"Siapa yang ada di dalam itu, Tuan?" ucap Bi Yuni panik. Ia mendengar suara Diandra yang menjerit meminta tolong. Dari suaranya terdengar begitu ketakutan dan putus asa.
Xavier tak memperdulikan ucapan Bi Yuni. Ia berusaha membuka pintu yang terkunci dari dalam.
"Lepaskan aku! Lepaskan, hik ... hik. Argghhhh!" teriakan Diandra membuat hati Xavier memanas. Pria itu langsung mendobrak pintu dengan tubuhnya. Hingga pintu itu terhempas kuat.
Brak!
Romi yang berada di atas tubuh Diandra menoleh. Xavier masuk dengan cepat. Matanya memerah bagai bara api yang menyala, kedua rahangnya mengerat. Ia menjambak rambut Romi dengan kuat. Membuat pria itu sedikit menyingkir dari atas tubuh Diandra yang sudah hampir setengah telanjang dibuatnya.
Aura kemarahan menyelubungi xavier. Melihat kondisi calon istrinya yang tampak begitu tragis membuat pria itu melayangkan tinjunya ke wajah dan perut Romi secara menggila sampai jatuh tersungkur di lantai.
Romi yang belum mencerna keadaan dengan mudah di hajar Xavier. Bukan hanya membuat tubuh dan wajah pria itu lebam. Xavier juga membaut Romi menjerit kesakitan saat dadanya di injak kuat.
Ia melakukan hal itu dengan mata yang berpusat pada Diandra yang ketakutan dalam pelukan Bi Yuni. Penampilan Diandra begitu kacau. Pipi yang memerah bekas tamparan dengan sudut bibir yang sedikit sobek. Baju yang sobek di beberapa bagian dengan bagian atas terbuka dan dadanya terekspos sempurna. Ada bekas hickey di sana.
Romi ingin memperkosa calon istrinya! Rahang Xavier semakin mengetat dengan gigi yang kembali bergemerutuk. Xavier menarik rambut Romi kasar dan membuat pria itu berdiri sambil meringis.
Romi berusaha melepaskan cekalan tangan Xavier pada rambutnya. Menepis tangan pria yang diliputi emosi itu dan berusaha melayangkan tinju membalas pukulan Xavier padanya. Sekuat apa pun Romi melawan, Xavier lebih unggul darinya.
"Jangan ikut campur! Diandra milikku, seharusnya dia menjadi istriku, bukan malah justru menikah denganmu!" maki Romi tak kalah garangnya.
Xavier yang sudah naik pitam tak mempedulikan ucapan pria itu. Ia kembali melayangkan tinju dengan membabi-buta tanpa mengurangi sedikit pun tenaga. Kemarahannya bukan hanya membakar kepalanya, hatinya pun juga terasa memanas.
Mata Romi mulai mengabur. Seluruh badannya pun terasa sakit. Ia bahkan menjerit histeris saat pukulan terakhir Xavier berhasil mematahkan tulang rusuknya.
Darah pun mengucur dari beberapa sisi wajahnya. Terutama hidung dan bibir. Pelipisnya pun juga tampak sedikit robek. Romi terkapar di lantai tak berdaya. Tapi Xavier tampaknya masih tak mau melepas samsak bernyawanya ini.
Tidak sampai disitu saja kemarahan Xavier. Tubuh bagian depan juga ditendang beberapa kali. Membuat perut Romi bergejolak. Dadanya pun terasa sesak dan nyeri hingga kesulitan bernapas. Bahkan di bagian tubuhnya juga terasa sangat sakit sekali.
"Xavier cukup! Dia bisa mati. Cukup, aku mohon hentikan!" pekik Diandra. Ia kini menutupi tubuhnya dengan selimut. Ada tatapan iba di matanya diantara tatapan takut dan kecewa. Dan Xavier tak suka itu.
Ia membodohi wanita itu di hatinya. Setelah apa yang dilakukan Romi padanya. Masih saja wanita ini memikirkan nyawanya. Entah itu hanya karena moral belas kasihan, atau memang karena Diandra masih mencintainya. Hatinya semakin terusik. Lagi pula Romi memang pantas mati. Pikirnya mantap.
Xavier menghentikan tindakan brutalnya. Melihat kondisi Romi. Ia yakin hidung dan beberapa bagian tulang di tubuh lelaki itu patah.
Kaki Xavier kini melangkah mendekat pada Diandra. "Apa ini terasa sakit?" Xavier memegang pipi Diandra yang memerah berbentuk cap 5 jari.
Diandra memeluk Xavier erat. "Terima kasih. Terima kasih karena menolongmu. Hik ... hik,"
Wanita itu langsung menangis di pelukan Xavier. Sekarang ia merasa aman.
Udin yang baru saja tiba setelah mendengar keributan dari sini hingga ke tempatnya di kolam.
Udin menurunkan pandangannya. Ia yang baru tiba langsung disambut pemandangan tubuh pria yang tergeletak lemas tak sadarkan diri di kamar majikannya.
"Bawa tubuh itu keluar. Lempar ke jalanan atau kirim balik pada keluarganya!" titah Xavier tegas. Udin mengangguk. Ia bergidik ngeri melihat kondisi Romi yang cukup mengerikan.
Diandra masih terpaku. Ia menatap tubuh Romi yang di seret pria berumur 35 tahun itu dengan pandangan yang sulit untuk diartikan. Perasaan Diandra bercampur aduk sekarang.
"Kenapa kau menatapnya seperti itu. Tundukkan tatapan matamu!" Xavier berkata dengan gigi yang mengerat menahan amarah yang masih tersisa di dada dan siap untuk meledak kapan saja.
"Kau bisa membunuhnya jika menghajar dia seperti itu!" jelas Diandra. "Aku tak mau dia mati,"
"Dia memang pantas mati, karena perbuatan yang telah dia lakukan padamu. Bagaimana jika aku terlambat datang. Mungkin kalian berdua sudah ...," Xavier menjeda perkataannya.
Rahangnya semakin mengerat dengan pemikiran yang terlintas di benaknya. Apalagi melihat kondisi Diandra yang berantakan. Xavier mengacak rambutnya kasar.
"Rapikan tubuhmu, mandi dengan bersih. Lalu temui aku di bawah!" Xavier membutuhkan sesuatu untuk melampiaskan amarahnya saat ini. Ia memilih untuk pergi setelah mengatakan perkataan itu pada Diandra.
Diandra mengangguk, memandang kepergian Xavier dengan napas lega. Wajar jika lelaki itu marah. Apa yang dilakukan Romi benar-benar sudah di luar batas. Dan ia pun bersyukur jika dirinya tak sampai dinodai lelaki itu.
Tak terbayangkan dalam pikirannya, ia akan mengandung anak lelaki itu. Tapi ia juga tak membenarkan sikap Xavier yang menghajarnya hingga hampir sekarat seperti itu.
^^^^^^^^
Belum sempat Diandra turun, Xavier lebih dulu masuk ke dalam kamar dengan salep di tangannya.
"Ada apa? Bukannya kau menyuruhku ke bawah?" tanya Diandra heran. Ia duduk di pinggir ranjang sehabis mandi dan masih menggunakan bathrobe.
Xavier mengabaikan ucapan Diandra. Ia memilih duduk di sampingnya. Lalu menarik sedikit tubuh Diandra agar berhadapan dengannya.
Xavier membuka tutup salep, mengeluarkan sedikit isinya dan menyapu pada dagu serta pinggir bibir Diandra dengan pelan. Diandra meringis merasakan pedih.
Diandra menahan tangan Xavier, genggaman tangannya membuat pria itu terpaku. Mata mereka kini bertemu. Saling menatap untuk menyelami hati masing-masing. Jarak yang begitu dekat membuat tatapan mata mereka begitu intens.
Kedua alis yang rapi tersusun dengan sepasang mata yang tajam. Bulu matanya panjang tapi tidak lentik. Hidung mancung serta bibir yang tebal namun seksi. Terbingkai dengan wajah yang tegas.
Diandra merasakan debaran jantungnya yang mulai berdetak tak menentu. Bertalu-talu membentuk irama simponi yang indah. Terasa ada kupu-kupu yang menggelitik perutnya. Seketika wajahnya yang putih mulai merona bagai buah peach yang mulai masak di pohonnya.
"Apa kau masih mencintainya?" ucapan Xavier meluncur begitu saja dari mulutnya. Pertanyaan yang selama ini tak pernah Diandra tanyakan di dalam hatinya.
Diandra mengalihkan pandanganya sejenak. Menatap ke sembarang arah.
"Untuk apa kita membahas hal ini?"
"Tentu saja penting, karena setelah kita menikah. Aku tak mau lagi melihat binar cinta di matamu untuk dia. Karena aku yang akan menjadi suamimu, aku tak suka berbagi wanitaku dengan lelaki lain!" Xavier mengucapkan kata-kata itu sarat akan sebuah peringatan.
Diandra terdiam sambil kembali memandang wajah pria di hadapannya dengan lekat.
"Apa ia sedang cemburu padanya saat ini? Kenapa? Tidak mungkin!"
Diandra menampik pemikiran yang sempat terlintas di kepalanya barusan. Pria itu tidak mungkin cemburu, Xavier tidak mencintainya. Mungkin ia sedang tersinggung dan takut dicemooh orang jika sampai tersebar kabar dirinya dikhianati istrinya karena masih mencintai mantan tuanngannya. Mungkin itu yang sebenarnya terjadi. Pikir Diandra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments