Setelah shalat isya, kegaduhan terjadi, Dokter dan Suster berlarian keruanganku...
**********
Aku semakin tegang ketika Ibu parubaya itu terus menelfhon dan bilang kalau Ibu Susi kritis. Sebelumnya, setelah magrib Ibu Susi terus terusan merintih sampai akhirnya dia tidak sadarkan diri.
Dokter siaga memberikan pertolongan pertama. Monitor , alat bantu napas, dan pendeteksi detak jantung segera dipasang. Dokter menyuruh keluarganya bergantian memompa nafasnya memakai alat, kalau di ICU bisa pakai Ventilator.
Ibu parubaya, terus sibuk menelfon sanak saudaranya, terutama suaminya yang baru bisa di hubungi.
" Hallo, Assalamu'alaikum Uwa..." Dari sebrang telfon terdengar suara laki laki dengan nada gusarnya.
" Wa'alaikumsalam Ded, ini Susi sekarang sedang tidak sadarkan diri. Bagaimana? " Ibu Parubaya itu terdengar bimbang. Awalnya, keluarganya melarang memberitahu suaminya. Tapi Dokter menyarankan suaminya agar tahu, biar nantinya kalau terjadi hal hal yang tidak di inginkan sudah tahu dari awal, akhirnya Ibu Parubaya itu mengabarinya.
" Kok bisa Ua, bagaimana, lakukan yang terbaik Ua, cari ICU di Rumah Sakit lain kalau disitu penuh " Suara paraunya menandakan kekhawatiran yang mendalam. Inilah ujian, dimana ketika kita menjalankan ibadah itu harus ikhlas Lillahhita'ala. Ujian terberatnya yaitu berpisahnya kita dengan keluarga tercinta. Apalagi untuk pergi ke Tanah Suci, walaupun impian semua orang, tapi perlu keikhlasan untuk mencapai Ridho-Nya.
" Iya, ini lagi di usahakan Ded, kamu disana jangan lupa, do'akan yang terbaik untuk Susi. Yang sabar, ikhlas, semuanya serahkan sama Gusti Allah ". Ibu Parubaya itu memberikan pengertian. Mau bagaimanapun, sekuat kuatnya pergi jauh dari keluarga, dan mendengar kabar kalau orang yang kita cintai sedang berjuang antara hidup dan mati pasti akan merasakan kesedihan yang luar biasa.
" Iya Ua, Dedi selalu mendo'akan yang terbaik untuk Susi.". Sambungan panggilan berhenti, keluarganya terus berjuang bergantian memompa alat napasnya Ibu Susi.
Malam ini, sepertinya kembali tidak bisa tidur, dari suara alat pompa, suara monitor yang terus berbunyi, juga suara bising keluarganya yang mengobrol membuat ruangan ini ramai.
Aku menghela nafas pelan. " Kak, diusahain tidur ya, jangan banyak pikiran, Kakak juga harus rileks " Ucapku. Aku takut Kak Ranti kepikiran dan malah ngedrop.
" Iya, Kakak usahain, kamu juga tidur Dek, kemarin malem kan tidak tidur. "..
Akhirnya, aku dan Kak Ranti mencoba untuk tidur. Mencoba melawan suara bising disekitarku, dengan terus berdzikir dan aku juga memutar shalawatan.
Suara orang mengobrol dan alat medis masih terdengar tapi aku tetap bisa memejamkan mata. Adzan subuh aku segera mengambil air wudhu dan shalat di Mushola. Kepala ini, masih aja keleyengan.
Akhirnya aku mandi setelah membantu Kak Ranti mengambil air wudhu.
Tok tok tokk. Suara pintu di ketuk. Aku cepat cepat membereskan tempat sabunku, dan keluar dari Kamar Mandi, kalau kelamaan lagi bisa bisa aku dilarang mandi disini. Karena disini yang didahulukan adalah pasien, beruntung tadi aku lagi menggulung rambutku memakai handuk.
Sedikit merasa segar setelah aku mengguyur semua badanku termasuk kepala. Aku memang tidak bisa tidur terganggu seperti ini, nantinya akan keterusan pusing.
Kulihat, Ibu Susi sedang terbaring lemah dengan semua peralatan medis darurat di tubuhnya. Keluarganya sedang membantu memompa nafasnya. Aku masuk ke Bed Kak Ranti, kulihat dia sedang membaca AlQur'an. Sungguh adem melihatnya, dia tidak ada mengeluh apapun dari pertama masuk, kecuali setelah pasang NGT, dia mengeluh sakit perut.
Aku duduk disamping Kak Ranti. " Na, ini titipan " Kak Ranti memberikan godibag yang sama seperti kemarin.
" Dari siapa.? " Aku mengerutkan keningku ketika melihat godibagnya yang sama seperti kemarin.
" Dokter Cintamu " Jawab Kak Ranti.
" Et dah Kak..!! "..
" Iya, dia tadi datang kesini, biasa nanya nanya Kakak dulu, terus sebelum keluar dia nitip godibag ini."..
Aku mengambil dan membukanya. Satu porsi nasi, ayam kecap, sayur capcay dan tahu goreng, tidak lupa sambalnya dipisah di plastik. Satu botol air mineral ukuran sedang, dan satu kotak susu UHT dilengkapi, buah apel dan jeruk. ' Lengkap banget ' Gumamku.
" Nih makan Kak " Ucapku. Makanan sebanyak ini bagaimana mau habis. " Ya sudah, kamu makan Na, jangan ada yang dibuang, hargai yang memberi " Ucap Kak Ranti.
Glekkk, aku menelan ludah, berarti Kak Ranti tau, kalau kemarin sayurnya aku buang. Aku memang tidak terlalu suka sayur. Aku hanya menatap Kak Ranti dengan muka imut, ( di imut imutin ) wkwkwk.
" Benar loh Na, dia pagi pagi kesini bawain kamu sarapan, kamu jangan kecewain dia dengan membuang makanannya. Lagian juga mubazir makanan dibuang buang " Diceramahin kan jadinya, aku menepuk jidatku hheee.
" Siap Kakakku, nanti aku habisin " Dengan muka pura puraku.
Kak Ranti tersenyum, entahlah senyum apaan itu, karena emang sayur capcaynya lebih banyak daripada nasi. Dan Kak Ranti tau kalau aku tidak terlalu suka sayur.
Suara monitor terus berdenting, dan keluarganya terus bergantian memompa. Dokter menjelaskan, kalau Bu Susi masih bertahan karena alat. Dokter sudah menyarankan untuk semuanya ikhlas.
" Hallo, Ded.." Panggilan Ibu Parubaya kepada suaminya Ibu Susi.
" Iya Ua, bagaimana? sudah dapat ruang ICUnya.? " Tanyanya. Nada gusarnya terdengar jelas.
" Tidak ada yang kosong Ded, lagi malam ke Rumah Sakit F, disana juga penuh, ini sudah ke tiga Rumah Sakit, tapi semuanya penuh " Kesedihan begitu terpancar dari cara Ibu itu berbicara.
" Bagaimana Ua, tolonginlah, diusahakan, tolong istri saya.."..
" Ua tolongin Ded, tapi bagaimana lagi, kamu harus ikhlas, kamu berdo'a disana ya, berikan keikhlasan, kamu harus kuat, harus bisa menerima, ini sebagian ujian kamu juga "
" Kamu harus bisa terima ya Ded, pasrahkan sama Gusti Allah, ikhlas, kasian istri kamu"...
" Tapi bagaimana dengan anak anak Ua, siapa yang akan mengurus mereka"..
" Kamu jangan khawatirkan anak anak, disini banyak yang bantuin, kamunya saja yang ikhlas ya"..
" AllahhuAkbar..!! " Suara suami Ibu Susi mengucapkan Takbir sebelum panggilan itu terputus. Ibu Parubaya itu menghela napas dalam dalam.
" Rama, nanti bilang ke Dokternya, mintakan izin masuk untuk Radit sama Safira."..
" Tapi Ua, apa tidak kenapa kenapa..? "
" Kasian Susi kalau harus terus memakai alat seperti ini, Dedi juga sudah ikhlas.." Ucapnya tergugu. Dia menahan tangisnya hanya air matanya yang mengalir.
********
Setelah makan siang, aku berniat mau keluar membeli air mineral. Tapi, karena suara anak kecil itu, aku mengurungkan niatku..
" Mama bangun, Mama, Fira kangen main sama Mama, Mama ayo bangun."..
" Radit harus iklas ya juga Fira, kasihan Mama kesakitan ".Ibu Parubaya mencoba menenangkan
" Radit ikhlas Ma "..
" Engga, Mama bangun, Mama harus bangun" Safira kecil histeris.
Dokter, menyarankan Safira di ajak keluar. Tapi, Safira terus berontak, dia terus memeluk tubuh kaku Ibunya. Oh ya, Safira dan Radit datang ketika aku selesai makan. Dokter memberikan surat izin agar bisa masuk ke Ruangan Rawat Inap.
Setelah semua anaknya berkumpul, Dokter meminta izin untuk mencabut alat bantu napasnya Bu Susi, dan Tiiiiiiiiiiiiiiit....!! Monitor menampilkan rekaman kalau semua detak organ dalam tubuh Bu Susi berhenti, artinya Bu Susi dinyatakan meninggal dunia..
" Innalillahi Wainnailaihi Raaji'un..!!! " Ucap keluarga dan kerabat juga anak anaknya berbarengan.
" Engga Mama, Mama..., jangan tinggalin Safira, Mama..!!! " Safira terus meronta.
" Tolong dibawa keluar bu " Ucap Dokter. Safira digendong saudaranya dan duduk dilantai dengan terus memanggil Sang Mama.
" Mbak, Mbak duduk di luar dulu ya." Ucap seorang Dokter. Aku yang dari tadi mendengar peristiwa ini, sangat syok. Akhirnya aku mengikuti saran Dokter. Kak Ranti aku papah ke luar ruangan dan duduk samping jendela, begitupun pasien lain, mereka ikut keluar.
Mata Kak Ranti terlihat sayu dan kelopak matanya turun. Aku menghela napas kasar, aku tau Kak Ranti pasti syok, begitu juga aku dari tadi pikiranku entah kemana, aku hanya terpaku menatap kedepan dengan pandangan kosong.
" Ayaaahh..! Ayahhh...!! Tolongin Mama, Ayah tolongin Mama..!!" Safira terus meronta. Di usianya yang mungkin bagi sebagian anak belum paham dengan keadaan ini. Tapi Safira sudah paham. Sudah mengerti apa yang sedang terjadi.
" Abaang, Tolongin Mama, tolongin Mama, Fira nanti sama siapa Abang " Safira terus memukul tangan kecil Radit. Sedangkan, Radit hanya membiarkan Safira memukulinya, matanya berkaca kaca, tapi berkali kali dia menatap langit langit agar air matanya tidak tumpah. Anak yang kuat, anak yang tangguh kelak akan menjaga adiknya dengan baik.
" Abang, Ayah, Ua, tolongin Mama.." teriaknya.
" Mama jahat, kenapa Mama tinggalin aku, nanti aku sama siapa..? "..
" Sssstt, sayang, jangan bilang seperti itu " Ucap Ibu parubaya. Kemudian, dia memeluknya tapi Safira terus berontak menangis tersedu sedu.
" Abang....!! " Ketika kedua Kakaknya yang sudah besar keluar ruangan. Kesedihan begitu terpancar dari raut mukanya.
" Abang..!! " Kedua Kakaknya menghampiri dan berkata. " Ua dipanggil Dokter " Ucapnya. Ibu Parubaya itu beranjak meninggalkan Safira yang masih tersedu sedu.
" Abang..!! Abang tidak mendengar aku..!! Abang tolongin Mama....!!" Safira kembali berteriak.
" Iya sayang, yang sabar ya, kan ada Abang ".. Ketiga Kakaknya memeluknya penuh kasih sayang. Melihat pemandangan ini, membuat siapapun yang melihatnya pasti ikut menangis, termasuk aku sendiri. Dari tadi mendengar Safira menangis meronta saja, susah payah aku membendung air mataku. Tapi melihat pemandangan ini, air mataku tidak bisa dibendung lagi. Aku terus mengusapnya kasar, tapi dia terus terusan berjatuhan.
Dalam kegusaranku kulihat sosok yang aku rindukan. Ya, aku merindukannya, karena sudah dua hari ini dia tidak ada kabar. Dia keluar dari Lift berjalan tergesa gesa ke arah kami yang sedang berkumpul di luar ruangan ini.
**Bersambung...
Maaf ya, Bab ini mengandung bawang..!! Dan ini benar terjadi..!!
Dukung aku terus ya..!! Jangan lupa Like Komen dan juga Votenya ya, Terimakasih**..!!!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments