Diandra berjalan menuju kantor Xavier, ia tak menyangka pria itu sekarang memiliki perusahaan sendiri. Perusahaan baru yang tergolong pesat perkembangannya. Perusahaan yang bergerak dalam dunia properti juga. Sama seperti perusahaan yang ditinggalkan oleh orang tuanya, yang juga terdapat 10% saham orang tua Xavier.
Dulu Daka bekerja pada Mahendra–papa Diandra–Hingga saat ini. Itu sebabnya Mahendra memberikan 10% saham yang ia miliki untuk Daka. Sebagai penghargaan atas kinerja dan usahanya memajukan serta mengelola perusahaan tersebut.
Diandra pikir Xavier juga ikut membantu Daka mengurus perusaan tersebut. Saat melihat pria itu kerap pergi dengan pakaian rapinya. Ia tak menyangka jika pria itu justru membangun perusahaannya sendiri.
Hal yang cukup menakjubkan di mata Diandra. Setelah bertemu dengan resepsionis dan mengatakan keperluannya ke sini.
"Permisi Mbak, saya ingin bertemu dengan CEO Jaya Group." ucap Diandra sopan dengan resepsionis yang menatap ramah padanya.
"Maaf Bu, apa Ibu sudah membuat janji dan ada keperluan apa, ya?" tanya wanita yang cukup tinggi dengan rambut hitam yang di gelung ke atas. Ia tak mungkin mengizinkan sembarangan orang menemui CEO-nya yang terkenal dingin dan tegas. Ia tak mau memancing kemarahan Xavier dengan memasukkan sembarang orang ke ruangannya dan berimbas membuatnya kehilangan pekerjaan.
Diandra terdiam sejenak. Ia memang belum membuat janji pada CEO tersebut. Karena ia baru tahu jika Xavier adalah pemilik perusahaan ini. Ia pikir akan menemui lelaki tersebut di perusahaan papanya.
"Saya belum membuat janji dengannya. Tapi katakan saja nama saya Diandra Vania Saladin ingin bertemu! Dia akan mengerti," jawab Diandra dengan tenang.
Pandangan wanita bername tag Bella itu menatap Diandra dari atas hingga bawah. Diandra pun mengikuti arah pandangan matanya. Ia merasa tak ada yang salah dengan penampilannya saat ini.
"Tunggu sebenar ya, Bu. Saya akan menghubungi sekretaris beliau dulu,"
Diandra mengangguk, ia beralih duduk di sofa ruang tunggu yang ada di tempat tersebut.
Malik baru saja keluar dari lift, ia menemui resepsionis untuk menitipkan sebuah map yang akan diambil oleh kurir sebentar lagi. Bella berbicara pada malik sambil menunjuk Diandra yang sedang duduk memainkan ponselnya. Malik menoleh dengan dahi yang sedikit berkerut. Ia seperti familiar dengan wajah Diandra. Seperti pernah melihat wajah itu di suatu tempat. Namun ia lupa dimana.
Malik mengeluarkan ponsel yang ada di saku celananya. Menelpon langsung pada atasannya tersebut.
"Ibu Diandra Vania Saladin ingin bertemu dengan anda, Pak." ucap Malik saat panggilan telponnya terhubung dengan Xavier.
Dahi Xavier terlipat. "Bawa wanita itu ke ruanganku!" Jawab Xavier singkat. Lalu memutuskan sambungan telpon itu sepihak, . Setelah panggilan telpon tertutup, Malik langsung menemui Diandra sambil mengantongi kembali ponsel miliknya.
"Siang Bu, saya akan mengantarkan anda bertemu dengan Pak Xavier langsung. Silakan!" ucap Malik sopan pada wanita yang belum ia ketahui statusnya sebagai calon istri dari atasannya tersebut.
Diandra menoleh dan mengangguk. Ia tersenyum ramah dan berdiri mengikuti langkah kaki pria yang berjalan tegap di depannya. Mereka memasuki lift. Tangan panjang pria itu menekan angka 25 pada panel. Sesekali Malik melirik wanita yang kini berdiri di sampingnya melewati pantulan dinding Lift.
"Cantik," satu kata yang keluar dari bibirnya dengan suara yang begitu pelan. Bahkan saking pelannya tidak terdengar di telinga wanita itu. Hanya sebuah gerakan bibir serta senyuman yang terbit di bibir Malik.
Pria singgle yang sudah berumur matang ini terpikat pada Diandra pada pandangan pertama. Hal yang wajar, lelaki normal pasti akan merasakan keterpikatan pada wanita yang memiliki kesempurnaan dalam hal fisik. Namun, Malik tak berani menyapa dan bertanya, jika seorang perempuan sampai datang dan ingin bertemu dengan bosnya. Itu berarti wanita itu bukanlah orang sembarangan yang bisa ia dekati.
Pintu lift terbuka, menyadarkan keterpakuannya mengagumi ciptakan tuhan. Mereka keluar secara bergantian, Diandra terus mengikuti langkah kaki Malik. Mengantarnya ke ruangan yang berada di sebelah kanan. Ruangan yang paling besar di gedung itu. Pintunya tertutup rapat.
Malik mengetuk pintu itu perlahan sebagai tanda kesopanan.
"Masuk!" sahut suara dari dalam. Malik membuka pintu, ia masuk lebih dulu dan mempersilakan Diandra untuk masuk. Lalu pria itu pergi meninggalkan Diandra dan menutup pintu itu kembali.
Diandra menatap sekeliling ruangan yang didesain cukup mewah untuk sebuah ruang kerja. Lalu ia berjalan mendekati Xavier yang tampak sibuk dengan tumpukan map-map yang ada di mejanya. Diandra merasa ia datang di waktu yang tak tepat. Pria itu hanya melirik sekilas dengan wajah datarnya membuat Diandra gugup. Gadis itu tak mengerti kenapa ia harus gugup.
Diandra meletakkan bokongnya pada kursi yang ada di hadapan Xavier tanpa menunggu dipersilakan. Lagi pula untuk apa harus bersikap formal pada orang yang sudah lama dikenal dekat, seperti pria yang ada di hadapannya kini.
"Apa aku menggangumu?" tanya Diandra berbasa-basi memulai pembicaraan di antara mereka.
Diandra berdecak, ia tak suka berbicara dengan seseorang, tapi orang itu malah fokus dengan hal lain. Ia merasa diabaikan dan itu yang paling Diandra tak suka.
Xavier melirik Diandra, melihat raut tak sedap wanita itu pada map yang ada di tangannya. Xavier menarik tipis bibirnya, ia menutup kembali Map itu. Lama mengenal gadis itu, tentu ia paham betul apa yang disuka dan yang tidak disukai wanita cantik di hadapannya ini.
"Katakan, apa tujuanmu kemari. Kamu tak mungkin hanya sekedar untuk mengatakan selamat bekerja padaku, kan?" tanya Xavier santai. Ia bersandar pada kursinya sambil melipat kedua tangan.
"Batalkan rencana pernikahan kita!" ucap Diandra mantap to the point. Ia sudah memikirkannya berulang kali. Ia lebih baik menerima amarah dari Ayyana dan Daka setelah mengatakan kebenaran yang ada, daripada menyerahkan hidupnya pada pria minim ekpresi tersebut.
"Kenapa harus aku? Bukankah kau yang lebih dulu menciptakan kekacauan ini?" balas Pria itu sesantai mungkin. Konyolnya lelaki itu justru dengan santai menggoyangkan kursi yang ia gunakan kekiri dan kekanan, seakan pembahasan ini bukanlah pembahasan yang begitu penting untuknya.
"Aku tak sengaja melakukan itu semua. Aku pikir dengan mengatakan itu, Romi akan pergi meninggalkanku. Aku tak menyangka Om dan Tante mendengar semuanya. Jadi kamu harus bantu aku untuk menjelaskan semuanya. Tante Ayyana tak akan percaya jika aku menjelaskan seorang diri padanya," jelas Diandra.
Xavier menghentikan apa yang ia lakukan. Ia menatap Diandra tajam, membuat Diandra meneguk ludahnya kasar. Pria di hadapannya ini selalu tampak menakutkan setiap ia berada dalam mode serius.
"Bisa nggak kamu menatapku yang santai! Aku seperti akan menjalani eksekusi mati," seloroh Diandra yang membuat raut tegang di wajah Xavier mengendur.
"Sorry,"
"Pantasan sampai sekarang jomblo. Mana ada wanita yang mau dan tahan dengan ekspresi wajahmu yang seperti algojo," cibir Diandra. Memancing peperangan.
Setiap bertemu mereka selalu seperti itu. Xavier yang bagai kanebo kering sedangkan Diandra ceplas-ceplos dan berani. Dua komposisi yang tak dapat disatukan. Kecuali mukjizat Tuhan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments