Bab 8. Flashback Part 4

Rumah kediaman Kenan Hermawan nampak begitu mencekam. Hari ini, seluruh keluarga mengantarkan Rayan, salah satu putra pemilik rumah ke peristirahatan terakhir.

Riyan Hermawan, laki-laki yang bergelar sebagai dokter ahli jantung dan pembuluh darah jebolan dari salah satu Universitas terbaik di Jerman itu, mengayunkan langkahnya menuju kamar tidur adik kembarnya. Meninggalkan ruang keluarga yang masih di liputi oleh duka yang begitu mendalam.

Rayan Hermawan, adik nya yang sudah mengidap penyakit jantung sejak baru di lahirkan sudah kembali kepangkuan Nya. Meninggalkan ia dan keluarganya bersama duka dan kenangan yang semakin membuat dadanya sesak. Bagaimana tida, tujuannya untuk mempelajari tentang jantung, karena ingin menyelamatkan adik kembarnya itu, namun, lihatlah sekarang bahkan seorang dokter yang begitu di hormat seperti dirinya pun tak mampu melawan batas waktu yang sudah tercatat rapi di lauh mahfuz.

Dengan perlahan dan hati-hati, Riyan mendorong pintu kamar mendiang adik kembarnya. Air mata seketika tumpah ruah, saat memasuki kamar itu langsung di suguhkan oleh banyak foto prewedding adik kembarnya bersama seorang gadis yang ia kenal bernama Zahra.

Bukan karena ia mengenal dekat secara langsung, namun, ia mengetahui semua tentang gadis itu dari sang adik. Setiap kali mereka membahas tentang kesehatan Rayan, adiknya itu justru akan mengalihkan topik dan membicarakan tentang gadis yang dia cintai bernama Zahra.

Riyan membawa tubuhnya, lalu duduk di tepi ranjang yang begitu dingin padahal pemiliknya baru meninggalkan kamar itu hari ini. Bedcover berwarna putih, di usapnya dengan lembut seperti saat ia mengusap kepala adiknya ketika ia bisa menyempatkan diri di tengah kesibukan kuliah nya Berlin.

"Maafkan aku tidak sempat menyelamatkan kamu." Ucapnya pelan.

Beberapa saat kemudian, pintu yang ia biarkan terbuka, di dorong dari luar kamar. Seorang gadis yang tadi ia tinggalkan di ruang keluarga sedang menangis sedih dalam pelukan ibunya, kini melangkah masuk ke dalam kamar.

"Permisi, Mas. Aku hanya ingin mengambil bingkai foto itu untuk aku simpan." Izin Zahra sebelum melangkah semakin dalam masuk ke dalam kamar mendiang calon suaminya.

Namira Zahra Maulida, gadis yang seharusnya akan menjadi pengantin paling bahagia dalam beberapa hari kini harus menguatkan hati untuk mengantar kepergian calon suaminya ke kehidupan yang abadi.

Riyan mengangguk.

Zahra melangkah masuk ke dalam kamar mewah dengan dekorasi yang begitu indah itu. Wajah cantiknya terpajang hampir di setiap sudut ruangan itu. Dengan hati-hati, di sertai isak tangis samar juga air mata yang terus tumpah membasahi pipinya yang sembab, Zahra mulai menurunkan satu persatu gambar dirinya dari dalam kamar itu.

Riyan terdiam tanpa suara, sambil menautkan tangannya.

"Dia sangat cantik, Bang. Aku sangat ingin menjaganya. Dia gadis yang baik."

Kalimat penuh kebahagiaan yang di ucapkan Rayan beberapa bulan yang lalu sebelum kedua orang tuanya melamar Zahra kepada pemilik panti asuhan yang di mana calon istri dari mendiang adik nya ini tinggal, terus menari-nari di otak nya.

"Jika Zahra tidak bahagia, maka aku sendiri yang akan menuntut Abang di hadapan Allah nanti."

Riyan semakin tertunduk dalam. Air mata pun ikut menetes keluar dari sudut mata nya saat mendengar isakan samar dari gadis yang sedang menurunkan beberapa pigura di dalam kamar itu. Kalimat penutup usia adiknya hari ini, terus terngiang-ngiang di kepalanya.

"Itu berat, tinggalkan saja di sana, biar nanti aku yang membawa nya turun." Ujar Riyan.

Zahra meletakan beberapa bingkai foto yang ada di dalam pelukannya, ke atas ranjang tempat Riyan duduk. Setelah berpamitan, Zahra turun menuju lantai bawah di mana keluarga calon suaminya berada. Juga pemilik panti asuhan tempat ia tinggal sedang menunggu nya.

Eliana menatap heran gadis yang sedang memasuki ruang keluarga di mana mereka berada. Calon menantunya ini tadi berpamitan untuk mengambil beberapa bingkai foto yang ada di kamar Rayan, untuk di jadikan kenangan. Namun, Zahra memasuki ruangan itu dengan tangan kosong.

"Bingkainya mana, Nak ?" Tanya Eliana.

Zahra belum sempat menjawab pertanyaan calon ibu yang batal menjadi ibunya, Riyan sudah ikut melangkah masuk ke dalam ruangan itu sambil membawa beberapa bingkai foto.

Eliana tersenyum. Wanita paruh baya yang masih nampak terlihat cantik walau dengan mata yang sembab itu, tidak bisa menahan diri untuk tersenyum saat melihat putranya tida mengabaikan gadis yang mati-matian di inginkan oleh mendiang putranya yang lain.

Riyan meletakkan pigura yang berisi gambar mendiang adik kembar dan calon adik iparnya itu di atas meja sofa, kemudian membawa tubuhnya untuk ikut duduk di sofa yang ada di ruangan itu. Sejenak ia terdiam, sambil menatap Zahra yang sedang tertunduk dalam.

"Iyan akan menikahi Zahra, Bu." Ucap Riyan yakin.

Zahra segera mengangkat kepalanya, lalu menatap laki-laki yang juga sedang menatap ke arahnya.

"Persiapan pernikahan sudah matang. Undangan sudah di sebarkan. Jika pernikahan ini tidak akan di langsungkan, apa kata orang nanti." Sambung Riyan.

"Tidak, kamu tidak akan pernah menikahi Zahra jika alasan kamu menikahinya hanya karena ingin menjaga nama baik keluarga." Tegas Kenan. Sungguh, ia sudah menganggap Zahra seperti putrinya sejak gadis ini menjadi asisten perawat yang menjaga mendiang putranya. Bagaimana ia akan bertemu dengan putra kecilnya di sana, jika Zahra akan terluka dengan pernikahan yang di langsungkan semata-mata hanya ingin menjaga nama baik keluarga.

"Pernikahan adalah ibadah terpanjang dalam hidup seorang manusia. Ada banyak pahala yang tersedia di sana, Nak. Dan setan selalu melakukan banyak hal agar pernikahan tersebut tidak berlangsung lama. Ayah dan Ibu tahu kamu memiliki seseorang yang kamu inginkan. Ayah hanya tdak ingin Zahra terluka karena nama baik keluarga kita." Jelas Kenan lagi.

Eliana mengangguk membenarkan kalimat panjang lebar yang baru saja berhembus dari mulut suaminya. Ia tidak ingin gadis yang di cintai oleh mendiang putranya, akan di lukai oleh putranya yang lain.

"Iyan akan menikahinya dengan niat ibadah kepada Allah. Tidak akan ada orang lain yang lebih baik untuk menjaga Zahra selain Iyan, Bu." Pintanya. Ia tidak ingin semakin merasa menyesal jika nanti mendapati Zahra tidak bahagia bersama orang lain.

Bukankah saat ini ia hanya perlu berusaha untuk membuka hati, dan belajar mencintai ? Itu bukanlah hal yang sulit di lakukan. Terlebih Zahra adalah salah satu orang yang paling berjasa dalam mengurus adik kembarnya semasa hidup.

"Aku hanya meminta kesempatan untuk membuka hati, dan belajar mencintai kamu seperti yang di lakukan Rayan selama ini. Sepertinya itu bukan hal yang sulit untuk kamu berikan. Waktu, hanya itu yang aku inginkan dari mu, dan aku janji akan memperlakukakan kamu dengan baik." Ujar Riyan lagi, kali ini sambil menatap lekat wajah Zahra.

Terpopuler

Comments

Reni giany

Reni giany

mulai maraton bacanya..smngat thor

2022-09-02

0

Kim

Kim

luka ditinggal Rayan belum pulih,,,tapi iyan buat luka baru pada Zahra😭😭😭

2022-08-19

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!