"Sekarang aku mau bicara serius!"
"Memangnya sejak tadi kita tidak bicara serius?" Alis Xavier terangkat. Diandra mulai kesal. Ia mengangkat tangannya ke atas dan meremas gemas. Seakan wajah lelaki itu yang ada di genggaman tangannya dan ingin ia remukkan.
Xavier tersenyum tipis. Membuatnya marah menjadi kesenangan tersendiri untuknya.
"Dengar pokoknya aku mau pernikahan kita ini dibatalkan. Aku mau kamu bantu aku untuk mengatakan pada Om dan Tante!" ujar Diandra terdengar seperti nada perintah.
"Kalau aku nggak mau?" tantang Xavier. Ia tak suka diperintah dan tampaknya dia juga tak ada niat untuk membatalkannya.
"Percuma bernegosiasi denganmu. Lagi pula sejak kapan seorang Xavier mau mendengarkannya!" Diandra menghela napas berat. Keputusannya datang ke tempat ini bukanlah keputusan yang tepat.
Xavier bangkit dari duduknya, mengitari meja. Lalu duduk di sudut meja menatap Diandra yang menunduk sedih. Wajahnya ditekuk ke dalam seperti anak kecil yang sedih karena keinginannya tidak ia dapatkan.
"Lalu kamu mau apa sekarang?" pancing Xavier. Ia ingin tahu apa yang akan dilakukan gadis itu. Xavier paham betul dengan Diandra. Ia gadis yang susah di tebak, kadang moodnya suka berubah-ubah layaknya gelombang laut.
Saat ini ia tampak pasrah. Namun sedetik kemudian ia akan melakukan hal-hal konyol yang impulsif.
"Paling aku akan ke rumah sakit. Melakukan tes keperawanan, terus kasih sama tante Ayyana untuk bukti kalau aku itu tidak hamil. Aku akan bilang kalau kemarin aku hanya sedang bersandiwara dan menggunakan kamu sebagai tameng," jawabnya jujur. Xavier menarik sudut bibirnya.
Benarkan apa yang dia pikirkan. Setelah membuat drama hamil, sekarang Diandra membuat lagi pertunjukan klarifikasi kalau ia tidak hamil.
"Satu tahun!"
"Hah ... apa?" tanya Diandra bingung. Ia mencoba memastikan jika apa yang ia dengar tidaklah salah.
"Kontrak satu tahun pernikahan!" ulang lelaki itu lagi. Diandra terdiam sejenak. Ia menatap wajah Xavier, mata mereka pun bertemu pandang. lalu gadis itu terkekeh.
"Bisa nggak berhenti bercanda. Ini tidak lucu dengan wajah kamu yang datar begitu. Nampak banget hidupmu terlalu kaku. Sampai-sampai bercanda pun, raut wajahmu nggak bisa berubah," ejeknya.
"Aku juga sedang serius Diandra! Memangnya kamu tidak melihat, hah?" balas Xavier tak terima. Diandra menatap wajah Xavier, mata mereka pun bertemu pandang.
"Perasaan mau sedih, marah, bahagia dan kecewa. Raut wajahmu tetap sama. Datar!" jawab Diandra jujur. Seperti itulah gambaran Xavier di matanya. Pria itu seolah minim ekpresi. Dan Diandra tak tahu apa yang menyebabkan pria itu menjadi seperti itu. Seingatnya dulu, saat mereka masih anak-anak Xavier menjadi teman bermain yang menyenangkan untuknya.
Lelaki itu menghela napas, melipat kemeja yang ia kenakan hingga sebatas siku, merenggangkan sedikit dasi yang mencekik lehernya itu. Xavier menurunkan punggungnya. Membuat jarak antara mereka terkikis. Wajah mereka hanya berjarak dua kilan saja.
"Satu tahun, kita menikah selama satu tahun. Anggaplah kita bekerja sama, simbiosis mutualisme. Kau memanfaatkanku dan aku membutuhkanmu untuk mengusir pemikiran negatif orang-orang tentangku. Selama kita menikah aku akan melakukan tugasku sebagai suami, memberimu nafkah yang layak serta membantumu mengelola perusahaan almarhum papamu. Aku tahu kamu tipe orang yang tidak mau terbebani dengan urusan perusahaan. Kamu lebih menyukai berkutat dengan bebatuan berwarna-warni yang menjadi hobimu itu." jelas Xavier panjang lebar
Diandra cukup terpana, bukan karena tawaran yang diberikan pria itu. Tapi ucapannya yang panjang lebar yang tak pernah Diandra dengarkan.
Gadis itu terdiam sejenak. Apa yang dikatakan pria di hadapannya kini ada benarnya juga. Ia bisa memanfaatkannya untuk menyingkirkan Romi. Jika ia tidak menikah, mungkin lelaki itu masih akan terus mengejarnya. Sedangkan ia sudah terlanjur berbohong di hadapan Ayyana. Mungkin ia bisa mengatakan kejujurannya, namun ia juga tak tega membuat hati wanita yang sudah terlalu baik padanya selama ini menjadi sedih.
"Menggiurkan, tapi aku memiliki 3 syarat!" Diandra mengangkat tiga jarinya di hadapan Xavier, ia mulai bernegosiasi layaknya pembisnis handal. Seperti kata pepatah, mumpung ada kesempatan kenapa tidak dilewatkan.
Xavier mengangguk. "Katakan!" menarik kembali tubuhnya. Ia melipat tangannya dengan santai untuk mendengarkan rentetan persyaratan yang akan diajukan oleh Diandra.
Diandra memiringkan wajahnya dan menaikkan dagunya sedikit, matanya menatap keatas. Memikirkan sejenak 3 syarat yang ingin ia pinta.
"Pertama, kita hanya akan berinteraksi non verbal hanya saat berada di luaran, sekedar menunjukkan bahwa pernikahan kita baik-baik saja dan tak adanya gosip miring selama pernikahan ini terjadi. Kamu boleh jalan sama teman sesama jenismu itu, menginap ataupun melakukan hal yang lain. Aku tak peduli, asalkan kamu bisa menjamin semuanya tidak ketahuan. Aku tak mau menjadi istri yang menyedihkan, di mata orang lain. Karena suamiku selingkuh dengan lelaki lain," jelas Diandra membuat mata Xavier mendelik.
"Aku juga tidak berminat dengan lelaki lain," balas Xavier cepat. Tangannya menggaruk pelipisnya pelan, sejenak. Kemudian kembali ke mode awal.
"Bagus!"
"Ke-dua, aku tak suka diatur dan dibatasi pergaulanku. Aku tahu batasanku jadi tak perlu ikut campur dengan segala urusan pribadiku," Diandra melanjutkan kembali.
"Aku tidak suka istriku pulang lewat dari jam 5 sore. Aku juga tak suka istriku berinteraksi non verbal dengan pria lain selama pernikahan. Karena akan menimbulkan persepsi buruk," balas Xavier sedikit keberatan dengan syarat kedua yang diberikan wanita itu.
"Nggak bisa gitu dong. Kalau aku mau keluar malam bagaimana?" protes Diandra.
"Silakan, tapi setelah meminta izin padaku!" sahut Xavier tegas. Diandra berdecak, bernegosiasi dengan pria ini ternyata tak semudah yang ia bayangkan.
"Hmm. Ada lagi syaratnya?" tanya Xavier.
"Ada!" sungut wanita itu setelah syarat kedua yang ia berikan ditolak.
"Ke-tiga, ini yang paling penting. Karena pernikahan ini hanya penikahan palsu. Aku tak mau adanya kontak fisik yang menjurus keintiman sepasang suami istri."
"Baiklah. Aku bukan pria yang suka memaksa. Kecuali jika kamu yang memberikannya secara suka rela,"
Diandra mendelik. Ia ingin melempar sepatunya pada pria yang ada di hadapannya ini. Kata-kata terakhirnya terdengar menyebalkan di telinganya.
"Seolah mampu saja!" ejek Diandra di dalam hati.
"Lalu bagaimana syaratku yang kedua?" tanyanya kembali. Ia masih tak puas dengan jawaban yang diberikan Xavier padanya.
"Aku tetap pada ucapanku tadi. Antara 3 syarat yang kamu berikan. Hanya yang kedua yang aku tolak. Apa itu terlalu bermasalah untukmu? Sama seperti dirimu yang tak ingin tebar rumor aku selingkuh. Maka aku juga tak ingin hal yang sama denganku. Cukup adil, bukan?"
Diandra diam. Ia kembali berpikir atas apa yang diucapkan pria itu. "Baiklah. Deal!" Diandra menjulurkan tangannya ke arah Xavier. Alis pria itu terangkat. Namun tangannya bergerak membalas jabatan tangan tersebut.
"Deal," sahut Xavier. Senyum tipis terkembang di wajah Diandra. Hidupnya akan aman untuk sementara ini. Ia bisa bebas dari pria bernama Romi dan mendapatkan ATM berjalan setiap bulan, selama satu tahun ke depan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments