Setelah mengambil berkas, aku menunggu Lift terbuka dan aku gak sadar kalau Lift itu ternyata sedang naik. Pintu Lift terbuka dan aku masuk kedalam Lift itu, ada beberapa orang juga di dalamnya. Tapi, kenapa Liftnya naik..?? Aku baru tersadar.
*********
Berbarengan dengan Lift naik, ponselku berbunyi, nama Dr. Ganteng tertera di ponselku, antara bingung mau di angkat atau tidak, tapi ini jam kerja takutnya penting, akhirnya aku angkat juga setelah menimang-nimang.
"Hallo Dokter " Ucapku.
"Iya, Hallo, Mbak sekarang dimana?" Tanyanya.
"Aku lagi di Lift, mau ke UPPJ " Jawabku dengan percaya diri.
"Oh... bisa betemu gak, ada perlu," Ucapnya. Deg spot jantungku kembali tak beraturan. Mungkin aku yang kegeeran duluan.
"Ya sudah, tunggu di lantai satu." Jawabku lagi. panggilan pun di tutup, dan pintu Lift lantai lima terbuka. Aku lagi-lagi merasa malu bukan main, siapa coba yang ada di pintu Lift itu. dokter ganteng itu masuk ke Lift sambil menyunggingkan senyumnya.
Ya Allah, aku harus ngumpet dimana, jangan di tanya ini wajah aku sudah seperti kepiting rebus. Suasana lift menjadi gerah seketika untukku.
Hatiku tidak tenang, hingga lift terbuka di lobi lantai satu. Aku keluar beriring dengan orang yang turun juga. Hingga panggilan itu, aku menoleh.
"Mbak... mbak! " Dr. Afandi melambaikan tangannya.
"Ini tolong, di acc ke UPPJ ya! " Dr. Afandi menyerahkan satu bundel berkas untuk di acc ke UPPJ. ' Eh, kok sama pengantarnya ' Gumamku.
"Dok, kok sepertinya sama, sama yang ini? " Aku menunjukan satu bundel berkas yang sama. Aku memang membawa dua bundel berkas pengantarnya, yang satu untuk Plasmaferesis dan yang satunya lagi untuk USG jantung.
"Iya ya, ini siapa yang ngasih? " Tanyanya.
"Tadi petugas ruangan, sekalian sama untuk Plasmaferesis." jawabku dengan wajah menunduk.
"Oh, ya sudah sekalian saja di acc ke UPPJ." ucapnya.
"Baik dok," Jawabku.
"Emm.. hasil CT Scannya sudah diambil belum? " Tanyanya.
"Sudah dok, ada di ruangan." jawabku lagi.
"Saya pinjam dulu ya." ucapnya, matanya menelisik wajahku membuat aku sedikit salah tingkah.
"Iya silahkan dokter."
Hufftt
Akhirnya lega juga karena perbincanganku dengannya sudah selesai. Dr. Afandi sepertinya kembali lagi ke ruangan Kak Ranti, sedangkan aku melanjutkan ke UPPJ.
Setelah selesai, aku kembali lagi ke Nurse Station untuk mengembalikan berkas yang sudah di acc. Akupun bertanya.
"Suster, kalau PJT jam segini masih buka tidak?" Tanyaku. Karena ini sudah sore, sudah lewat waktu ashar. Sebelum di jawab oleh Susternya, terlihat lift terbuka, dan keluarlah Sang Pangeran, hehe maksudnya Dokter Gantengku , Ehh.. Kebetulan Nurse Stationnya bersebrangan dengan pintu lift disana, jadi sangat terlihat jelas kalau lift itu terbuka atau tertutup.
"Dokter!" Aku tersenyum menyapanya.
"Bagaimana Mbak, sudah ke PJT nya? " Tanyanya.
"Belum dok, ini baru mau nanya." Jawabku sedikit gugup.
Dengan gerak cepat, Dr. Afandi langsung bertanya kepada suster yang ada disana, sedangkan aku hanya diam menyimak.
"Sus, jam segini PJT masih buka gak?" Tanyanya.
"Emang kenapa? " Tanya susternya.
"Ini mau kesana," Dr. Afandi memberitahu kalau aku yang akan kesana.
"Lah... dokter memang siapanya, keluarga pasien ini? " Tanya Susternya.
"Saya dokter dari Bedah Toraks, kebetulan saya juga yang meminta pasien Ranti Septiani untuk Echocardio " Jawabnya dengan tegas
Echocardiografi atau USG jantung adalah metode pemeriksaan yang menggunakan gelombang suara berfrekuensi tinggi untuk menangkap gambaran struktur organ jantung.
Echocardio biasanya dibantu dengan teknologi Doppler yang dapat mengukur kecepatan dan arah aliran darah. Bertujuan untuk memeriksa adanya kelainan pada struktur jantung, pembuluh darah, serta kemampuan otot jantung dalam memompa darah.
"Kenapa dokter langsung ke keluarga pasiennya? harusnya ke kita." Ucap Susternya. "Kan... kita jadi bengong," Lanjutnya.
"Saya mau bantuin dia doang kok " Jawab dokternya. Haha.. Antara pengen ketawa sama pengen ngumpet jadinya.
Akhirnya selesai juga perdebatan anatara suster dan dokter ini. Aku kembali keruangan untuk menyimpan hasil CT Scan itu, Dr. Afandi juga pergi dari tempat itu.
Tidak lama kemudian, aku kembali ke PJT untuk mendaftar Echocardionya. Aku menunggu Lift terbuka. " Dek.." Panggilnya. Aku menoleh kebelakang. Dr. Afandi ternyata ada di belakangku.
"Aku pulang dulu ya, jangan lupa balas pesanku nanti. " Bisiknya. Ya, Dr. Afandi berbicara seperti berbisik, sangat pelan. Aku hanya sedikit tersenyum karena pintu lift terbuka.
Sesampainya di Lobi aku fokus berjalan tanpa menghiraukan orqng di sekitarku," Dek mau kemana? " Bisiknya.
"Kan mau ke PJT" jawabku, "Oh iya, PJT dimana?" Tanyaku. Lalu dia mensejajarkan jalannya tanpa menjawab pertanyaanku. Aku pun jadi bingung dan salah tingkah.
"Dokter, PJT dimana?" Aku kembali bertanya , takutnya Dr. Gantengku ini tadi tidak mendengar saat aku berbicara.
"Jalan saja dulu." Jawabnya santai.
"Dek, aku pulang dulu ya." Di pertigaan Dr.Afandi pamit lagi. Aku menatapnya sebentar, karena tidak berani lama-lama untuk menanyakan jalan ke PJT.
"Dari sini lurus aja, nanti di depan ada belok kiri, terus belok ke kiri lagi, setelah itu lurus nanti di situ ada papan nama Pelayanan Jantung Terpadu" jelasnyanya. Aku pun menatapnya lagi." Ngerti gak? " Tanyanya.
"Oke, terimakasih dokter!" Ucapku.
"Kalau tersesat hubungi aku." Ucapnya sambil berjalan meninggalkan aku yang sedang bingung.
Hufffttt, aku menghembuskan napas kasar, ada saja tingkahnya dokter ini.
Kemudian aku mengikuti arah yang Dr. Afandi beritahu tadi. Benar saja, setelah belok ke kiri papan nama itu terlihat jelas di Gedung yang entah berapa lantai. Aku pun langsung masuk, kemudian bertanya kepada resepsionisnya.
"Permisi." Ucapku.
"Iya, ada yang bisa saya bantu? " Tanyanya.
"Saya mau daftar Ecocardio, apa masih bisa? " Tanyaku.
"Pak.. pak Radit! " Panggil Resepsionisnya kepada petugas resepsionis yang duduknya sesikit berjauhan dengannya.
"Ya, ada apa Siska? " Orang yang di panggil pak Radit itu bertanya.
"Ini... Mbaknya mau daftar Ecocardio masih bisa gak?" Tanya Mbak Siska.
"Kesini aja Mbak." ucap pak Radit.
Akupun menghampirinya dan di persilahkan duduk. "Karena sekarang sudah sore, jadi mbak simpan saja dulu di sini." Terang pak Radit. Pak Radit menyuruhku menyimpan berkasnya di tempat penyimpanan berkas. "Biar besok, tidak harus mengurus lagi." Lanjutnya. Setelahnya, aku kembali keruangan.
***
Keesokan harinya, aktifitas seperti biasa. Dan jadwal sore nanti Plasmaferesis pertama.
"[Dek, makan siang dulu]" Pesan masuk dari dr. ganteng.
"Baik dokter." Aku membalas pesannya.
"[Kapan ya ada waktu, aku ingin ngobrol langsung berdua?] " Balesnya. Aku terpaku membacanya. Untuk apa mengobrol berdua? Lewat pesan juga kan bisa. Aku bermonolog sendiri.
" [ I Love You ] " Pesan kembali masuk.
Entahlah aku harus apa? Hati siapa yang tidak berbunga-bunga, ketika ada laki-laki yang kita suka, dan diapun menyukai kita. Tapi aku sengaja menjaga jarak, aku hanya takut terjatuh, karena aku baru mengenalnya sebentar apalagi aku tidak kenal dia siapa. Tapi, entah sampai kapan rasa ini akan bertahan, takutnya aku malah luluh.
" [ Dek, tetap semangat ya, beri semangat Mbak Rantinya, karena pasien seperti Mbak Ranti harus bahagia terus jangan banyak pikiran , kalau ada apa apa jangan lupa bilang aku, jangan pernah sungkan, kalau aku bisa bantu pasti aku bantu ]" Pesan kembali masuk dengan isi panjang kali lebar. Lagi lagi aku hanya membacanya.
Tidak ada lagi pesan masuk sampai sore menjelang. Sore hari, setelah sekitar setengah empat, Bu Tini datang keruangan.
"Mbak Ranti, waktunya Plasmaferesis ya." Ucapnya.
"Siap Bu , " Jawab Kak Ranti semangat. Bu Tini mendorong bed Kak Ranti lewat melalui lift khusus.
Plasmaferesis di lakukan di Lantai delapan. Kak Ranti di baringkan di bed yang ada disana, kemudian alat yang kemarin di pasang di pa** Kak Ranti di sambungkan dengan selang yang nantinya akan mengambil, mengobati, mengembalikan atau menukar plasma darah atau komponennya dari dan kedalam peredaran darah.
Plasmaferesis ini memakan waktu lumayan lama, aku sampai terkantuk-kantuk di sana. "[ Dek, aku pulang dulu ya ]" Pesan masuk datang dari siapa lagi kalau bukan dari Dr. Ganteng. Aku lagi-lagi mengabaikannya.
Adzan magrib berkumandang, aku masih menunggu Kak Ranti yang baru selesai plasmaferesisnya.
Setengah tujuh, kita kembali ke ruangan, selesai shalat, aku melanjutkan membaca kitab suci Al Qur'an, ini sudah biasa dilakukan dimana pun. Membaca Al Qur'an membuat hati ini jadi tenang sampai akhirnya adzan isya tiba.
"[ Dek, lagi apa?] " Pesan masuk kembali datang. Karena hanya aku baca saja, akhirnya Dr. Afandi meneleponku. Panggilan pertama aku abaikan. Tapi dia mengirim pesan lagi. " [ Dek, angkat tidak, atau aku samperin kesitu ]".
Setelah panggilan ketiga baru aku angkat. Sebenarnya aku malu mau mengangkatnya, karena nanti Kak Ranti mendengarnya.
Aku hanya diam menyimak apa yang dia ucapkan, intinya dia menyatakan perasaannya dari awal bertemu denganku, bahkan sikapnya selama ini dia ikhlas dan niat membantu agar Kak Ranti pengobatannya bisa cepat dan segera sembuh. Dr. Afandi juga menguatkan aku agar selalu sabar untuk terus mendampinginya.
"Dek, kenapa tiap malem aku tuh selalu ingat kamu? kamu tidak mau balas pesanku membuat aku gelisah. Please Dek.. aku cinta sama kamu, ada rasa yang tidak bisa kuartikan ketika dekat denganmu rasanya nyaman dan tidak mau berpisah, aku takut kacau kalau kamu terus-terusan diam seperti ini."
"Dek, aku mohon... jangan abaikan aku terus, aku takut tidak profesional sama kerjaan aku. Entahlah aku harus apa aku payah tentang kamu, Dek!
"Dek, kamu tau tidak? tidak pernah sesemangat ini aku bekerja, aku bahkan ketika bangun tidur ingin langsung datang ke rumah sakit, untuk melihat kamu apakah baik-baik di sana. "
Panjang lebar Dr. Afandi terus terang. Entahlah, aku bingung juga terharu. Tapi Dr. Afandi mengajakku bertemu langsung, dia ingin aku bicara, karena selama ini aku hanya diam seperti patung katanya.
Aku gelisah tidak bisa tidur, surat surat pendek Al Qur'an aku dengarkan, tapi kenapa tetap susah untuk memejamkan mata.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments