Bab. 4

Satu sisi ia ingin berbalik dan berlari. Menutup mata dan telinga serta berlagak tak tahu apa-apa. Menganggap semuanya ini tak pernah terjadi. Namun di satu sisi lagi, ia tak ingin menjadi orang buta yang diam saja saat cintanya dikhianati.

Dengan menahan segala rasa yang membuncah di dada. Diandra melanjutkan kembali langkah kakinya, bukan hanya air mata yang menetes. Namun keringat dingin pun ikut menetes bercampur menjadi satu dengan air matanya itu.

Saat mulai mendekati pintu kamar, Diandra mendengarkan suara-suara tak asing di telinganya. Jantungnya semakin berdegup kencang, ia semakin mendekat dan mendapati celah pintu yang tidak tertutup sempurna.

Mata Diandra melebar seakan ingin keluar dari tempatnya. Mulutnya pun ikut terbuka, hatinya teremas. Diandra melihat suaminya sedang menindih tubuh seorang wanita yang sangat ia kenal. Dengan posisi tubuh bagian bawah mereka yang saling menyatu. Mereka berdua sedang menikmati hentakan yang dilakukan Romi pada wanita itu.

Sakit? terluka?

Jelas ia merasakan semua rasa yang membuat jiwanya hancur detik itu juga. Di depan matanya sendiri, ia melihat suami dan sahabat yang paling ia percaya sedang bermesraan dan memadu kasih, berbagi kenikmatan di atas ranjang di belakangnya.

Selama ini mereka berdua bersikap wajar di hadapannya, atau mungkin mereka yang terlalu lihai menyembunyikan segalanya di belakangnya. Sedangkan Diandra terlalu bodoh untuk mengerti kebusukan hati suami dan sahabatnya itu.

Brak!

Rasa sakit dan amarahnya melebur menjadi satu, membuncah tinggi hingga ke ubun-ubun. Hanya satu kali tendangan, pintu itu pun terbuka dengan kuat hingga menghantam dinding dan hmenimbulkan suara yang cukup keras. Membuat pasangan yang sedang dilanda kenikmatan itu pun ikut terkejut. Sontak mereka menoleh.

"Baji-ngan! Dasar kalian berdua pasangan tidak tahu diuntung!" teriak Diandra begitu lantang.

Nafasnya Diandra memburu, ia mendekati wanita yang tengah beringsut sambil memegangi selimut untuk menutupi tubuhnya yang polos.

Sementara Romi langsung turun dari ranjang. Menyambar celananya dan pakaiannya yang berceceran di lantai dan langsung memakainya dengan asal.

Bukan Diandra namanya jika hanya akan nangis tanpa adanya perlawanan. Dadanya begitu sesak dan ia butuh pelampiasan saat ini juga.

Seperti orang yang kesurupan. Sebuah tamparan keras ia layangkan ke pipi putih wanita itu berulang kali.

"Kau–kau tega padaku. Aku sahabatmu Lisa! Namun kenapa kau tega menikamku seperti ini, hah!"

Lisa meringis sakit. Sudut bibirnya sedikit robek akibat tergigit giginya sendiri saat Diandra menamparnya.

Lisa memberontak. Ia mencakar lengan Diandra hingga tangan wanita hamil itu terlepas. Kemudian Lisa mendorong tubuhnya menjauh.

Lisa berdecih. "Sahabat? Bukankah teman harus saling berbagi. Seperti yang selalu kamu katakan padaku. Kenapa sekarang kamu marah jika aku memintamu berbagi suami denganku. Hmmm," ucap Lisa tak tahu malu. Ia seakan tak berdosa dengan apa yang sudah ia perbuat.

"Aku mengatakan itu karena kasihan padamu. Aku tak ingin menyakitimu saat kau jual mahal menolak bantuan dariku. Berbagi yang aku maksud adalah berbagi kesusahanmu padaku. Bukannya berbagi suami! Tapi aku tak menyangka, manusia yang aku bantu selama ini adalah ular berbisa!" sungut Diandra.

Ia menatap Lisa dengan tatapan merendahkan. Diandra merasa jijik melihat wajah tak bersalah yang ditunjukkan wanita itu.

Diandra kembali mendekat, ia tak putus asa. Dengan gerakan cepat Diandra menarik rambut Lisa kasar, hingga membuat wanita berambut panjang itu menjerit kesakitan. Romi yang sedari tadi hanya menonton kini terperanjat kaget.

"Ini balasanmu terhadapku, hah! Setelah apa yang telah aku berikan padamu. Kamu justru naik ke atas ranjang suamiku. Sahabat macam apa kamu, hah! Dasar wanita murahan! " maki Diandra membabi buta.

Nafas Diandra semakin memburu seperti singa lapar yang mengincar mangsa. Jambakan tangan Diandra di rambut Lisa semakin kuat membuat kepala Lisa berdenyut sakit.

Terasa seakan rambut dan kulit kepalanya akan terlepas dari tempatnya saja. Wanita itu tak henti menjerit. Setelah menjambak dengan keras. Diandra mendorong tubuh Lisa hingga wanita itu terlentang ke atas ranjang dengan tubuh polosnya.

Kini Diandra berada di atas tubuh Lisa, ia mendaratkan pukulannya di wajah wanita itu. Hatinya semakin memanas mengingat adegan yang ia lihat tadi, bahkan sangat panas mengalahkan panasnya sengatan matahari saat membakar kulit.

Bukan hanya tamparan, tapi bogem mentah juga ia berikan pada wanita itu. Beberapa kali Lisa menepis tangan Diandra. Namun tak bisa. Semuanya Diandra lakukan secara cepat. Hingga membuat wanita itu kelabakan. Termasuk Romi yang kaget melihat istrinya yang selama ini kalem, bisa mengamuk layaknya singa betina yang liar.

Romi segera melerai perkelahian antar dua wanita tersebut. Ia manahan tubuh Diandra dan menyeretnya untuk menjauh dari Lisa. Wajah Lisa babak belur olehnya serta goresan di beberapa bagian tubuh lainnya. Lisa menatap Romi dengan tatapan memelas.

"Lepaskan aku, aku ingin menghajar sahabat yang tidak tahu malu serta tidak tahu diri itu! Sudah aku tolong, aku beri pekerjaan yang bagus agar ia mendapatkan kehidupan yang layak, tapi apa balasannya terhadapku! Kau bagai anjing yang menggigit tuanmu sendiri!" Diandra memberontak.

Ia memaki dan mengumpat. Kalimat ketus terus mengalir dari bibirnya sebagai pelampiasan rasa kesalnya.

Diandra berusaha melepaskan tangan Romi yang memeluknya dari belakang. Namun pelukan lelaki itu terlalu erat membuatnya sulit bergerak. Diandra tak hilang akal. Ia menghentakkan dengan keras tumit sebelah kanannya ke atas kaki kanan suaminya.

"Arkhhh," Romi menjerit kesakitan. Pelukan di tubuh istrinya pun terlepas. Diandra yang masih berang, kembali melanjutkan apa yang ia lakukan tadi. Lisa panik, ia mencoba untuk melindungi diri. Dalam ketakutan wanita itu semakin beringsut dan menghindar.

Melihat Diandra yang semakin menggila, sambil menahan perihnya kaki, Romi menarik tangan Diandra. Dia menampar wajah istrinya itu keras hingga tersungkur ke lantai. Namun naasnya, sebelum tersungkur ke lantai kepala Diandra terlebih dahulu menabrak sudut nakas hingga membuat dahi wanita itu berdarah.

Diandra terduduk, tangannya tergapai memegang pelipisnya yang terasa basah. Cairan di kepalanya mengalir cukup deras. Tatapan Mata Diandra nanar menatap darah yang tercetak di tangannya kini. Seketika kepala Diandra terasa hingga kesadarannya pun menghilang.

~ ~ ~

"Mas, kamu yakin melakukan ini semua? Bagaimana kalau kita nanti ketahuan?"

Diandra mendengar suara yang samar-samar, dengan perlahan membuka matanya yang masih terasa berat. Hal yang pertama kali ia lihat adalah kegelapan sang malam di depan matanya. Rembulan seakan berada tepat di depan kaca depan mobilnya.

Pepohonan yang bergoyang terhembus angin yang cukup kencang, tubuhnya yang berada di dalam mobil terasa dingin membeku. Debur ombang yang begitu kencang memekakkan telinga, serasa berada di bawahnya. Diandra tak tahu pasti ia berada dimana, namun feeling-nya mengatakan ia berada di ujung jurang untuk menjemput kematian.

"Jangan khawatir, aku sudah merencanakan semuanya sedetail mungkin. Mereka akan menilai apa yang terjadi padamu saat ini hanyalah kecelakaan semata. Jadi tak ada yang akan curiga pada kita," ucap suara Romi begitu yakin.

Lisa tersenyum bahagia, hati nurani mereka berdua telah mati karena keindahan harta dunia yang seharusnya bukan menjadi milik mereka.

Mata Diandra berkaca-kaca mendengarkan obrolan itu. Dua orang yang selama ini begitu ia percaya dan ia cintai, justru sedang mempersiapkan kematiannya dengan begitu matang.

Dengan sisa tenaga yang ada, ia berusaha menoleh ke samping dengan perlahan, dengan mata yang telah mengerjap sempurna dan penuh air mata. Ia masih dilanda ngantuk berat, walau pikirannya kini dalam keadaan sadar. Semua itu akibat obat tidur yang Romi suntikkan padanya.

"Wah ... kalau begitu, kita akan dapat asuransi, donk. Berapa nominalnya, Mas? 500 juta kan, kamu hebat, Mas. Bisa-bisanya kamu kepikiran membuat asuransinya ini untuk Diandra. Tapi baguslah ... semakin ia cepat mati maka semakin bagus, semua harta ia akan menjadi milik kita plus asuransi," ucap Lisa girang.

Diandra berusaha untuk bergerak, namun tubuhnya terasa begitu lemas tak bertenaga dan tak dapat ia gerakkan, hanya mata saja yang dapat menatap sayu kearah dua pasangan yang sedang tertawa dengan rencana spektakuler yang mereka miliki untuk melenyapkan nyawanya.

Lisa yang menghadap ke arah kaca, bertemu pandang dengan mata Diandra. Sebuah seringai terbit begitu jelas di sudut bibirnya.

"Wah ... ternyata Tuan Putri kita sudah bangun. Ayo, Mas! Kita antar putri cantik ini ke dunia yang penuh dengan kebahagiaan." Lisa menarik tangan Romi tak sabar. Sebelum bergerak, Romi menatap sebentar ke wajah istrinya. Ia melihat tatapan wanita itu memohon, rasa iba itu menyusup di hati.

Terpopuler

Comments

mama Al

mama Al

Apa mereka punya rencana jahat pada Diandra

2022-08-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!