Aku hanya tergugu mendengarkan Kak Ranti bercerita, ternyata Kak Ranti sangat menderita dengan sakitnya, tapi dia tetap bisa tersenyum.
-‐---------------------------------
Untuk sementara, Kak Ranti harus bayar umum karena kartu jaminan kesehatannya masih di kampung.
Emakku di kampung sibuk mencari kartu jaminan kesehatan itu, tapi masih rezekinya Kak Ranti, tidak lama kemudian Kak Fitri mengabarkan kalau kartu jaminannya ketemu.
Alhamdulillah, akhirnya pengobatannya di mulai dengan memakai jaminan kesehatan dari pemerintah.
***
Keesokan harinya, dokter dari THT datang ke ruang rawat. Beliau menyuruhku daftar untuk endoskopi, aku yang tidak paham apa-apa hanya mengangguk saja.
"Mbak, nanti kan kakaknya mau di endoskopi, Mbak daftar dulu ya, ke Unit Rawat Jalan " ucap dokter muda yang bernama Christin di name tagnya itu.
"Baik Dok, dimana tempatnya ya? " tanyaku.
"Nanti deh, bareng sama aku, sekalian mau ke Poli " Jawabnya. "Tunggu dulu ya, aku mau keluar sebentar "Ucapnya lagi. Beliau pun pergi dari ruangan itu dan aku tetap menunggunya.
Beberapa saat kemudian, dokter Christin kembali keruangan dan mengajakku bareng untuk daftar.
Dengan tangan kosong, aku mengikuti dokter Christin dari belakang, hingga sampailah di Unit Rawat Jalan Terpadu. "Sampai di sini dulu ya mbak, mbak langsung daftar aja." Ucapnya.
"Baik dokter, terimakasih " Aku membungkukan badanku tanda berterimakasih. Dokter Christin pun mengangguk, kemudian melenggang pergi.
Aku bingung harus mulai dari mana dulu, ada beberapa baris orang yang sedang mengantri, akhirnya aku ikut mengantri. Entah berapa lama aku menunggu giliranku, karena orang di yang berada di depanku kurang lebih dari sepuluh orang.
Sampailah bagian aku yang di tanya.
"Mbak, mau ke Poli apa? " Tanya petugas URJTnya.
"Aku mau daftar untuk di teropong." jawabku. Karena seingatku dokter tadi bilangnya kalau Kak Ranti mau di teropong.
"Mana pengantarnya.? " Tanyanya lagi.
"Aku tidak bawa? Jawabku lagi.
"Daftar saja dulu di bagian informasi." ucapnya.
Akhirnya aku pun pergi kebagian informasi.
"Permisi, maaf aku mau daftar untuk di teropong." Ucapku sedikit tegang. Entah kenapa, aku yang kurang keberanian di tambah pemalu juga, membuat aku selalu tegang untuk menghadapi banyak orang, apalagi harus terus berinteraksi seperti ini.
"Pasiennya mana?" Tanya informan tersebut.
"Ada di kamar inap." Jawabku.
"Kalau sudah di rawat, langsung daftar aja mbak." ucap informan tersebut.
"Tapi tadi dari sana di suruh kesini dulu."
"Kan pasiennya sudah dirawat, berarti langsung aja daftar." ucapnya lagi
" Baik, terimakasih." Aku mengatupkan tangan tanda terimakasih.
Aku pun kembali keantrian yang tadi, dengan rasa entahlah jantung ini terus merasa deg-degan. Aku terus melangkah ketika orang di depanku selesai mendaftar. Hingga akhirnya giliran ku kembali.
Mungkin, petugasnya tidak mengenaliku ketika aku kembali di depannya, dan benar saja aku terus di suruh ke bagian informasi, sampai aku kembali satu kali lagi, bolak-balik totalnya tiga kali.
Aku belum menyerah, karena dalam pikiranku, kalau tidak jadi mendaftar bagaimana nantinya dengan Kak Ranti.
Akhirnya petugas informasinya memberikan satu lembar kertas yang berisikan data diri yang harus di isi. Karena membutuhkan data diri, akhirnya aku kembali ke Gedung rawat inap untuk mengambil Kartu Identitas Kak Ranti dan Kartu Keluarga.
Sampai di Gedung Rawat Inap, aku menunggu sebentar untuk menunggu Lift yang sedang turun. Setelah terbuka, aku masuk dan memencet tombol angka tujuh. Sampailah aku di ruangan Kak Ranti, masih sama, Kak Ranti sedang tiduran dengan selang infus di tangannya.
Setelah mendapatkan Kartu Identitas Kak Ranti, aku kembali lagi ke URJT dengan menuruni anak tangga dari lantai tujuh, aku terpaksa dari pada harus menunggu lift yang kebetulan sedang turun.
Dengan sedikit berlari, aku meneruskan langkahku hingga sampailah di bagian informasi tadi. Akhirnya aku menulis Identitas Kak Ranti di selembaran kertas. Setelah cocok, aku di suruh mengantri lagi, tapi di bagian seberang antrian yang tadi. Hingga terjadi lagi drama bolak-balik karena pasiennya sudah di rawat inap, dan seharusnya pasien yang sudah rawat inap harus mendaftar langsung.
Entah karena bosan atau apa, akhirnya petugasnya memberikan persetujuan dan aku mendapatkan selembar kertas yang nantinya bisa di berikan di Poli Rawat Jalan.
"Langsung ke Lantai empat ya." Ucapnya dan memberikan kertas itu.
"Lantai empat sebelah mana ya?" Tanyaku dengan keadaan yang sudah ingin menangis karena kesal dan capek menjadi satu.
"Di Poli Rawat Jalan, mau di teropong kan pasiennya? " jawabnya.petugasnya pun sedikit merasa kesal, mungkin karena aku yang ngeyel ingin mendapatkan persetujuan itu.
"Iya." Jawabku pendek.
Aku sangat bingung, harus ke lantai empat yang mana, tidak ada security satupun di situ yang bisa ku tanyai. Entahlah, akhirnya aku kembali ke gedung rawat inap , tujuanku lantai empat. Karena aku tidak tau juga kalau lantai empat yang di maksud adalah lantai empat URJT.
Sesampainya di lantai empat, aku menghampiri Nurse station.
"Permisi Mbak." Ucapku.
"Ya, apa ada yang bisa saya bantu? " Jawabnya.
"Mbak, kalau mau di teropong di mana ya? " Tanyaku. Aku memberikan selembar kertas tadi.
"Ini di mana daftarnya?" tanyanya setelah melihat dan membaca kertas yang aku berikan.
"Tadi di bawah sana " jawabku.
" Coba ke Unit Rawat Jalan." Ucapnya. Setelah mengucapkan terimakasih, aku memutuskan untuk kembali ke kamar saja. Jujur ini sangat menguras tenagaku, aku sangat lelah. Kulangkahkan kaki menuju Lift dan aku memencet tombol angka tujuh.
Sesampainya di kamar, aku dikagetkan dengan Kak Ranti yang sudah tidak ada di bednya. Rasanya ingin nangis menjerit, luruh badanku kelantai. Setelah sedikit tenang, aku mengambil botol air minum, kemudian meneguknya.
Setelah beberapa saat terdiam , aku berdiri kemudian tujuanku sekarang adalah Nurse Station, aku akan menanyakannya disitu.
Setelah sampai, akupun langsung bertanya.
"Permisi Suster." ucapku.
"Iya, apa ada yang bisa saya bantu? " Tanyanya.
"Kalau Pasien yang di Kamar 519 bed satu kemana ya Sus? " Tanyaku.
"Atas nama siapa ya Mbak? " Tanyanya lagi.
" Atas nama Ranti Septiani." jawabku.
"Sebentar ya, saya cari dulu." ucapnya. Kemudian suster itu mencari data nama kakakku.
Dan setelah beberapa saat menunggu akhirnya nama itu ketemu.
"Pasien atas nama Ranti Septiani lagi di Endoskopi di lantai empat Unit Rawat Jalan." Ucapnya. 'Gedung itu lagi yang di sebut, sebelah mana sih.' Gumamku, ada sedikit rasa kesal dalam hatiku.
"Ya sudah, terimakasih Suster." Ucapku. Kemudian aku berlalu dan kembali menunggu Lift terbuka setelah aku mengambil kertas yang tadi hasil dari URJT, takutnya nanti di tanyain.
Setelah sampai di Lobi Rawat Inap, aku bertanya kepada Security yang ada disitu.
"Permisi Pak, kalau mau ke Unit Rawat Jalan kemana ya Pak? " Tanyaku.
"Ibu lurus aja dari sini, terus nanti ada belokan ke kiri terus ada belokan lagi ke kanan dan lurus itu gedungnya " Jawab Securitynya.
"Terimakasih Pak." Ucapku. Walaupun aku harus di panggil ibu.
Setelah belok kanan, memang Gedung itu bertingkat, entah sampai berapa lantai. Akhirnya aku mencoba mencari Pusat Informasi, dan menemukan Security di sebelah kanan tempat pendaftaran tadi pagi.
"Permisi Pak, kalau lantai empat Unit Rawat Jalan sebelah mana ya, Pak? " Tanyaku.
"Mbak tinggal naik saja ke atas, kalau mau lewat Lift, itu yang di depan." Jawab Securitynya. Dia menunjuk ke arah Lift yang sedang di kerubungi banyak orang. Sepertinya di situ mengantri sekali.
"Atau, kalau mau langsung lewat tangga juga bisa, ini sebelah kiri." Lanjutnya, Securitynya kembali menunjukan arah tangga. Kenapa juga securitynya tidak terlihat dari tadi.
"Baik Pak, terimakasih banyak " Ucapku.
Aku lebih memilih menaiki tangga dari pada naik lift, karena paati ngantri. Sambil menghitung lantai dan melihat papan arah, akhirnya aku sampai di lantai empat, ada Poli THT dan yang lainnya.
Dari kejauhan, aku melihat Kak Ranti sedang duduk di kursi roda di samping kursi tunggu. Kak Ranti sudah di pasang NGT ( Selang Makan ) lewat hidung. Aku pun menghampirinya.
"Kak, kesini sama siapa? " Tanyaku. Aku langsung duduk, sungguh sangat lelah pagi ini.
"Sama Suster yang nganter." Jawabnya. "Kamu dari mana? " Kak Ranti bertanya balik.
"Aku tadi habis daftar ini bolak-balik " Kataku. Kemudian aku melihatkan selembaran kertas dari URJT tadi.
"Tadi udah daftar sama susternya " Ucap Kakakku.
Aku menghela nafas panjang, 'siapa yang salah disini, aku? Atau Dokter Cristin tadi? ' Entahlah. Mungkin ini yang harus aku lakukan.
Tidak lama kemudian susternya keluar dan kami pun kembali ke ruang Rawat Inap.
Yang diminum hari ini adalah susu yang sudah di sediakan dari rumah sakit. Tapi, ketika malam hari, sekitar jam dua pagi Kak Ranti membangunkan aku.
"Na, Hana." Ucap Kak Ranti sambil mengguncang guncang tubuhku. Akupun terbangun dan Kak Ranti mengeluh sakit perut.
Kak Ranti minta di antar ke kamar mandi, akupun memapahnya pelan. Ketika sampai di kamar mandi Kak Ranti muntah-muntah. Aku mengurut tengkuknya, tapi yang keluar hanya ludah saja, karena mungkin perut Kak Ranti yang kosong.
Selesai muntah, aku kembali memapahnya untuk kembali ke Kamar. Dan aku kaget saat melihat lantai penuh dengan cairan berwarna merah.
Bersambung.....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments