Bab 3. Luka Yang Sama

Pov Meisya

~ Aku merasa tidak pernah melakukan kesalahan, karena aku hanya ingin memperjuangkan cinta ku. Jika mereka menganggap ku menodai pernikahan, maka itu biarlah menjadi urusan ku dengan sang pencipta. Yang terpenting adalah, saat ini aku tetap bisa bersamanya dalam keadaan apapun.~

****

Aku kembali meringkuk di ranjang besar ku. Ponsel yang baru saja aku gunakan untuk berbicara dengan laki-laki yang aku cintai, masih berada dalam genggaman. Entah bagaimana nasib pernikahan dan kisah cinta ku ini. Pernikahan yang bahkan tidak di ketahui oleh kedua orang tua ku, maupun kedua orang tua Riyan. Mungkin dengan ini, Allah sengaja memberiku teguran, jika apa yang aku lakukan selama ini sudah salah di mata-Nya.

Lalu bagaimana? Apa yang harus aku lakukan kini? Cinta ku untuk Riyan begitu besar, dan aku tidak ingin laki-laki itu meninggalkan ku sendirian di sini.

"Honey.." Suara laki-laki yang selalu mencintai ku, terdengar di balik pintu kamar.

"Iya, Dad." Sahut ku tanpa berniat bangun dari tempat tidur. "Besok aja ya, Dad. Aku ngantuk banget, hari ini banyak pasien." Ucapku lagi agar laki-laki yang aku yakin masih berdiri di depan kamar tidur ku segera berlalu dari sana.

"Baiklah, kita bicara besok ya, Nak." Suara Daddy Erland kembali terdengar.

"Baik, Dad." Jawab ku lagi. Hembusan nafas lega keluar dari mulutku saat mendengar langkah kaki Daddy mulai menjauh dari depan kamar tidurku. Sumpah demi apapun, aku tidak ingin mereka tahu bagaimana mengenaskan nya aku hari ini karena pernikahan Riyan. Pernikahan yang di saksikan oleh keluarga besar, dan seluruh teman-teman kami. Mungkin saja, hanya aku sendiri yang tidak menghadiri acara mewah itu.

Dengan tubuh yang tertutup selimut tebal, aku kembali mengusap-usap layar ponsel ku. Berharap satu pesan untuk mengobati kegundahan ku malam ini, kembali masuk. Namun, sayang harapan ku itu hanyalah tinggal harapan.

Ah, aku begitu bodoh. Mana ada sih laki-laki yang mau melewatkan gadis manis dan cantik seperti Zahra. Banyak dokter di rumah sakit yang ingin mempersunting gadis manis itu, tapi putra ke dua dari pemilik rumah sakit sudah lebih dulu meminangnya. Ah, jika saja Allah memberikan umur yang panjang pada Rayan, mungkin kisah cinta ku dengan Riyan tidak akan serumit ini.

Aku ingin mati. Aku benar-benar ga kuat membayangkan jika di sana Riyan sedang memeluk gadis itu, sedangkan aku hanya memeluk bayangan nya disini.

Jika benar kata Riyan gadis itu terluka, maka aku pun sama terlukanya dengan dia. Hatiku sama perih nya, karena harus merelakan laki-laki yang aku cintai menikahi gadis lain hanya karena amanah dari orang yang telah tiada.

Malam semakin larut. Ini adalah malam terpanjang yang pernah aku lewati. Selama ini, aku tak pernah merasakan segalau ini, hingga mata ku tak ingin di ajak untuk berisitirahat. Padahal, aku membutuhkan energi yang banyak agar bisa kembali melewati esok dengan baik. Hatiku sudah terlalu lelah, untuk itu aku membutuhkan tubuhku agar masih mampu melewati setiap jalan terjal yang aku ciptakan sendiri dalam hidupku.

Jika saja, hari itu aku tidak memaksa Riyan menikah, mungkin saja aku tidak akan merasakan bagaimana sakitnya menjadi istri yang di madu dengan wanita lain. Tapi di satu sisi, aku pun tidak bisa merelakan laki-laki yang aku cintai menikah dan hidup bersama gadis lain. Sungguh, aku tidak akan sanggup bahkan hanya untuk membayangkannya saja.

Malam mulai beranjak pergi. Tapi, mata ku belum juga bisa di ajak untuk terlelap. Mungkin malam ini, aku benar-benar tidak akan bisa terlelap, karena wajah Riyan terus saja menari-nari di otak ku.

Dengan perlahan aku menyibak selimut putih yang membungkus tubuhku, lalu beranjak dari atas ranjang dan melangkah menuju balkon kamar tidurku dengan ponsel yang masih berada dalam genggaman.

Masih menunggu pesan dari Riyan atau hal apapun itu masuk ke dalam ponsel ku. Namun, sepertinya aku terlalu berharap, hingga lupa jika kini bukan hanya diriku yang ada dalam hidup Riyan.

Angin malam yang dingin menerpa wajahku. Menerbangkan helaian rambut yang tidak lagi beraturan. Gaun tidur selutut yang ku gunakan, ikut terbang tertiup angin.

"Shalat, ya."

Satu pesan masuk ke dalam ponsel. Yah, ini dia imam ku yang tak pernah lupa mengingatkan ku akan pencipta kami. Tidak menunggu lama, aku langsung menghubungi nomor ponselnya, dan beruntung laki-laki yang sejak semalam membuat mata ku tak bisa terpejam, segera menjawab panggilan ku.

"Aku mau shalat subuh, Mei." Ucapnya, dan aku masih diam. Hanya mendengar suaranya seperti ini, sudah membuat hatiku bergemuruh.

"Kalau Mas masih mau bicara di telepon, aku shalat duluan aja, ga apa-apa." Suara wanita lain kembali terdengar di rungu ku, membuat dadaku kembali sesak.

"Nggak, kita shalat berjamaah. Mei, udah ya." Ucap Rian lagi. Aku menjatuhkan tangan ku, menjauhkan benda pipih itu dari telinga agar tidak mendengar sesuatu yang akan membuat hatiku semakin sakit.

Sepertinya Riyan berbohong padaku. Gadis itu terdengar baik-baik saja. Dia sama sekali tidak terluka dengan keadaan kami.

Aku berbalik dan masuk ke dalam kamar dengan air mata yang kembali menetes membasahi pipi. Kehidupan seperti apa yang ku pilih ini, Tuhan? Cinta seperti apa yang aku perjuangkan ini? Mengapa cinta ini begitu menyakitkan?.

Jika di malam-malam sebelumnya aku akan bersemangat menunaikan apa yang di perintahkan, tidak dengan malam ini. Karena setelah pagi menyapa, aku pasti akan kembali terluka, kala mendapati mereka bersama.

Aku kembali merebahkan tubuhku di atas ranjang, hingga terlelap. Yah, aku benar-benar lelah. Tidak hanya tubuhku yang lelah, tetapi juga hatiku. Baru saja mata ini ingin terpejam, ketukan di pintu kamar tidur ku, terdengar bersama suara yang tidak asing lagi.

"Anak Mama kok masih tidur sih? dasar Dokter malas."

Selimut yang menutupi tubuh ku, di tarik oleh nya. Mama tidak tahu, bahwa mataku baru saja terpejam.

"Bangun, Sayang. Banyak ibu hamil yang sedang menunggumu." Ucap Mommy lagi.

Aku menggeliat pelan, dan memaksa tubuh ku bangun dari atas ranjang.

"Ada apa dengan matamu?" Tanya Mommy Friska padaku.

"Riyan menikah, Mam." Lirihku. Mom dan Dad ku tahu hubungan aku dan Riyan, begitu juga dengan orang tua Riyan.

"Loh, Mommy pikir kamu memang sudah merelakan dia."

Aku menggeleng. Aku mengizinkan, tapi tidak bisa merelakannya. Begitulah batinku berteriak. Pernikahan ku dan Riyan, tidak di ketahui oleh keluarga kami. Pernikahan sirih yang aku paksakan, hanya sebagai pengingat, agar Riyan tidak lupa tentang aku dan cinta kami.

Terpopuler

Comments

Jumadin Adin

Jumadin Adin

ooo ternyata meisya anaknya friska yg ngotot mencintai pasangan orang spt mommy nya

2022-12-23

0

Septiyani Hasanah

Septiyani Hasanah

nasibnya meisya sama kyak ibunya ,pengen nya jodoh ma keluarga riyan tapi mang ga ada jodohnya,ibunya bisa nerima jeadaan nikah ma orang lain lha meysha mlh maksa in diri untuk masuk dgn cr yg salah .ntar yg rugi dia sendiri.bukan slh zahra ga mau ikut sjenario nya suami untuk tanda tangan oerjanjian karena nikah itu di hadapan Allah pertanggung jawaban nya jga ke Allah.pa lg fi pinang & di nikahi resmi dgn keluarga suami nya.salahnya meisya yg majsain takdir.

2022-08-13

0

Mae_Tari

Mae_Tari

Beda ya kak ceritanya dari yg kemarin..

2022-08-13

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!