Aku gelisah tidak bisa tidur, surat surat pendek Al Qur'an aku dengarkan, tapi kenapa tetap susah untuk memejamkan mata.
Yang ada dalam pikiranku sekarang, kenapa harus Dokter Afandi, Dokter Ganteng yang selama ini mengisi hatiku.
Aku tidak bisa memungkiri, perasaanku juga semakin dalam. Aku harus jawab apa nanti, apa harus jawab iya, atau tidak? Tapi, aku tidak percaya sih, masa iya Dokter Afandi suka sama aku. Aku terus bermonolog dalam hati.
Entah jam berapa aku tertidur, karena taunya sekarang aku terbangun, ternyata sudah jam lima lewat sepuluh menit, aku langsung mengambil mukenaku dan berlari ke mushola kecil di pojok ruangan lantai ini, aku bersujud berserah diri , berdo'a agar selalu di lancarkan segala urusanku dan di mudahkan untuk pengobatan Kak Ranti.
Selesai shalat aku ke kamar mandi ruangan untuk mencuci muka dan menggosok gigi, 'tak apalah pagi ini tidak mandi' gumamku.
Setengah enam tiba, Dr. Afandi sudah sampai di ruangan, kemeja berwarna navi dan celana bahan berwarna hitam, jas putih kebanggaannya disimpan di lengannya. Penampilannya hari ini benar benar membuatku meleleh..
"Apa kabarnya hari ini Mbak Ranti?" Tanyanya.
"Alhamdulillah baik." Jawab Kak Ranti.
"Kemarin daftar Ecocardio nya bisa tidak " Tanyanya lagi.
"Kemarin gimana Na, bisa tidak?" Kak Ranti malah bertanya padaku.
"Kemarin berkasnya sudah di simpan di sana? " Jawabku.
" Ya sudah ditunggu saja, mungkin nanti agak siangan tindakannya." Ucapnya.
Selesai berbincang, Dr. Afandi pamit. Tapi baru lima menit, pesan masuk ke ponselku.
"[Di tunggu di Lobi, secepatnya] " Sebuah pesan seperti penekanan, mungkin agar aku mau bertemu.
"Na, kamu beli sarapan dulu aja, sekalian air sedikit lagi habis." Kak Ranti menyuruhku untuk membeli sarapan lebih dulu.
"Tapi, sebentar lagi sarapan Kak Ranti sampai." Aku berusaha mengelak.
" Tidak apa apa, kan biasanya juga di biarkan dingin dulu "Jawab Kak Ranti. Seolah Kak Ranti tahu kalau aku harus keluar.
Oh iya, ini baru jam enam lewat empat puluh menit saat aku melihat jam di ponselku.
"Ya sudah ya Kak, aku beli sarapan dulu." Aku meninggalkan Kak Ranti dengan rasa bersalah, walaupun aku mau beli sarapan tapi aku juga akan bertemu Dr. Afandi.
Aku turun lewat Lift dan benar saja Dr. Afandi sedang menunggu di dekat pintu keluar dari Lobi.
"Dek, kesini yuk.." Ajaknya.
" Dokter.." Aku menatapnya. Tidak mungkin aku masuk ke Kaffe itu, apalagi nanti duduk bareng. Apa kata orang orang di dalam sana, di tambah pengunjung disana dari kalangan Dokter kebanyakan.
"Tidak apa apa, sayang " Ucapnya. Aku merasa lemas seketika ketika dia memanggil sayang, apa tidak salah dengar.
Karena aku hanya mematung, Dr. Afandi menarik lenganku dan menggandengnya. Apa apaan ini? Spot jantungku terus berdetak tak karuan.
"Silahkan duduk My Princes " Ucapnya sambil menarik kursi untuk aku duduk. Sepertinya wajahku sudah pucat pasi, bahkan tanganku terasa membeku.
"Kenapa mukanya tegang begitu sih, santai saja aku tidak akan gigit " Celetuknya.
"Hey! " Aku refleks sedikit berteriak kemudian menutup mulutku karena mengetahui kalau sekarang srdang berada di tempat umum.
"Hheee, maaf bercanda." Dr. Afandi terkekeh.
"Sayang, mau pesan apa? " Tanyanya lembut. Aku menatapnya. "Ayolah, jangan malu-malu " Lanjutnya.
"Air putih aja." Ucapku.
"Mana ada disini air putih, ini Kafe sayang." Ucapnya.
"Masa tidak ada air putih? " Ucapku lagi.
"Aku pesenin saja ya, jangan nolak." Dr. Afandi pergi memesan, entah apa yang dia pesan.
Tiba tiba segerombolan dokter masuk ke Kafe ini. " "Pagi, dokter Fandi.." Ucap salah seorang dokter menyapa dokter Afandi
"Pagi juga Dokter.." Jawab dr. Afandi sambil berlalu meninggalkannya.
"Di tunggu ya, lagi di bikinin." Ucapnya, kemudian ia duduk di depanku.
"Dokter, sebenarnya tidak usah repot repot loh." Ucapku merasa tidak enak hati.
"Aku tidak repot kok, justru aku senang bisa sarapan bareng kamu, Dek." Jawabnya.
"Adek suka Vanila atau Coklat? " lanjutnya.
"Mmm, coklat." jawabku.
"Berarti sehati nih, aku sudah bisa nebak rasa kesukaan kamu.."
"Dokter bisa aja." jawabku dengan wajah yang terasa panas. Dia ini gombal atau beneran.
"Jangan panggil aku dokter dong, kalau lagi bareng kayak gini!"
"Terus, panggil apa?" Tanyaku, "aku bingung " lanjutku.
Ku minum coklat hangatnya begitu juga dr.Afandi meminum kopi capucinonya. Ada sepasang mata yang melihat kearahku. Dia terus melihatku sambil memakan roti.
"Sayang, kenapa?" Tanyanya. Kemudian dia menoleh kearah yang aku lihat.
"Ohh, itu dokter Vina, dia bagian bedah toraks juga , cuma beda ruangan." Jelasnya.
"Dr. Vina, jangan dilihatin dong, nanti dia nangis." Ucapnya kepada dokter Vina.
"Cie... Cie... dr. Afandi " Ledek dr. Vina. Seketika teman-temannya menatap kami. Aku yang pemalu menunduk, mukaku sudah seperti kepiting rebus, antara malu dan takut.
"Pindah ke sini, Dek. " Ucapnya. Akhirnya aku pindah dan duduk bareng membelakangi rr. Vina dan teman-temannya.
"Gak usah takut ya, dia hanya meledek " Ucapnya lembut. "Adek tahu gak? Cuma aku yang belum menikah di tim aku. Beberapa dokter cowok juga sudah pada nikah, apalagi dokter ceweknya. Jadi aku sering menjadi bahan ledekan." Jelasnya.
"Kamu tidak apa-apa kan sayang? Aku takut loh melihat wajah kamu tadi, maaf ya kamu jadi malu. " Ucapnya. Aku tidak bisa berkata apa apa.
"Benar-benar minta maaf ya, nanti deh aku bawa ketempat yang lebih aman." Ucapnya merasa bersalah.
"Iya tidak apa apa dokter." Jawabku masih merasa malu, aku jadi tidak selera untuk melanjutkan sarapanku. Tapi aku tidak enak juga kalau tidak di habiskan.
"Dek.." Panggilnya.
"Hmm." Aku hanya menjawab dengan deheman.
"Dek!" Panggilnya lagi. Aku menoleh dan menatapnya. "Tidak apa-apa Dokter, aku baik-baik saja." Aku mencoba tersenyum walau sedikit. Sorot matanya terlihat sangat merasa bersalah.
"Duluan dokter.." Ucap dr. Vina di ikuti teman-temannya dari belakang. Dr. Afandi hanya mengangguk dan tersenyum kecil.
"Maaf ya.. " Dia meraih tangaku setelah dr.Vina dan teman-temannya keluar dari Kafe inu. Getaran apalagi ini , rasanya jantungku mau loncat, dia begitu romantis. Dia menatapku lekat, kemudian mengambil tisu dan mengelap ujung b****ku.
"Jangan kapok ya, nanti janji deh tidak disini. Tunggu ya, aku bayar dulu." Dokter Afandi pergi ke kasir dan aku tetap duduk menunggunya.
"Aku kerja dulu, baik baik di sana ya, jangan lupa balas pesanku" Aku mengangguk dan tersenyum. dr. Afandi meraih tanganku dan menuntunku keluar Kafe.
"Mau langsung ke ruangan, atau mau kemana dulu? " Tanyanya.
"Iya... Aku mau beli air mineral dulu. " Jawabku.
"Ya sudah, hati hati ya."
"Siap... Dokter juga hati-hati.." jawabku tersenyum.
"Sip." Dr. Afandi mengacungkan jempolnya.
Aku berjalan keluar Lobi sebelahnya aku mau beli air mineral sekalian dua botol biar tidak harus bolak balik. Aku mengambil napas dalam dalam dan membuangnya perlahan untuk menetralkan perasaanku. Rasanya ingin tertawa, tapi takut juga.
Aku sampai ke Ruangan, sudah jam tujuh lewat lima belas menit. Lama juga aku di luar takutnya Kak Ranti bertanya tanya.
"Kak, sudah ada makanan datang? " Tanyaku.
"Sudah... Malahan udah di makan, tadi Bu Tini yang bantuin kakak, padahal biasanya petugas dari dapurnya ya?" Jawab Kak Ranti keheranan.
"Kok bisa? " Aku balik bertanya.
"Iya, dia juga bantuin Kakak makan." Aku tambah heran. "Kakak tidak tanya, kenapa? " Tanyaku lagi. Kak Ranti menggeleng. Ya sudahlah, aku tidak mempermasalahkan lagi.
Hari ini kegiatannya adalah Echochardio. Tapi dari pagi sampai siang belum ada panggilan, hingga jam dua dr. Husein datang ke ruangan.
"Mbak Ranti, sudah di Echochardio belum? " Tanyanya.
"Belum dokter " Jawab Kak Ranti.
"Tapi dari gedung PJT nya sudah di panggil dari tadi " Kata dr. Husein.
"Tapi, kok ke ruangan tidak ada yang manggil ya? " Tanyaku.
Akhirnya dr. Husein kembali ke luar, entah kemana. Sekitar jam empat sore Bu Tini datang ke ruangan.
"Mbak, Ranti, waktunya Echochardio yuk! " Ucapnya.
Kak Ranti di dorong memakai bednya dan aku mengikutinya dari belakang. Setelah sampai di PJT, Bu Tini memberikan berkas-berkasnya ke petugas di PJT, dan aku menunggunya lumayan lama juga.
Aku duduk melamun, karena menunggu itu sangat membosankan.
Ting... Bunyi pesan masuk dari dr. ganteng.
"[Dek, lagi apa?] " Tanyanya.
" [Aku lagi di Gedung PJT] " Balasku.
" [ Aku pulang dulu ya, Sayang ] " Balasnya lagi.
" [ Iya, hati-hati di jalan ] "
" [ Oke, I Love You ] "
Aku tidak membalas lagi, diapun tidak ada mengirim pesan lagi. " Mbak, sudah " Tiba tiba Bu Tini menghampiriku, dia memberitahu kalau Echochardionya sudah selesai.
Aku beranjak dari duduku dan mengikuti Kak Ranti dari belakang. Di perjalanan ada pesan masuk tapi aku abaikan dan aku fokus berjalan
Bersambung......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Ijah Khadijah
Terimakasih sudah mampir😍😍
2022-09-08
0
Magfira Tobiriyanto
jadi gemes
2022-09-08
1