Romi pulang ke apartemennya. Di dalam apartemen sudah ada Lisa yang menunggu dirinya dengan santai. Wanita itu duduk di depan TV. Matanya langsung menoleh saat pintu terbuka.
Lisa terkejut melihat Romi datang dengan wajah yang lebam. Ia beranjak dari duduknya, menghampiri lelaki itu.
"Ya ampun ... kenapa dengan wajahmu?" Ia heran, tak biasanya lelaki itu berkelahi hingga seperti itu.
"Ini semua karena sepupu Diandra yang bang-sat itu!" jawab Romi penuh dengan makian. Sebelah alis wanita itu terangkat.
"Xavier?"
"Iya siapa lagi. Gara-gara dia pernikahanku dan Diandra batal. Dan apa kamu tahu, mereka berdua justru akan menikah!"
"Apa ?!" Lisa terkejut. Matanya melebar dengan sempurna. Romi beranjak menuju sofa. Ia mengambil remote TV dan mematikannya. Kepalanya sudah pusing, ditambah lagi harus melihat tayangan yang membuat ia bertambah pusing. Dia heran, kenapa para wanita suka sekali melihat tayangan lelaki cantik dari negeri penghasil kpop tersebut.
"Dan yang paling membuatku jengkel. Ternyata lelaki bang-sat itu lebih pintar dari pada aku. Seharusnya aku yang menghamili Diandra, bukan malah dia!"
"Tunggu ... tunggu dulu," Lisa menggeser duduknya hingga rapat pada Romi. Menatap Romi menyelidik.
"Maksudmu, pernikahan kalian dibatalkan karena Diandra hamil dengan Xavier?!" imbuhnya.
Ia seakan tak percaya dengan apa yang ia dengar saat ini. Seperti sesuatu yang jauh dari ekspektasi-nya. Dari pada menjawab, Romi lebih memilih mengangguk dengan lirikan mata malas.
"Tapi bagaimana mungkin? Berulang kali aku menggoda pria itu. Bahkan aku sampai menjatuhkan harga diriku dengan memakai pakaian minim dan transparan. Jangankan tergoda atau pun tertarik padaku, itunya saja nggak bangun." Lisa mengangkat jari telunjuknya dan sedikit ia bengkokkan. "Mustahil jika Diandra hamil dengannya. Pria itu bermasalah dengan senjatanya!"
Lisa merasa yakin dengan argumentasi-nya. Ia masih ingat kejadian itu. Kejadian saat dirinya penasaran dengan kabar burung yang beredar tentang pria itu.
#Flasback#
Senja di ujung hari waktu itu memancarkan sinar kemerahan. Dua orang gadis sedang bersender pada balkon lantai dua yang terdapat pada kamar Diandra. Tatapan kedua gadis itu terpaku pada seorang pria yang baru saja turun dari mobil sambil membawa sebuah paperbag yang Diandra yakini itu adalah kiriman dari Tantenya.
"Aku heran, dia tampan dan lumayan mapanlah. Tapi kenapa belum juga dapat kekasih di umurnya yang segitu?" celetuk Diandra. Lisa yang mendengar pun menoleh.
"Ada kabar yang beredar kabar yang tak enak tentang sepupumu itu. Katanya ...," Lisa menjeda ucapannya sendiri. Ia menaikkan telunjuknya dan membengkokkannya di depan Diandra. Gadis itu tertawa. Tawanya yang cukup kencang membuat Xavier yang masih berada di bawah pun mendongakkan kepalanya ke atas.
Untuk sesaat tatapan mata Diandra dan Xavier bertemu, membuat tawa yang keluar dari mulut gadis itu terhenti dan berubah menjadi masam.
"Sepertinya orang yang sedang kita bicarakan sadar. Ayo kita ke kamar saja!" Lisa menarik tangan sahabatnya.
Sesampai di kamar, Diandra merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Matanya menatap langit-langit kamar. Sedangkan Lisa lebih memilih duduk di ranjang sambil memainkan ponselnya.
"Semenjak Om dan Tante meninggal, dia jadi sering datang kesini, ya?" Tampaknya Lisa yang masih penasaran dengan lelaki yang bernama Xavier tersebut. Sebenarnya dalam hati, gadis itu tertarik pada Xavier yang tampan.
"Karena Tante Ayyana. Semenjak Mama dan Papaku meninggal, Tanteku itu selalu khawatir padaku, ia menjagaku seperti Ibu kandungku sendiri. Hampir setiap hari ia mengirim orang untuk mengantarkan makanan untukku, padahalkan ... disini sudah ada pelayan yang mengerjakan semua itu. Bahkan sesekali ia memaksa Xavier untuk menginap disini untuk menjagaku. Memangnya aku anak kecil yang takut akan kesendirian," Diandra mencebikkan bibir dan mengembangkan pipinya karena kesal. Ia merasa kasih sayang Tantenya padanya terlalu berlebihan.
"Itu artinya kamu beruntung Diandra! Kamu masih memiliki orang yang menyayangimu. Sedangkan aku," Lisa mulai memainkan ekpresi sedihnya. Membuat Diandra yang sedang menoleh padanya menjadi iba.
Diandra bangkit dan mendekat pada Lisa. Ia mendekap Lisa yang sedang menunduk dengan mata yang berkaca-kaca.
"Jangan sedih, kan kamu punya aku. Apa yang aku miliki juga menjadi milikmu. Kitakan sahabat," ucap Diandra tulus. Dua wanita sepantaran itu saling berpelukan. Tanpa Diandra sadari, seringai tipis terbit di sudut bibir wanita yang ia anggap sahabat baik itu.
Dindra yang polos tak pernah menyadari jika yang ia anggap sahabat baik tak lebih dari seekor serigala yang menyamar menjadi domba yang menderita.
Malam ini Lisa menginap di rumah Diandra. Ia sengaja melakukan itu. Ia menggunakan gaun tidur yang sangat tipis yang ditutupi dengan sweater panjang. Kaki jenjangnya melangkah menuju dapur. Jam baru menunjukkan pukul 11 malam, Diandra sudah tidur nyenyak di kamarnya.
Ditengah kegelapan malam, ia melihat Xavier yang belum tidur sedang duduk berhadapan dengan leptop yang masih menyala.
"Selain tampan, ia juga pekerja keras," batin Lisa bersorak riang. Ia sudah menargetkan lelaki itu untuk menjadi miliknya. Jika ada yang ia inginkan, maka ia harus dapatkan.
"Malam, kamu belum tidur Mas?" sapa Lisa dengan manis. Xavier hanya menatap sekilas. Lalu kembali menatap layar persegi itu kembali. Tak ada raut terkejut di wajahnya.
"Kenapa kamu di sini? Kenapa tidak bersama Diandra!" bukannya menjawab, lelaki itu berbalik bertanya.
"Aku lapar. Bagaimana kalau aku buatkan kopi dan cemilan untuk teman kamu kerja!" tanpa menunggu jawaban dari lelaki itu, Lisa langsung melakukan apa yang ia katakan. Tak sampai 15 menit, segelas americano dan dua piring kecil roti bakar sudah siap terhidang di meja.
Hanya roti bakar yang Lisa suguhkan. Bukan karena di kulkas tak ada bahan makanan. Tapi karena memang ia tak pandai masak. Hanya roti bakar saja menu simple yang mahir ia kerjakan.
"Dinikmati dulu kopinya!" Lisa menyodorkan kopi pada Xavier dari seberang meja. Ia sedikit menundukkan tubuhnya, sengaja untuk memamerkan belahan dadanya yang menyembul menantang dari balik sweater yang ia kenakan.
"Xavier menoleh dan menatap datar wanita itu. Mengambil gelas yang disuguhkan, lalu kembali fokus pada pekerjaannya. Merasa usahanya yang pertama tak berasil, Lisa kembali pada aksi keduanya.
Ia memilih duduk di samping lelaki itu. Sengaja membiarkan sweater yang menutupi tubuhnya tak menutup sempurna. Hingga menampilkan gaun tipis yang ia kenakan. Posisi duduknya membuat bagian bawah baju tidur terangkat.
Terpampanglah paha putih nan mulus itu. Lelaki mana pun pasti akan tergoda dengan wangi tubuhnya yang semerbak, ditambah kemolekan tubuhnya yang indah. Ia tak percaya ada pria yang dapat menahan diri dari pesonanya malam ini.
"Diminum dong kopinya! Kamu ngerjain apa sih, hingga serius gitu?" Lisa semakin mendekatkan tubuhnya. Membuat dadanya yan padat berisi kini menempel di lengan kanan Xavier. Lelaki itu sedikit kaget, ia menatap Lisa tajam.
"Duduk yang benar!" ujar Xavier tajam. Lisa tersenyum tipis. Ia yakin lelaki itu pasti mulai tak nyaman dan tergoda dengannya. Lisa menginginkan kehidupan yang nyaman sebagai seorang wanita kaya. Menggoda pria-pria untuk menjadi ATM berjalan untuknya. Itu sudah menjadi keahliannya. Kali ini ia menginginkan Xavier untuk menjadi kekasihnya, jika ia memiliki suami kaya dan pekerjaan keras seperti Xavier, hidupnya tak hanya enak tapi sempurna. Pikirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments