnya hari ini?" Sapanya saat tiba di bed kak Ranti.

"Baik dokter " Sahutku.

"Oh ya, hari ini tolong minta acc ke Pak Mufti untuk pemasangan Mahurkar alat untuk Plasmaferesis." Ucapnya. Apalagi ini? Banyak banget tahapannya. Semoga Kak Ranti kuat.

Tapi aku tidak di beri pengantarnya oleh Dokter Husein, aku malah disuruh ke lantai delapan untuk mendaftar Plasmaferesisnya. Sesampainya di lantai delapan, aku bilang mau daftar untuk Plasmaferesis kepada Nurse Station.

"Maaf Mbak, apa Pasien sudah di pasang mahurkar? " Tanya petugas ruangannya.

"Belum Bu." Jawabku.

" Acc ke Pak Mufti sudah atau belum? " Tanyanya lagi.

"Belum Bu, tadi belum diberi surat pengantarnya " Jawabku.

"Ya sudah, ini tolong berikan ke Dr. Husein ya, nanti kalau sudah acc ke Pak Mufti baru bisa di pasang Mahurkar dulu, baru Plasmaferesisnya " Jelasnya panjang lebar.

"Baik bu, terimakasih." Ucapku. Aku kembali ke lantai lima, berharap bertemu dengan Dr. Husein. Benar saja Dr. Husein ada di sana tepat aku sampai di lantai lima.

"Dokter." Panggilku. Dr. Husein menoleh dan berhenti. "Sudah daftarnya Mbak?" Tanyanya.

"Harus acc dulu ke Pak Mufti Dok, ini surat pengantarnya dari Lantai delapan " Ucapku. Aku menyerahkan suratnya ke Dr. Husein

"Ya sudah, ikut saya." Ucapnya.

Aku mengikutinya dari belakang, Dr. Husein juga sama, lebih memilih turun tangga dari pada lewat Lift. Aku mengikutinya dari belakang persis kemarin waktu dengan Dr. Afandi. Tapi langkahnya Dr . Husein tidak seperti Dr. Afandi yang secepat kilat, beliau melangkah cepat tapi masih bisa aku imbangi.

Sesampainya di Basement. ternyata pak Muftinya tidak ada di tempat karena sedang rapat, akhirnya aku di suruh ke UPPJ lagi. Dan disitu Dr Husein pamit tidak bisa mengantarku ke UPPJ.

Aku terus berjalan tak tahu arah mengikuti langkah kakiku, sebab aku memang tidak tahu jalan. Sampai akhirnya aku memilih berjalan ke tempat seperti basement, namu di tengah perjalananku tiba-tiba ada yang memanggil." Mbak... Mbak..." Teriaknya. Aku menoleh kebelakang dan melihat ada ibu-ibu yang sedang melambai-lambaikan tangannya.

"Mbak jangan lewat kesitu." Teriaknya lagi, beliau berteriak karena memang jaraknya lumayan jauh. " "Haah! Kenapa?" Tanyaku dalam hati. Akhirnya aku memilih jalan lain dan bertanya kepada orang yang sedang lewat.

"Permisi Bu, aku mau tanya kalau jalan mau ke UPPJ lewat mana ya?" Tanyaku. Ibu itu menunjukan jalan menuju UPPJ. Setelah berterimakasih aku pun pamit sampai akhirnya aku pun sampai di UPPJ. Setelah mendapatkan acc, aku kembali ke ruangan Kak Ranti beruntung tidak kembali tersesat. Rumah sakit ini memang besar, jadi untuk aku yang introvert ini sangat melelahkan untuk menghapal tempat-tempatnya.

Ting..

Nada pesan masuk kembali terdengar di ponselku.

"[Dek, jangan lupa sarapan]". Bunyi pesan yang ia kirim. Ada rasa hangat di dalam hatiku, hati yang dulu membeku seperti mencair. Tapi aku kembali tidak membalas pesannya.

Tidak pernah membayangkan untuk bersanding dengan seorang dokter. Aku yang dari kecil hidup dalam kesulitan, tidak ada pikiran jauh-jauh untuk melangkah, bahkan punya cita-cita pun sepertinya aku tidak pernah. Orang tuaku sibuk di sawah, dan aku sendirian di rumah, bebas tapi tegas. Ya, orangtuaku membebaskan waktu untukku. Tapi tegas dengan tugas aku di rumah, bahkan dari umur tujuh tahun pun aku sudah bisa memasak, padahal memasaknya menggunakan tungku. Dididik keras dari kecil, dan sejak keluar SD aku sudah berpisah dengan orangtuaku karena aku ingin melanjutkan Sekolah Menengah Pertamaku, jadi aku tinggal di sebuah Yayasan.

Aku tidak pernah memikirkan ingin jadi apa kalau besar, atau tujuanku kedepan apa? Semuanya terhalang dengan biaya makanya aku takut untuk melangkah. Apalagi ini, seorang Dokter Spesialis Bedah, aku takut jatuh nantinya.

Tapi tidak dengan hatiku, jujur dari awal bertemu sudah ada sebuah rasa yang entahlah, tidak bisa digambarkan

***

Siang berganti sore... Dan sore ini waktunya Kak Ranti untuk di pasang Mahurkar. Bu Tini, petugas ruangan yang setiap hari bertugas mengantar atau lebih tepatnya mendorong pasien yang mau menjalani tindakan datang ke ruangan.

"Mbak Ranti, waktunya pasang Mahurkar kelantai delapan." Ucapnya.

"Siap Bu." Jawabku.

Aku berjalan mengikuti Kak Ranti dari belakang. Bu Tini membawa kami lewat lift khusus, membukanya pun harus memakai kartu khusus.

Sesampainya di lantai delapan, Kak Ranti berbaring di bed khusus. Tindakan di mulai dengan operasi kecil, operasi untuk memasukan Mahurkar, bentuknya seperti kabel. Tindakan ini tidak memakan waktu lama, sejam pun tidak ada. Setelah itu kita kembali lagi keruangan.

Malam pun tiba, aku makan malam dengan membelinya di luar tadi. Aku juga membeli sedikit cemilan untuk menemani waktu luangku.

Setelah shalat isya, aku bersiap untuk tidur, karena memang aku tidak biasa tidur terlalu larut dan aku juga tidak ada kerjaan jadi mengantuk.

*** Dengarkanlaahhh, Wanita pujaanku..***

Ponselku kembali berdering dan aku pun terpaksa untuk bangun. Setelah dilihat, ternyata panggilan itu dari Dr. Ganteng. Beruntung saja volumenya aku kecilin. Aku kembali tidak menerimanya, dan aku mendiamkannya sampai dering ponselku berhenti sendiri.

Ting...

Tidak lama kemudian ada pesan masuk ke ponselku, dari siapa lagi kalau bukan dari dokter ganteng itu.

" [ Dek, sudah tidur? ] " Isi pesannya aku baca. Lagi -lagi aku bingung harus bagaimana.

" [ Dek, kok gak di balas, masa jam segini sudah tidur sih ]" Isi pesannya lagi dengan emot sedih.

Dia kembali menghubungiku tapi aku langsung menolaknya. " [ Dek, please! Jangan cuma di baca doang, aku tahu kalau kamu belum tidur ] " Makin kemana-mana saja.

" [Jangan ganggu aku, aku mau bobok ] " Tulisku. Ku pencet tombol send dan Tring.. Pesan terkirim.

" [ Mau di nina bobok in tidak? ] " . Aku bengong, dan ku baca lagi pesan yang aku kirim tadi. Aku terbelalak dan menepuk jidatku. Ya ampuun! Kenapa aku tidak sadar dengan apa yang aku tulis. Huhuhu, mau ditaro dimana mukaku.

" [ Dek, kenapa kamu mambuat aku tidak bisa melupakanmu, aku mungkin sudah jatuh cinta Dek sama kamu. I Love You] "

" [ Tolong jangan abaikan aku Dek, aku ingin kenal kamu lebih dekat lagi ] " Lanjutnya.

Hati perempuan mana yang tidak meleleh di kirimin pesan seperti itu, tapi aku tidak boleh terkena rayuan gombal laki laki, apalagi tidak tahu dia itu siapa, kenal juga baru beberapa hari

Lagi lagi aku mengabaikannya. Akhirnya aku tertidur setelah memakai earphone.

***

Kumandang adzan subuh membangunkanku. Aku segera ke kamar mandi untuk mandi dan berwudhu. Aku harus cepat-cepat mandinya karena pernah lagi asik mandi ada satu pasien yang kebelet, akhirnya aku di marahin sama petugas ruangannya.

" Mbak, kalau ke kamar mandi jangan lama-lama, di sini kita mendahulukan pasien dan bla bla bla.." Karena waktu itu si pasien sampai teriak-teriak karena kebelet. Akhirnya aku meminta maaf dan sekarang kalau mau ke kamar mandi aku selalu bergerak cepat dan sebelum pasien pada bangun.

Selesai shalat, aku duduk manis sambil memainkan ponselku. Tiba tiba aku kaget ketika dokter ganteng itu sudah masuk ke ruangan dan berada diujung bed kak Ranti.

"Dokter! " seruku. Aku sebenarnya kaget.

" Sudah sarapan belum? " Tanyanya. Haahh.. Lagi lagi aku hanya melongo.

"Terimakasih Dokter, nanti saja, masih pagi " jawabku setelah tersadar.

" Kak Rantinya belum bangun Dok." Ucapku lagi.

" Sssttt!" Dokter itu mengisyaratkan jangan berisik dengan menaruh jari telunjuknya di mulut.

"Aku ke ruangan aku dulu ya," Ucapnya. Aku mengangguk saja dan dokter Afandi juga berlalu dari ruangan ini. Aku baru tersadar, maksudnya dia keruangan mau ngapain?

"Kak bangun " Aku mengguncangkan bahunya. " Bangun, sudah setengah enam." Ucapku lagi. Akhirnya Kak Ranti pun bangun.

Kegiatan pagiku adalah membantu Kak Ranti untuk ke kamar mandi, memapahnya dan membantu membawa air infusnya. Selesai dari kamar mandi, aku membantunya makan, walaupun lewat selang NGT, tetap harus di bantu karena memerlukan waktu yang lama.

Jam delapan tiba, Dr. Husein datang menyuruhku ke Lantai delapan untuk administrasi Plasmaferesis yang pertama. Akhirnya aku ke Lantai delapan dengan membawa pengantarnya dan langsung daftar. Aku tercengang ketika setelah administrasi melihat biaya yang digunakan. Satu kali saja sudah lima juta lebih. Ya Allah, Alhamdulillah, Kak Ranti ada Jaminan Kesehatannya. Bersyukur, uang dari mana kalau harus bayar umum.

"Mbak, setelah ini, ke UPPJ ya untuk acc " Kata petugas ruangannya.

"Baik Bu.." Jawabku. Setelah itu, aku kembali lagi ke lantai lima untuk mengambil berkas lain.

"Mbak... Mbak... " Panggilnya. Suara itu? Aku menoleh kebelakang, dan benar Dr. Afandi langsung menghampiriku.

"Mbak harus ke PJT untuk daftar Ecocardio ya." Ucapnya. "Tapi sekarang ke UPPJ dulu untuk acc " Lanjutnya.

"Ya sudah, nanti aku juga mau ke UPPJ " Jawabku. Ada yang beda, kenapa kalau di jam kerja dia selalu memanggil aku Mbak dan di luar kerja dia selalu memanggil aku Adek. Huh! sungguh aneh Dokter ini.

Setelah mengambil berkas, aku menunggu Lift terbuka dan aku tidak sadar kalau Lift itu ternyata sedang naik. Pintu Lift terbuka dan aku masuk kedalam Lift itu, ada beberapa orang juga di dalamnya. Tapi, kenapa Liftnya naik? Aku baru tersadar...

Bersambung..

Episodes
1 Kabar Buruk dari Kak Ranti
2 Pertama Kali Naik Bus
3 Kondisi Kak Ranti
4 Ruang Rawat Inap
5 POV Kak Ranti
6 Endoskopi
7 EMG ( ElectroMioGrafi )
8 CT Scan ( Computed Tomography )
9 Plasmapheresis..
10 Ecocardiografi ( USG Jantung )
11 Sarapan Bareng
12 Telepon dari Kampung
13 Kedatangan Teman Temanku
14 Godibag yang Berbeda diatas Lemari
15 Innalillahi WainnaIlaihi Raaji'un
16 Pagi yang Cerah
17 Siapakah Dia.??
18 Terimakasih Sayang
19 Malam yang Indah
20 Berurai Air Mata
21 Maaf Sayang
22 Romantis
23 Bersyukur
24 Dokter Cinta
25 Kunjungan dari Bu Fatma
26 Dokter Elvira
27 Story Dr. Afandi
28 Diam
29 Gara Gara Bakso Pedas
30 Terulang Lagi
31 Gara Gara Meyra
32 Meyra Lagi
33 Kehilangan
34 Plasmafheresis ke 2
35 Satu Hari Sebelum Operasi
36 Menegangkan ( Operasi )
37 ICU ( Intensif Care Unit )
38 Kamar Penuh
39 Trakeostomi
40 Nomor Tanpa Nama
41 Kak Arkan
42 Lelah
43 Menjenguk Kak Ranti
44 Parkiran
45 Mencari Dr. Afandi
46 Di Lamar Dadakan
47 Bertemu Dr. Dafa
48 POV Dr. Dafa
49 Dokter Arvi
50 Flash Back
51 Bu Fatma Menjenguk
52 Gertakan Kak Arkan
53 Ummi Aminah
54 Hari Raya Idul Adha
55 Pindah ke Gedung A
56 Tidak Bisa Tidur
57 Daftar Radioterapi
58 Pesan Mengejutkan
59 Harus Menerima Dengan Ikhlas
60 Dania
61 Perjuangan Belum Usai
62 Pulang
63 Pulang Untuk Kembali
64 Vanes
65 Kembalinya Kak Arkan
66 Perdebatan
67 Terkena Hipnotis
68 Bukan Rezeki Kita
69 Berita tidak menyenangkan
70 POV ARKAN
71 MY Princess
72 Semakin Cantik
Episodes

Updated 72 Episodes

1
Kabar Buruk dari Kak Ranti
2
Pertama Kali Naik Bus
3
Kondisi Kak Ranti
4
Ruang Rawat Inap
5
POV Kak Ranti
6
Endoskopi
7
EMG ( ElectroMioGrafi )
8
CT Scan ( Computed Tomography )
9
Plasmapheresis..
10
Ecocardiografi ( USG Jantung )
11
Sarapan Bareng
12
Telepon dari Kampung
13
Kedatangan Teman Temanku
14
Godibag yang Berbeda diatas Lemari
15
Innalillahi WainnaIlaihi Raaji'un
16
Pagi yang Cerah
17
Siapakah Dia.??
18
Terimakasih Sayang
19
Malam yang Indah
20
Berurai Air Mata
21
Maaf Sayang
22
Romantis
23
Bersyukur
24
Dokter Cinta
25
Kunjungan dari Bu Fatma
26
Dokter Elvira
27
Story Dr. Afandi
28
Diam
29
Gara Gara Bakso Pedas
30
Terulang Lagi
31
Gara Gara Meyra
32
Meyra Lagi
33
Kehilangan
34
Plasmafheresis ke 2
35
Satu Hari Sebelum Operasi
36
Menegangkan ( Operasi )
37
ICU ( Intensif Care Unit )
38
Kamar Penuh
39
Trakeostomi
40
Nomor Tanpa Nama
41
Kak Arkan
42
Lelah
43
Menjenguk Kak Ranti
44
Parkiran
45
Mencari Dr. Afandi
46
Di Lamar Dadakan
47
Bertemu Dr. Dafa
48
POV Dr. Dafa
49
Dokter Arvi
50
Flash Back
51
Bu Fatma Menjenguk
52
Gertakan Kak Arkan
53
Ummi Aminah
54
Hari Raya Idul Adha
55
Pindah ke Gedung A
56
Tidak Bisa Tidur
57
Daftar Radioterapi
58
Pesan Mengejutkan
59
Harus Menerima Dengan Ikhlas
60
Dania
61
Perjuangan Belum Usai
62
Pulang
63
Pulang Untuk Kembali
64
Vanes
65
Kembalinya Kak Arkan
66
Perdebatan
67
Terkena Hipnotis
68
Bukan Rezeki Kita
69
Berita tidak menyenangkan
70
POV ARKAN
71
MY Princess
72
Semakin Cantik

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!